PENDAHULUAN
A. Fonologi dan Bidang Pembahasannya
Kajian mendalam tentang bunyi-bunyi ujar diselidiki oleh cabang
linguistik yang disebut fonologi. Bunyi-bunyi ujar dapat dipelajari
dengan dua sudut pandang, yaitu:
1. Bunyi-bunyi ujar dipandang sebagai media bahasa semata disebut fonetik.
2. Bunyi-bunyi ujar dipandang sebagai bagian dari sistem bahasa yang berfungsi untuk membedakan makna disebut fonemik.
B. Kedudukan Fonologi dalam Cabang-Cabang Linguistik
- Bidang morfologi yang berkonsentrasi pada tataran struktur internal kata.
- Bidang sintaksis yang berkonsentrasi pada tataran kalimat.
- Bidang semantik yang berkonsentrasi pada persoalan makna kata.
- Bidang leksikologi, juga leksikografi yang berkonsentrasi pada persoalan perbendaharaan kata suatu bahasa.
- Bidang dialektologi yang berkonsentrasi pada pemakaian dialek atau variasi bahasa.
- Bidang pengajaran bahasa yang bertujuan keterampilan berbahasa lisan
harus melatihkan cara-cara pengucapan bunyi-bunyi bahasa target kepada
pembelajar.
- Bidang psikolinguistik yang menganalisis perkembangan penguasaan bunyi-bunyi bahasa pada diri anak.
- Bidang klinis yang dapat dimanfaatkan untuk menangani orang atau anak yang mengalami hambatan berbicara dan mendengar.
C. Manfaat Fonologi dalam Penyusunan Ejaan Bahasa
Ejaan adalah peraturan penggambaran atau pelambangan bunyi ujar suatu bahasa. Bunyi ujar ada dua unsur, yaitu:
1. Segmental: menyangkut bagaimana menuliskan bunyi-bunyi ujar dalam
bentuk kata, frase, klausa, dan kalimat, bagaimana memenggal suku kata,
bagaimana menuliskan singkatan, nama orang, dan lambang-lambang teknis
keilmuan.
2. Suprasegmental (tanda baca atau pungtuasi): menyangkut bagaimana melambangkan tekanan, nada, durasi, jeda, dan intonasi.
Ejaan bahasa Indonesia dikenal dengan istilah ejaan fonemis.
Bab 2
FONETIK: GAMBARAN UMUM
A. Pengantar
Pemerolehan bunyi bahasa dapat dikaji secara ilmiah dan bagaimana
bunyi-bunyi dapat dihasilkan bisa dijelaskan dalam ilmu bunyi atau
fonetik.
B. Fonetik dan Bidang Kajiannya
1. Fonetik fisiologis
Bidang fonetik yang mengkaji tentang penghasilan bunyi-bunyi bahasa
berdasarkan fungsi mekanisme biologis organ tutur manusia dinamakan
fonetik fisiologis.
2. Fonetik akustis
Fonetik akustis bertumpu pada struktur fisik bunyi-bunyi bahasa dan
bagaimana alat pendengaran manusia memberikan reaksi kepada bunyi-bunyi
bahasa yang diterima. Alat-alat fonetik akustis yaitu frekuensi, tempo,
dan kenyaringan.
3. Fonetik auditoris atau fonetik persepsi
Fonetik auditoris atau fonetik persepsi ini mengarahkan kajiannya pada
persoalan bagaimana manusia menentukan pilihan bunyi-bunyi yang diterima
alat pendengarannya.
C. Ketidaklancaran Berujar yang Terkait dengan Kajian Fonetik
1. Kegagapan
2. Kelumpuhan saraf otak
3. Balahan langit-langit mulut
4. Rusak pendengaran
D. Kondisi Kajian Fonetik
1. Kajian foneti di Barat
Di Barat, kajian linguistic dilakukan dengan cara ilmiah. Hasil kajian
hanya memberikan penjelasan kepada kita menenai bagaimana gerakan
alat-alat bicara dan hasil-hasil yang diperolehnya.
2. Sejarah perkembangan kajian fonetik
Pengkajian fonetik ditangani secara serius sejak terbentuknya International Phonetic Assosiation (IPA) pada tahun 1886 di Barat.
