SINTAKSIS
FRASA, KLAUSA, KALIMAT
STRUKTUR DAN ANALISISNYA
Colin Widi Widawati
K1208024 diakses dari colinawati.blog.uns.ac.id 060313
A.
Pendahuluan
Banyak
permasalahan yang ada dalam mendalami penguasaan sintaksis dan hakikatnya.
Perlu pendalaman dan banyak mempraktekan dalam dunia kebahasaan. Karena ilmu
sintaksis sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Masih banyak orang yang
belum mengetahui dan belum paham tentang makna dan hakikat sintaksis. Padahal,
penggunaanya begitu dekat daengan masyarakat Indonesia. Yaitu berkisar
tentang kalimat bahasa Indonesia yang digunakan sebagai alat komunikasi
sehari-hari.
Sebenarnya
apa yang dimaksud dengan sintaksis itu? Sintaksis merupakan ilmu yang
mempelajari tentang tatabahasa. Sintaksis juga dapat dikatakan tatabahasa yang
membahas hubungan antarkata dalam tuturan. Sintaksis secara etimologis
berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata, kelompok kata
menjadi kalimat. Menurut istilah sintaksis dapat mendefinisikan : bagian dari
ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk kalimat, klausa, dan frasa (Ibrahim,
dkk:1). Sintaksis itu mempelajari hubungan gramatikal di luar batas kata,
tetapi di dalam satuan yang kita sebut kalimat (Verhaar, 1981:70). Istilah
sintaksis (Belanda, syntaxis) ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang
membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase (Ramlan, 2001:18).
Didalam
kajian sintaksis mencakup kajian-kajian tentang frasa, klausa dan kalimat.
Fungsi sintaksis sendiri adalah berupa subjek, predikat, objek, keterangan dan
pelengkap. Dalam makalah ini kesemuanya akan dikaji dan dijelaskan lebih rinci.
Sehingga, pembaca dapat mengetahui secara lebih mendetail hakikat sintaksis.
B. Rumusan
Masalah
- Apakah jenis fungsi dari sintaksis?
- Apakah yang dimaksud dengan frasa, klausa, dan kalimat dalam sintaksis?
- Apa sajakah macam-macam dari frasa dan strukturnya?
- Apa sajakah macam-macam dari klausa dan srukturnya dalam sintaksis?
- Apa saja macam-macam dari kalimat dan strukturnya?
C. Tujuan
Tujuan dari
makalah ini dibuat adalah:
- Untuk mengetahui fungsi sintaksis.
- Untuk mengetahui secara jelas frasa, klausa, dan kalimat dalam sintaksis.
- Untuk mengetahui jenis-jenis frasa dan strukturnya dalam kajian sintaksis.
- Untuk mengetahui macam-macam klausa beserta strukturnya.
- Untuk mengetahui jenis-jenis kalimat dan strukturnya dalam kajian sintaksis.
D.
Pembahasan
1. Fungsi
Sintaksis
Fungsi
kajian sintaksis terdiri dari beberapa komponen. Diantaranya adalah subjek,
predikat, objek, pelengkap dan keterangan. Dalam blog http://zieper.multiply.com/ memperjelas tentang hakikat dari
subjek dan predikat, objek dan pelengkap, serta keterangan. Semuanya akan
dijelaskan sebagai berikut.
a.
Subjek dan Predikat.
1)
Subjek merupakan bagian yang diterangkan predikat. Subjek dapat dicari dengan
pertanyaan ‘Apa atau Siapa yang tersebut dalam predikat’. Sedangkan predikat
adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek. Predikat dapat ditentukan dengan
pertanyaan ‘yang tersebut dalam subjek sedang apa, berapa, di mana, dan
lain-lain’.
2)
Subjek berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina. Sedangkan predikat bisa
berupa frasa nomina, verba, adjektiva, numeralia, atau pun preposisi.
3)
Jika diubah menjadi kalimat tanya, subjek tidak dapat diberi partikel -kah.
Predikat dapat diberi partikel -kah.
Contoh dari
kalimat yang memiliki subjek dan predikat adalah, ‘Adik sedang makan’. ‘Adik’
menduduki fungsi subjek, sedangkan ‘sedang makan’ menduduki fungsi predikat.
‘Adik(S)
sedang makan(P).’
b.
Objek dan Pelengkap.
1)
Objek berupa frasa nomina atau pengganti frasa nomina, sedangkan pelengkap
berupa frasa nomina, verba, adjektiva, numeralia, preposisi, dan pengganti
nomina.
2)
Objek mengikuti predikat yang berupa verba transitif(memerlukan objek) atau
semi-transitif dan pelengkap mengikuti predikat yang berupa verba
intransitif(tidak memerlukan objek).
3)
Objek dapat diubah menjadi subjek dan pelengkap tidak dapat diubah menjadi
subjek.
Berdasar ada
tidaknya objek kalimat dibedakan menjadi kalimat transitif dan intransitif.
Kalimat transitif adalah kalimat yang memerlukan objek. Sedangkan kalimat
intransitif merupakan kalimat yang tidak memerlukan objek.
Contoh
kalimat yang memiliki objek yaitu ‘Kakak sedang memasak sayur-mayur’. ‘Kakak’
berfungsi sebagai subjek, sedang memasak menduduki fungsi predikat dan
‘sayur-mayur’ merupakan objek.
‘Kakak(S)
sedang memasak(P) sayur-mayur(O).’
Untuk
kalimat yang memiliki pelengkap adalah ‘Paman berjualan sayuran’. Subjek
diduduki oleh kata ‘Paman’, ‘berjualan’ menduduki fungsi predikan dan ‘sayuran’
sebagai pelengkap.
‘Paman(S)
berjualan(P) sayuran(Pel).’
c.
Keterangan.
1)
Keterangan adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek, predikat, objek atau
pelengkap.
2)
Berupa frasa nomina, preposisi, dan konjungsi.
3)
Mudah dipindah-pindah, kecuali diletakkan diantara predikat dan objek atau
predikat dan pelengkap.
Contoh
kalimat yang memiliki keterangan adalah ‘Kemarin, Pak Anwar membeli buah-buahan
di pasar induk’. ‘Kemarin’ dan ‘di pasar induk’ merupakan keterangan, untuk
‘Pak Anwar’ menduduki fungsi subjek. Kata ‘membeli’ merupakan predikat dan
‘buah-buahan’ adalah fungsi objek.
‘Kemarin(Ket),
Pak Anwar(S) membeli(P) buah-buahan(O) di pasar induk(Ket)’.
2. Frasa
a.
Pengertian
Dalam kajian
sintaksis, frasa adalah komponen didalamnya. Pengertian frasa sendiri
didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat
nonprediktif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu
fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 1991:222). Menurut Prof. M. Ramlan,
frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak
melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan, 2001:139). Frase lazim didefinisikan
sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yangbersifat non
predikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu
fungsi sintaksis di dalam kalimat (http://imam-suhairi.blogspot.com/)
Jadi, dengan
kata lain frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak melebihi satu
batas fungsi. Fungsi tersebut merupakan jabatan berupa subjek, predikat, objek,
pelengkap dan keterangan.
Contoh frasa
adalah sebagai berikut,
1)
gedung bertingkat itu,
2)
di luar,
3)
kemarin pagi,
4)
sedang tidur,
5)
yang akan datang,
Jika contoh
tersebut diletakkan dalam kalimat, kedudukannya tetap pada satu jabatan saja.
Misalnya.
1)
Gedung bertingkat itu(S) ambruk(P).
2)
Anis(S) bermain(P) di luar(Ket).
3)
Kemarin pagi(Ket), ibu(S) pulang(P).
4)
Ayah(S) sedang tidur(P).
5)
Bule(S) yang akan datang(P) lusa(Ket).
b. Jenis
Frasa
Didalam
frasa, digolongkan menjadi dua jenis. Yaitu, berdasarkan persamaan distribusi
dengan unsurnya (pemadunya) dan berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur
pusatnya.
1)
Berdasarkan Persamaan Distribusi dengan Unsurnya (Pemadunya).
Berdasarkan
persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya), frasa dibagi menjadi dua,
yaitu Frasa Endosentris dan Frasa Eksosentris.
a)
Frasa Endosentris, kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu, dpat digantikan
oleh unsurnya. Unsur frasa yang dapat menggantikan frasa itu dalam fungsi tertentu
yang disebut unsur pusat (UP). Dengan kata lain, frasa endosentris adalah frasa
yang memiliki unsur pusat.
Contoh:
Sejumlah
mahasiswa(S) diteras(P).
Kalimat
tersebut tidak bisa jika hanya ‘Sejumlah di teras’ (salah) karena kata
mahasiswa adalah unsur pusat dari subjek. Jadi, ‘Sejumlah mahasiswa’ adalah
frasa endosentris.
Frasa
Endosentris sendiri masih dibagi menjadi tiga.
(1)
Frasa Endosentris Koordinatif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya
adalah unsur pusat dan mengacu pada hal yang berbeda diantara unsurnya terdapat
(dapat diberi) ‘dan’ atau ‘atau’.
Contoh:
(a)
rumah pekarangan
(b)
kakek nenek
(c)
adik kakak
(d)
menyanyi atau menari.