E. Beberapa Tokoh Ilmu Fonetik: Pandangan dan Kajiannya
1. Bertil Malmberg (1968)
Fonetik ialah pengkajian yang lebih menitikberatkan pada ekspresi
bahasa, bukan isinya. Menurut Bertil Malmberg ilmu fonetik dibagi
menjadi empat cabang, yaitu ilmu fonetik umum, ilmu fonetik deskriptif,
ilmu fonetik sejarah, dan ilmu fonetik normatif.
2. J.D. O’Connor
Fonetik adalah ilmu yang bersangkut paut dengan bunyi-bunyi ujar yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
3. David Abercrombie (1971)
Fonetik adalah ilmu yang bersifat teknis.
F. Skop (Bidang Cakupan), Tugas, dan Tanggung jawab Fonetisi
Fonetisi lebih berminat untuk melihat bagaimana pergerakan udara yang
dihubungkan dengan pergerkan organ-organ pertuturan dan koordinasi semua
pergerakan ini sehingga menghasilkan bunyi. Fonitisi adalah pergerakan
lidah, rahang, bibir, dan sebagainya. Fonitisi juga berminat bagaimana
arus udara bergetar antara mulut penutur dan telinga pendengar. Skop
fonetisi juga melibatkan minat dalam proses pendengaran.
Bab III
FONETIK: TAHAPAN KOMUNIKASI, PROSES PEMBENTUKAN, TRANSKRIPSI FONETIS
A. Tahapan Komunikasi
Cakupan fonetik adalah:
1. Tahap fisiologi: yaitu ketika pembicara memproduksi bunyi.
2. Tahap akustis: yaitu ketika gelombang bunyi bergerak dari alat ucap pembicara menuju ke alat dengar pendengar.
3. Tahap fisiologis: yaitu ketika gelombang bunyi didengar oleh alat dengar pendengar sebagai bunyi.
B. Proses Pembentukan Bunyi
1. Arus udara
Arus udara yang menjadi sumber energi utama pembentukan bunyi bahasa
merupakan hasil kerja alat atau organ tubuh yang dikendalikan oleh
otot-otot tertentu atas perintah saraf-saraf otak.
2. Pita suara
Pita suara merupakan sumber bunyi. Ia bergetar atau digetarkan oleh udara yang keluar atau masuk paru-paru.
3. Alat-alat ucap
a. Komponen supraglotal
1) Rongga kerongkongan berfungsi sebagai tabung udara yang akan turut
bergetar apabila pita suara menimbulkan getaran pada arus udara yang
lewat dari paru-paru.
2) Rongga hidung
Rongga hidung berfungsi sebagai tabung resonansi.
3) Rongga mulut
Rongga mulut merupakan rongga yang paling penting karena bunyi-bunyi
ujar yang dihasilkan karena keterlibatan lidah, bibir, dan rahang.
b. Komponen laring
Laring dengan kerja pita suara berfungsi sebagai klep yang mengatur arus
udara antara paru-paru, mulut, dan hidung. Kinerja pita suara di
laringlah yang mengakibatkan penggolongan bunyi bahasa menjadi bunyi
bersuara (hidup) dan bunyi tidak bersuara (mati).
c. Komponen subglotal
Komponen subglotal ini terdiri atas paru-paru kiri dan kanan, saluran
bronchial, dan saluran pernapasan (trakea). Fungsi utama komponen ini
adalah untuk pernapasan, yaitu mengalirkan udara dari dan ke paru-paru.
D. Transkirpsi Fonetis
Transkripsi fonetis adalah perekaman bunyi lambang tulis.
Bab IV
KLASIFIKASI BUNYI SEGMENTAL DAN DESKRIPSI BUNYI SEGMENTAL BAHASA INDONESIA
A. Dasar Klasifikasi Bunyi Segmental
1. Ada tidaknya gangguan
Yang dimaksud dengan “gangguan” adalah penyempitan atau penutupan yang
dilakukan oleh alat-alat ucap atas arus udara dalam pembentukan bunyi.
a. Bunyi vokoid, yaitu bunyi yang dihasilkan tanpa melibatkan penyempitan atau penutupan pada daerah artikulasi.
b. Bunyi kontoid, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan melibatkan penyempitan atau penutupan pada daerah artukulasi.