(2)
Frasa Endosentris Atributif, yaitu frasa endosentris yang memiliki unsur pusat
dan mempunyai unsur yang termasuk atribut. Atribut adalah bagian frasa yang
bukan unsur pusat, tapi menerangkan unsur pusat untuk membentuk frasa yang
bersangkutan.
Contoh:
(a) rumah
besar
(b) pensil
baru
(c) anak
itu
(d) siang
ini
(e)
sedang menyanyi
(f)
sangat sedih
Kata-kata
yang dicetak miring dalam frasa-frasa di atas seperti adalah unsur pusat,
sedangkan kata-kata yang tidak dicetak miring adalah atributnya.
(3)
Frasa Endosentris Apositif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah
unsur pusat dan mengacu pada hal yang sama. Unsur pusat yang satu sebagai
aposisi bagi unsur pusat yang lain.
Contoh:
Ridho, anak
Pak Roma, sedang menyanyi.
Ridho,
…….sedang menyanyi.
……….anak Pak
Roma sedang menyanyi.
Unsur
‘Ridho’ merupakan unsur pusat, sedangkan unsur ‘anak Pak Roma’ merupakan
aposisi.
Contoh lain:
(a)
Solo, kota budaya
(b)
Indonesia, tanah airku
(c)
Bapak Sutarno, ayahku
(d)
Bangkit, sahabatku.
Frasa yang
hanya terdiri atas satu kata tidak dapat dimasukkan ke dalalm frasa endosentris
koordinatif, atributif, dan apositif, karena dasar pemilahan ketiganya adalah
hubungan gramatik antara unsur yang satu dengan unsur yang lain. Jika diberi
aposisi, menjadi frasa endosentris apositif. Jika diberi atribut, menjadi frasa
endosentris atributif. Jika diberi unsur frasa yang kedudukannya sama, menjadi
frasa endosentris koordinatif.
b)
Frasa Eksosentris, adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi
dengan unsurnya. Atau dapat diartikan frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai
prilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhan. Frasa ini tidak mempunyai unsur
pusat. Jadi, frasa eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai UP.
Contoh:
Sejumlah
orang di gardu.
Menurut Imam
(2008), Frase Eksosentris dibagi menjadi dua, yakni:
(1)
Frase Eksosentrik yang Direktif
Komponen
pertamanya berupa preposisi, seperti “di, ke dan dari” dan komponen berupa
kata/kelompok kata yang biasanya berkategori nomina.
Contoh:
di rumah
di rumah
dari pohon
mahoni
demi
kesejahteraan
(2)
Frase Eksosentrik yang Nondirektif
Komponen
pertamanya berupa artikulus, seperti “si” dan “sang” atau”yang”, “para” dan
“kaum”, sedangkan komponen keduanya berupa kata berkategori nomina, adjektiva
atau verba.
Contoh: si
kaya, para remaja kampung
2)
Berdasarkan Kategori Kata yang Menjadi Unsur Pusatnya.
Berdasarkan
kategori kata yang menjadi unsur pusatnya, frasa dibagi menjadi enam.
a)
Frasa nomina, frasa yang unsur pusatnya berupa kata yang termasuk kategori
nomina. Unsur pusat frasa nomina itu berupa:
(1)
nomina sebenarnya
contoh: batu
itu untuk membangun rumah.
(2)
pronomina
contoh: mereka
itu teman saya.
(3)
nama
contoh: Wisnu
itu baik.
(4)
kata-kata selain nomina, tetapi strukturnya berubah menjadi nomina
contoh:
dia malas
→ malas itu merugikan
anaknya tiga
ekor → tiga itu sedikit
dia menari→
menari itu menyenangkan
kata malas
pada kaliat pertam awalnya adalah frasa ajektiva, begitupula dengan tiga
ekor awalnya frasa numeralia, dan kata menari yang awalnya adalah
frasa verba.
b)
Frasa Verba, frasa yang unsurpusatnya berupa kata verba. Secara morfologis,
unsur pusat frasa verba biasanya ditandai adanya afiks verba. Secara sintaktis,
frasa verba terdapat (dapat diberi) kata ‘sedang’ untuk verba aktif, dan kata
‘sudah’ untuk verba keadaan. Frasa verba tidak dapat diberi kata’ sangat’, dan
biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Dia berlari.
Secara
morfologis, kata berlari terdapat afiks ber-, dan secara sintaktis dapat
diberi kata ‘sedang’ yang menunjukkan verba aktif.
c)
Frasa Ajektifa, frasa yang unsur pusatnya berupa kata ajektifa. Unsur pusatnya
dapat diberi afiks ter- (paling), sangat, paling agak, alangkah-nya, se-nya.
Frasa ajektiva biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Gedungnya tinggi.
d)
Frasa Numeralia, frasa yang unsur pusatnya berupa kata numeralia. Yaitu
kata-kata yang secara semantis mengatakan bilangan atau jumlah tertentu. Dalam
frasa numeralia terdapat (dapat diberi) kata bantu bilangan: ekor, buah, dan
lain-lain.
Contoh:
lima buah
tujuh ekor
satu biji
lima belas orang.
e)
Frasa Preposisi, frasa yang ditandai adanya preposisi atau kata depan sebagai
penanda dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa) sebagai petanda.
Contoh:
Penanda (preposisi)
+ Petanda (kata atau kelompok kata)
di rumah
ke depan
rumah
dari kantor
untuk kami
f)
Frasa Konjungsi, frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung
sebagai penanda dan diikuti klausa sebagai petanda. Karena penanda klausa
adalah predikat, maka petanda dalam frasa konjungsi selalu mempunyai predikat.
Contoh:
Penanda (konjungsi)
+ Petanda (klausa, mempunyai P)
Sejak
kemarin dia terus diam(P) di situ.
Dalam buku Ilmu
Bahasa Insonesia, Sintaksis, Ramlan menyebut frasa tersebut sebagai frasa
keterangan, karena keterangan menggunakan kata yang termasuk dalam kategori
konjungsi.
Dalam
praktiknya, frasa dan kata majemuk sulit dibedakan. Banyak orang menilai kata
majemuk adalah frasa. Untuk itu perlu dijelaskan bahwa frasa dan kata majemuk
itu berbeda. Dalam blog http://haveza.multiply.com/ frasa dan kata majemuk dapat
dibedakan secara lengkap dan jelas, yakni kata majemuk dan frasa, yang sering
ditanyakan perbedaannya, dapat disimpulkan perbedaannya sebagai berikut:
Kata majemuk
Kata majemuk
a.
Kata majemuk terdiri dari unsur-unsur yang anggotanya tidak dapat dipisahkan
dan tidak dapat disisipi apapun di antara komponennya.
b.
Kata majemuk merupakan suatu keutuhan sehingga jika mengalami proses morfologis
mendapatkan perlakuan sebagai satu bentuk dasar (ketakterluasan).
c.
Komponen-komponen kata majemuk tidak dapat dipertukarkan
Frasa
a.
Frasa terdiri dari unsur-unsur yang anggota-anggotanya dapat dipisahkan oleh
unsur lain dan dapat disisipi apapun di antara komponennya.
b.
Komponen-komponen frasa masing-masing/salah satunya dapat difiksasikan atau
dimodifikasikan (mengalami proses morfologis).
c.
Komponen-komponen frasa dapat dipertukarkan.
3. Klausa
a.
Pengertian
Klausa ialah
unsur kalimat, karena sebagian besar kalimat terdiri dari dua unsur klausa
(Rusmaji, 113). Unsur inti klausa adalah S dan P. Namun demikian, S juga sering
juga dibuangkan, misalnya dalam kalimat luas sebagai akibat dari penggabungan
klausa, dan kalimat jawaban (Ramlan, 1981:62). Dalam blongnya Rapih
mengungkapkan bahwa.
Klausa
adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif
artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase, yang
berfungsi sebagai predikat, dan yang lain berfungsi sebagai subyek, obyek, dan
sebagai keterangan.fungsi yang bersifat wajib pada konstruksi ini adalah subyek
dan predikat sedangkan yang lain tidak wajib.
Sehigga
dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa merupakan unsur kalimat yang mewajibkan
adanya dua fungsi sintaksis, yakni subjek dan predikat sedang yang lainnya
tidak wajib. Penanda klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu bisa juga
tidak muncul misalnya dalam kalimat jawaban atau dalam bahasa Indonesia lisan
tidak resmi. Klausa juga berpotensi menjadi kalimat tunggal karena didalamnya
terdapat unsur sintaksis yakni subjek dan predikat.
b. Jenis
Klausa
Ada tiga
dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan klausa. Ketiga dasar itu
adalah (1) Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya (BSI), (2)
Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang menegatifkan P
(BUN), (3) Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi
P (BKF), (4) klasifikasi klausa berdasarkan criteria tatarannya dalam kalimat,
dan (5) klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat.
Berikut
hasil klasifikasinya:
1)
Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya.
Klasifikasi
klausa berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti
klausa, yaitu S dan P. Dengan demikian, unsur ini klausa yang bisa tidak hadir
adalah S, sedangkan P sebagai unsur inti klausa selalu hadir. Atas dasar itu,
maka hasil klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya, berikut
klasifikasinya:
a)
Klausa Lengkap
Klausa
lengkap ialah klausa yang semua unsur intinya hadir. Klausa ini
diklasifikasikan lagi berdasarkan urutan S dan P menjadi :
(1)
Klausa versi, yaitu klausa yang S-nya mendahului P. Contoh :
Kondisinya
masih kritis.