2. Mekanisme udara
Maksudnya adalah dari mana datangnya udara yang menggerakkan pita suara sebagai sumber bunyi.
a. Mekanisme udara pulmonis, yaitu udara yang dari paru-paru menuju ke luar.
b. Mekanisme udara laringal atau faringal, yaitu udara yang dating dari laring atau faring.
c. Mekanisme udara oral, yaitu udara yang dating dari mulut.
3. Arah udara
a. Bunyi egresif, yaitu bunyi yang dihasilkan dari arah udara menuju ke luar melalui rongga mulut atau rongga hidung.
b. Bunyi ingresif, yaitu bunyi yang dihasilkan dari arah udara masuk ke dalam paru-paru.
4. Pita suara
a. Bunyi mati atau bunyi tak bersuara, yaitu bunyi yang dihasilkan
dengan pita suara tidak melakukan gerakan membuka menutup sehinga
getarannya tidak signifikan, misalnya: bunyi [k], [p], [t], [s].
b. Bunyi hidup atau bunyi bersuara, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan
pita suara melakukan gerakan membuka dan menutup secara cepat sehingga
bergetar secara signifikan, misalnya: bunyi [g], [b], [d], [z].
5. Lubang lewatan udara
a. Bunyi oral, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara udara keluar
melalui rongga mulut, dengan menutupkan velik pada dinding faring,
misalnya bunyi [k].
b. Bunyi nasal, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara udara keluar
melalui rongga hidung, dengan menutup rongga mulut dan membuka velik
lebar-lebar, misalnya bunyi [m].
c. Bunyi sengau, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara udara keluar
melalui rongga mulut dan rongga hidung, dengan membuka velik sedikit.
6. Mekanisme artikulasi
Mekanisme artikalsi adalah alat ucap mana yang bekerja atau bergerak ketika menghasilkan bunyi bahasa.
a. Bunyi bilabial, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan bibir
bawah dan bibir atas, misalnya bunyi [p], [b], [m], dan [w].
b. Bunyi labio-dental, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan bibir bawah dan gigi atas, misalnya bunyi [f] dan [v].
c. Bunyi apiko-dental, yaitu yang dihasilkan oleh keterlibatan ujung lidah dan gigi atas, misalnya bunyi [t], [d], dan [n].
d. Bunyi apiko-alveolar, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan
ujung lidah dan gusi atas, misalnya bunyi [t], [d], dan [n].
e. Bunyi lamino-palatal, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan
tengah lidah dan langit-langit lunak, misalnya bunyi [c], [j], [ñ], dan
[š].
f. Bunyi dorso-velar, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan
pangkal lidah dan langit-langit lunak, misalnya bunyi [k], [g], [x], dan
[ŋ].
g. Bunyi (dorso-) uvular, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan
pangkal lidah dan anak tekak, misalnya bunyi [q] dan [R].
h. Bunyi laringal, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan tenggorok, misalnya bunyi [h].
i. Bunyi glottal, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh keterlibatan lubang
atau celah pada pita suara, misalnya bunyi hamzah atau [?].
7. Cara gangguan
a. Bunyi stop (hambat), contohnya: bunyi [b], [t], [d], [k], [g], dan [?].
b. Bunyi kontinum (alir).
c. Bunyi afrikatif (paduan), contohnya: bunyi [c] dan [j].
d. Bunyi frikatif (geser), contohnya: bunyi [f], [v], [s], [z], [š], dan [x].
e. Bunyi triil (getar), contohnya: bunyi [r] dan [R].
f. Bunyi lateral (samping), contohnya: bunyi [l].
g. Bunyi nasal (hidung), contohnya: bunyi [m], [n], [ñ], dan [ŋ].
8. Tinggi-rendahnya lidah
a. Bunyi tinggi, misalnya bunyi [i] dan [u].
b. Bunyi agak tinggi, misalnya bunyi [e] dan [o].
c. Bunyi tengah, misalnya bunyi [ә].
d. Bunyi agak rendah, misalnya bunyi [ε] dan [O].
e. Bunyi rendah, misalnya bunyi [a] dan [α].