Gedung itu
sangat tinggi.
Sekolah itu
masih rusak.
(2)
Klausa inversi, yaitu klausa yang P-nya mendahului S. Contoh :
Masih kritis
kondisinya.
Sangat
tinggi gedung itu.
Masih rusak
sekolah itu.
b)
Klausa Tidak Lengkap
Klausa tidak
lengkap yaitu klausa yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya dalam
klausa ini yang hadir hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang lain
dihilangkan.
2)
Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik
menegatifkan P.
Unsur negasi
yang dimaksud adalah tidak, tak, bukan, belum, dan jangan.
Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik
menegatifkan P menghasilkan :
a)
Klausa Positif
Klausa
poisitif ialah klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang menegatifkan
P. Contoh :
Bambang
seorang pesepak bola tersohor.
Anak itu
mengerjakan PR.
Mereka pergi
ke toko.
b)
Klausa Negatif
Klausa
negatif ialah klausa yang ditandai adanya unsur negasi yang menegaskan P.
Contoh :
Bambang bukan
seorang pesepak bola tersohor.
Anak itu belum
mengerjakan PR.
Mereka
tidak pergi ke toko.
Kata negasi
yang terletak di depan P secara gramatik menegatifkan P, tetapi secara sematik
belum tentu menegatifkan P. Dalam klausa Dia tidak tidur, misalnya,
memang secara gramatik dan secara semantik menegatifkan P. Tetapi, dalam klausa
Dia tidak mengambil pisau, kata negasi itu secara sematik bisa
menegatifkan P dan bisa menegatifkan O. Kalau yang dimaksudkan ‘Dia tidak
mengambil sesuatu apapun’, maka kata negasi itu menegatifkan O. Misalnya dalam
klausa Dia tidak mengambil pisau, melainkan sendok.
3)
Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P.
Berdasarkan
kategori frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat diklasifikasikan menjadi :
a)
Klausa Nomina
Klausa
nomina ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa
nomina. Contoh:
Pamannya petani
di kampung itu.
Bapak itu dosen
linguistik.
b)
Klausa Verba
Klausa verba
ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa verba. Contoh
:
Dia membantu
para korban banjir.
Pemuda itu
menolong nenek tua.
Klausa ini
dibagi menjadi beberapa tipe, yakni:
(1) Klausa
Transitif
Adalah
klausa yang predikatnya berupa verba transitif.
Misal: Adik
menulis surat.
(2) Klausa
Intrasitif
Adalah
klausa yang predikatnya berupa verba intransitif.
Misal: Adik menyanyi kakak sedang berdandan.
Misal: Adik menyanyi kakak sedang berdandan.
(3) Klausa
Refleksif
Adalah
klausa yang predikatnya berupa verba refleksif.
Misal: Kakak
sedang berdandan.
(4) Klausa
Resiprokal
Adalah
klausa yang predikatnya berupa verba resiprokal.
Misal: Orang itu bertengkar sejak tadi.
Misal: Orang itu bertengkar sejak tadi.
c)
Klausa Adjektiva
Klausa
adjektiva ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa
adjektiva. Contoh :
Paman sangat
kurus.
Rumah itu
sudah tua.
Ibu guru
sangat baik.
d)
Klausa Numeralia
Klausa
numeralia ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori
numeralia. Contoh :
Anaknya
empat orang.
Mahasiswanya
sembilan orang.
Temannya dua
puluh orang.
e)
Klausa Preposisiona
Klausa
preposisiona ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa
preposisiona. Contoh :
Kertas itu
di bawah meja.
Baju saya di
dalam lemari.
Orang tuanya
di Surabaya.
f)
Klausa Pronomia
Klausa
pronomial ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategoi ponomial.
Contoh :
Hakim
memutuskan bahwa dialah yang bersalah.
Sudah
diputuskan bahwa ketuanya kamu dan wakilnya saya.
4)
Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat
Klasifikasi
klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat dapat dibedakan atas :
a)
Klausa Bebas
Klausa bebas
ialah klausa yang memiliki subjek dan predikat, sehingga berpotensi untuk
menjadi kalimat mayor. Jadi, klausa bebas memiliki unsur yang berfungsi sebagai
subyek dan yang berfungsi sebagai predikat dalam klausa tersebut. Klausa bebas
adalah sebuah kalimat yang merupakan bagian dari kalimat yang lebih besar.
Dengan perkataan lain, klausa bebas dapat dilepaskan dari rangkaian yang lebih
besar itu, sehingga kembali kepada wujudnya semula, yaitu kalimat. Contoh :
Anak itu badannya
panas, tetapi kakinya sangat dingin.
Dosen kita
itu rumahnya di jalan Ambarawa.
Semua orang
mengatakan bahwa dialah yang bersalah.
b)
Klausa terikat
Klausa
terikat ialah klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor,
hanya berpotensi untuk menjadi kalimat minor karena strukturnya tidak lengkap.
Kalimat minor adalah konsep yang merangkum: pangilan, salam, judul, motto,
pepatah, dan kalimat telegram. Contoh :
Semua murid
sudah pulang kecuali yang dihukum.
Semua
tersangkan diinterograsi, kecuali dia.
Ariel tidak
menerima nasihat dari siapa pun selain dari orang tuanya.
5)
Klasifikasi klausa berdasarkan criteria tatarannya dalam kalimat.
Oscar
Rusmaji (116) berpendapat mengenai beberapa jenis klausa. Menurutnya klausa
juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria tatarannya dalam kalimat.
Berdasarkan
tatarannya dalam kalimat, klausa dapat dibedakan atas :
a)
Klausa Atasan
Klausa
atasan ialah klausa yang tidak menduduki fungsi sintaksis dari klausa yang
lain. Contoh :
Ketika ayah
tiba, kami sedang memasak.
Meskipun
sedikit, saya tahu tentang hal itu.
b)
Klausa Bawahan
Klausa
bawahan ialah klausa yang menduduki fungsi sintaksis atau menjadi unsur dari
klausa yang lain. Contoh :
Dia mengira
bahwa hari ini akan hujan.
Jika tidak
ada rotan, akarpun jadi.
c. Analisis
Klausa
Klasifikasi
dapat dianalisis klausa berdasarkan tiga dasar, yaitu berdasarkan fungsi
unsur-usurnya, berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya, dan
berdasarkan makna unsur-unsurnya.
1)
Analisis Klausa Berdasarkan Fungsi Unsur-unsurnya
Klausa
terdiri dari unsur-unsur fungsional yang di sini disebut S, P, O, pel, dan ket.
Kelima unsur itu tidak selalu bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-kadang
satu klausa hanya terdiri dari S dan P kadang terdiri dari S, P dan O, kadang-kadang
terdii dari S, P, pel dan ket. Kadang-kadang terdiri dari P saja. Unsur
fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P.
a)
S dan P
Contoh :
Budi(S) tidak berlari-lari(P) èTidak berlari-lari(P) Budi(S)
Badannya(S)
sangat lemah(P) è Sangat lemah(P) badannya(S)
b)
O dan Pelengkap
P mungkin
terdiri dari golongan kata verbal transitif, mungkin terdiri dai golongan kata
verbal intransitif, dan mungkin pula terdirri ari golongan-golongan lain.
Apabila terdiri dari golongan kata verbal transitif, diperlukan adanya O yang
mengikuti P itu. Contoh :
Kepala
Sekolah(S) akan menyelenggarakan(P) pentas seni(O).
Pentas
seni(S) akan dislenggarakan(P) kepala sekolah(O)
c)
Keterangan
Unsur klausa
yang tidak menduduki fungsi S, P, O dan Pel dapat diperkirakan menduduki fungsi
Ket. Berbeda dengan O dan Pel yang selalu terletak di belakang dapat, dalam
suatu klausa Ket pada umumnya letak yang bebas, artinya dapat terletak di depan
S, P dapat terletak diantara S dan P, dan dapat terletak di belakang sekali.
Hanya sudah tentu tidak mungkin terletak di antara P dan O, P dan Pel, karena O
dan Pel boleh dikatakan selalu menduduki tempat langsung dibelakang P. Contoh :
Akibat
banjir(Ket) desa-desa itu(S) hancur(P)
Desa-desa
itu(S) hancur(P) akibat banjir(O)
2)
Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frase yang menjadi Unsurnya.
Analisis
kalusa berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsur-unsur klausa ini
itu disebut analisis kategorional. Analisis ini tidak terlepas dari analisis
fungsional, bahkan merupakan lanjutan dari analisis fungsional.
3)
Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Makna dan Unsur-unsurnya.
Dalam
analisis fungsional klausa dianalisis berdasarkan fungsi unsur-unsurnya menjadi
S, P, O, Pel dan Ket dalam analisis kategorial telah dijelaskan bahwa fungsi S
terdiri dari N, fungsi P terdiri dari N, V, Bil, FD, fungsi O terdiri dari N,
fungsi Pel terdiri dari N, V, Bil dan fungsi ket terdiri dari Ket, FD, N.
Fungsi-fungsi
itu disamping terdiri dari kategori-kategori kata atau frase juga terdiri dari
makna-makna yang sudah barang tentu makna unsur pengisi fungsi berkaitan dengan
makna yang dinyatakan oleh unsur pengisi fungsi yang lain.