9. Maju-mundurnya lidah
a. Bunyi depan, misalnya: [i], [Ī], [e], [ε], dan [a].
b. Bunyi pusat, misalnya: [ә].
c. Bunyi belakang, misalnya: [u], [U], [o], [O], dan [α].
B. Deskripsi Bunyi Segmental Bahasa Indonesia
1. Bunyi vokoid
2. Bunyi kontoid
Bab V
KLASIFIKASI BUNYI SUPRASEGMENTAL, BUNYI PENGIRING, DIFTONG, KLUSER, SILABA
A. Bunyi Suprasegmental
1. Tinggi-rendah (nada, tona, pitch)
- Variasi pembeda makna disebut tona yang ditandai dengan angka arab [1] untuk do, [2] untuk re, [3] untuk mi, [4] untuk fa.
- Variasi nada pembeda maksud disebut intonasi, yang ditandai dengan
[II] untuk datar turun, [//] untuk datar naik, [==] untuk datar tinggi.
2. Keras-lemah (tekanan, aksen, stress)
- Tekanan keras ditandai dengan [‘].
- Tekanan sedang ditandai dengan [¯].
- Tekanan lemah ditandai dengan [΄].
3. Panjang-pendek (durasi)
Bunyi panjang vokoid diberi tanda satuan mora, yaitu satuan waktu pengucapan, dangan tanda titik.
- Tanda [.] menandakan satu mora.
- Tanda [:] menandakan dua mora.
- Tanda [:.] menandakan tiga mora.
Bunyi-bunyi untuk kontoid diberi tanda rangkap dengan istilah geminat.
4. Kesenyapan (jeda)
Penghentian adalah pemutusan suatu arus bunyi-bunyi segmental keyika
diujarkan oleh penutur. Kesenyapan awal dan akhir ujaran ditandai dengan
palang rangkap memanjang [#], kesenyapan di antara kata ditandai dengan
palang rangkap pendek [#], sedangkan kesenyapan di antara suku kata
ditandai dengan palang tunggal [+].
B. Bunyi Pengiring
Bunyi pengiring adalah bunyi yang ikut serta muncul ketika bunyi utama
dihasilkan. Koartikulasi atau artikulasi sertaan yaitu pengucapan dua
bunyi yang berurutan secara tumpang-tindih yang kualitasnya berbeda dari
deretan bunyi yang diucapakn secara normal atau sempurna. Bunyi-bunyi
pengiring atau sertaan dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Bunyi efektif, [?V].
2. Bunyi klik, [Kk].
3. Bunyi aspirasi [Kh].
4. Bunyi eksplosif (bunyi lepas).
5. Bunyi retrofleksi, [Kr].
6. Bunyi lanialisasi, [Kw].
7. Bunyi palatallisasi, [Ky].
8. Bunyi glotalisasi, [V?].
9. Bunyi nasalisasi, [mb], [nd], atau [ng].
C. Diftong dan Kluster
Perangkapan bunyi disebut diftong, sedangkan perangkapan bunyi kontoid disebut kluster.
1. Diftong
a) Diftong menurun
b) Diftong menaik
2. Kluster
a) Jika kluster terdiri atas dua kontoid, yang berlaku adalah:
- Kontoid pertama hanyalah sekitar [p], [b], [t], [d], [k], [g], [f], dan [s];
- Kontoid kedua hanyalah sekitar [l], [r], [w], [s], [m], [n], dan [k].
b) Jika kluster atas tiga kontoid, yang berlaku adalah:
- Kontoid pertama selalu [s];
- Kontoid kedua [t] atau [p];
- Kontoid ketiga [r] atau [l].
D. Silaba (Suku Kata)
Satuan kenyaringan bunyi yang diikuti dengan satuan denyutan dada yang
menyebabkan udara keluar dari paru-paru disebut satuan silaba atau suku
kata. Sebagian besar struktur suku kata terdiri atas satu bunyi sonor
yang berupa vokoid, baik tidak didahului dan diikuti kontoid, didahului
dan diikuti kontoid, didahului kontoid saja, atau diikuti oleh kontoid
saja.