4. Kalimat
a.
Pengertian
Satuan
bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi
akhir dan yang terdiri dari klausa (Cook, 1971: 39-40) dalam (Tarigan, 1983:
5). Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang
mengungkapkan pikiran yang utuh. Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi,
baik lisan maupun tertulis harus memiliki S dan P (Srifin dan Tasai, 2002: 58).
Kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang
disertai nada akhir naik dan turun (Ramlan, 1981:6).
Kalimat
pendek menjadi panjang atau berkembang karena diberi tambahan-tambahan atau
keterangan-keterangan pada subjek, pada predikat, atau pada keduanya
(Wijayamartaya, 1991: 9)
Dapat
disimpulkan bahwa kalimat adalah satuan gramatik yang ditandai adanya
kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat itu sudah
selesai (lengkap).
b. Jenis
Kalimat
Kalimat
dibedakan berdasarkan dengan, (1) jumlah dan jenis klausa yang terdapat di
dalamnya, (2) jenis response yang diharapkan, (3) sifat hubungan actor-aksi,
dan (4) ada tidaknya unsur negatif pada kalimat utama.
1)
Berdasarkan jumlah dan jenis klausa yang terdapat di dalamnya, kalimat dapat
dibedakan atas kalimat minor dan kalimat mayor.
a)
Kalimat minor adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa terikat atau sama
sekali tidak mengandung struktur klausa. Kalimat ini biasa diartikan kalimat
yang klausanya tidak lengkap, hanya terdiri dari S/P/O/K saja. Kalimat minor
dibedakan atas:
(1)
Kalimat minor berstruktur, yaitu kalimat minor yang muncul sebagai lanjutan,
pelengkap, atau penyempurna kalimat utuh atau klausa lain yang terdahulu dalam
wacana (Samsuri, 1985:278). Berdasarkan sumber penurunnya, kalimat minor
berstruktur dibedakan atas:
(a)
Kalimat elips, yaitu kalimat minor yang terjadi karena pelepasan beberapa bagian
dari klausa kalimat tunggal.
Contoh:
Terserah
saja. (Penyelesainnya terserah kamu saja)
(b) Kalimat
jawaban, yaitu kalimat minor yang bertindak sebagai jawaban atas
pentanyaan-pertanyaan.
Contoh :
(Ada yang
kau bawa itu?) Buku.
(c) Kalimat
sampingan, yaitu kalimat minor yang terjadi penurunan klausa terikat dari
kalimat majemuk subordinat.
Contoh :
Meskipun
hujan. (Dia tetap datang)
(d) Kalimat
urutan, yaitu kalimat mayor, tetapi didahului oleh konjungsi, sehingga
menyatakan bahwa kalimat tersebut merupakan bagian kalimat lain. (Samsuri,
1985:263)
Contoh:
Karena itu, harga bahan pokok naik.
(1)
Kalimat minor tak berstruktur, yaitu kalimat minor yang muncul sebagai akibat
pengisian wacana yang ditentukan oleh situasi, dibedakan atas:
(a)
Panggilan. Contoh: Sate!
(b) Seruan,
biasanya terdiri dari kata yang menyatakan ungkapan perasaan.
Contoh: Hai!
(c)
Judul, merupakan suatu ungkapan topik atau gagasan.
Contoh:
Dampak negatif penayangan TV.
(d)
Semboyan, yaitu uangkapan ide secara tegas, tepat dan tanpa hiasan bahasa atau
kelengkapan sebuah klausa.
Contoh:
Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
(e)
Salam
Contoh:
Selamat malam!
(f)
Inskripsi, yaitu kalimat minor tak berstruktur yang berisi penghormatan atau
persembahan pada awal sebuah karya (buku, lukisan dsb.).
Contoh:
Untuk para pahlawan Indonesia.
b)
Kalimat mayor adalah kalimat yang terdiri atas sekurang-kurangnya satu klausa
bebas. Berdasarkan jumlah klausa yang terdapat didalamnya, kalimat mayor dapat
dibedakan atas:
(1)
Kalimat majemuk subordinatif, yaitu kalimat majemuk yang salah satu klausanya
menduduki: salah satu fungsi sintaksis dari klausa yang lain atau atribut dari
salah satu fungsi sintaksis klausa yang lain.
Contoh :
Yang berbaju
merah muda itu teman saya.
Orang itu wajahnya
sangat tampan.
Polisi telah
mengatakan bahwa penjahat itu kabur.
(2)
Kalimat majemuk koordinat, yaitu kalimat majemuk yang klausa-klausanya tidak
menduduki fungsi sintaksis dari klausa lain (Samsuri, 1985:316).
Contoh: Aku
belajar di kamar, dan ayah menonton televisi.
(3)
Kalimat majemuk rapatan, yaitu kalimat majemuk koordinatif yang
klausa-klausanya mempunyai kesamaan-kesamaan, baik kesamaan subjek, predikat
objek, maupun keterangan.
Contoh: Saya
mengerjakan bagian depan, adik bagian belakang.
2)
Berdasarkan respons yang diharapkan, kalimat dibedakan atas :
a)
Kalimat pernyataan adalah kalimat yang dibentuk untuk menyiarkan informasi
tanpa mengharapkan respons tertentu.
Contoh: Saya
tidak membawa uang sama sekali.
b)
Kalimat pertanyaan adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing respons yang
berupa jawaban. Nada akhir kalimat pertanyaan ditandai dengan tanda Tanya (?)
dalam bahasa tulisan.
Contoh:
Siapa pemilik buku itu?
c)
Kalimat perintah adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing responsi yang
berupa tindakan (Samsuri, 1985:276-278). Kalimat perintah ditandai dengan tanda
seru (!).
Contoh:
Marilah kita berdoa bersama-sama!
3)
Berdasarkan hubungan aktor-aksi, kalimat dapat dibedakan atas :
a)
Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku. Subjek
kalimat aktif berperan sebagai perbuatan yang dinyatakan oleh predikat.
Predikat kalimat aktif tediri atas verba transitif dan verba intransitive.
Afiks yang digunakan dalam pembentukan kata yang berfungsi sebagai perdikat
kalimat aktif ialah meN- dan ber- yang dapat dikombinasikan
dengan -i atau -kan.
Contoh: Ayah
membelikan adik roti.
b)
Kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai penderita. Subjek
dalam kalimat pasif berperan sebagai penderita perbuatan yang dinyatakan oleh
predikat kalimat tersebut.
Predikat
kalimat pasif terdiri atas verba verba yang berpredikat di- yang dapat
bekombinasi dengan sufiks -i dan -kan, beprefiks ter-, berkonfiks ke-an, dan
verba yang didahului oleh pronominal persona (Samsuri, 1985:434)
Contoh:
Rotinya ditaburi keju.
c)
Kalimat medial adalah kalimat yang subjeknya berperan baik sebagai pelaku
maupun sebagai penderita perbuatan yang dinyatakan oleh predikat tersebut.
Contoh:
Jangan menyiksa diri sendiri.
d)
Kalimat respirokal adalah kalimat yang subjek dan objeknya melakukan sesuatu
pebuatan yang berbalas-balasan. (Samsuri, 1985:198).
Contoh: Dua
bersaudara itu saling baku hantam.
4)
Bedasarkan ada tidaknya unsur negatif pada klausa utama, kalimat dibedakan atas
:
a)
Kalimat firmatif, yaitu kalimat yang berpredikat utamanya tidak tedapat unsur
negatif, peniadaan, atau penyangkalan.
Contoh: Di
Ambalat diresmikan monumen perbatasan.
b)
Kalimat negatif, yaitu kalimat yang predikat utamanya terdapat unsur negatif,
peniadaan, atau penyangkalan, seperti tidak, tiada (tak), bukan, jangan.
(Samsuri, 1985:250)
Contoh :
Sedikitpun
aku tidak berkata bohong.
E. Simpulan
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi sintaksis adalah subjek, predikat, objek,
pelengkap dan keterangan. Sintaksis terdiri dari frasa, klausa, dan kalimat.
Dari frasa, klausa dan kalimat memiliki pengertian dan jenis-jenisnya.
Frasa
merupakan gabungan dua kata atau lebih yang menempati satu fungsi dan tidak
melebihinya. Sedangkan klausa merupakan unsur kalimat yang mewajibkan adanya
dua fungsi sintaksis, yakni subjek dan predikat sedang yang lainnya tidak
wajib. Untuk kalimat yaitu satuan gramatik yang ditandai adanya kesenyapan awal
dan kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat itu sudah selesai
(lengkap).
DAFTAR PUSTAKA
http://haveza.multiply.com/reviews/item/5 diakses pada 14 Oktober 2009 pukul
21.03 WIB
http://imam-suhairi.blogspot.com/2009/09/materi-kuliah-pbs-sintaksis.html diakses pada 14 Oktober 2009 pukul
21.03
http://zieper.multiply.com/journal/item/38 diunduh pada 3 September 2009 pukul
15.30 WIB.
Ibrahim,
Syukur, dkk. Bahan Ajar Sintaksis Bahasa Indonesia. Departemen
Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang.
Oka, I. G.
N. dan Suparno. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Ramlan, M.
2001. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono.
Verhaar.
2004. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada university
Press.