Penyukuan atau silabisasi bisa dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Silabisasi fonetis adalah penyukuan kata yang didasarkan pada
realitas pengucapan yang ditandai oleh satuan hembusan napas dan satuan
bunyi sonor.
2. Silabisasi fonemis adalah penyukuan kata yang didasarkan pada struktur fonem bahasa yang bersangkutan.
3. Silabisasi morfologi adalah penyukuan kata yang memperhatikan proses morfologis ketika kata itu dibentuk.
Bab VI
FONEMIK: FONEM, DASAR, PROSEDUR ANALISIS
A. Definisi Fonem dan Jenisnya
Fonem adalah kesatuan bunyi terkecil suatu baha yang berfungsi
membedakan makna. Selain bentuk linguistic terkecil yang membedakan
makna, wujud fonem tidak hanya berupa bunyi-bunyi segmental, tetapi bisa
juga berupa unsur-unsur suprasegmental.
B. Dasar-dasar Analisis Fonem
Dasar-dasr analisis fonem adalah pokok-pokok pikiran (premis-premis)
yang dipakai sebagai pegangan untuk menganalisis fonem-fonem suatu
bahasa.
1. Bunyi-bunyi suatu bahasa cenderung dipengaruhi oleh lingkungannya.
2. Sistem bunyi suatu bahasa berkecenderungan bersifat simetris.
3. Bunyi-bunyi suatu bahasa cenderung berfluktuasi.
4. Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis digolongkan tidak
berkontras apabila berdistribusi komplementer dan/atau bervariasi bebas.
5. Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis digolongkan ke dalam
fonem yang berbeda apabila berkontras dalam lingkungan yang sama atau
mirip.
C. Prosedur Analisis Fonem
1. Mencatat korpus data setepat mungkin dalam transkripsi fonetis.
2. Mencatat bunyi yang ada dalam korpus data ke dalam peta bunyi.
3. memasangkan bunyi-bunyi yang dicurigai karena mempunyai kesamaan fonetis.
4. Mencatat bunyi-bunyi selebihnya karena tidak mempunyai kesamaan fonetis.
5. Mencatat bunyi-bunyi yang berdistribusi komplementer.
6. Mencatat bunyi-bunyi yang bervariasi bebas.
7. Mencatat bunyi-bunyi yang berkontras dalam lingkungan yang sama.
8. Mencatat bunyi-bunyi yang berkontras dalam lingkungan yang mirip.
9. Mencatat bunyi-bunyi yang berubah karena lingkungan.
10. Mencatat bunyi-bunyi dalam inventori fonetis dan fonemis, condong menyebar secara simetris.
11. Mencatat bunyi-bunyi yang berfluktuasi.
12. Mencatat bunyi-bunyi selebihnya sebagai fonem tersendiri.
Bab VII
KLASIFIKASI, DISTRIBUSI, REALISASI FONEM
BAHASA INDONESIA
A. Klasifikasi Fonem Bahasa Indonesia
Pengklasifikasian fonem bahasa Indonesia didasarkan pada pola pengklasifikasian bunyi yang biasa dilakukan oleh fonetisi.
1. Fonem vokal
2. Fonem konsonan
B. Distribusi Fonem Bahasa Indonesia
Dalam pemakaiannya, fonem-fonem bahasa Indonesia menyebar ke posisi onset silaba, nuklus silaba, dan koda silaba.
1. Kemungkinan distribusi fonem vokal.
2. Kemungkinan distribusi fonem konsonan.
C. Realisasi Fonem Bahasa Indonesia
1. Fonem vokal
2. Fonem kosonan
D. Fonem dan Grafem Bahasa Indonesia
Fonem merujuk pada satuan bunyi terkecil yang membedakan makna,
sedangkan grafem merujuk pada system perlambangan bunyi yang berbentuk
huruf. Grafem ada dua macam, yaitu grafem yang mengikuti sistem fonetis
yang melambangkan bunyi-bunyi yang diucapkan penutur dalam bentuk huruf
dan grafem yang mengikuti sistem fonemis yang melambangkan fonem-fonem
bahasa tertentu dalam bentuk huruf, seperti sistem penulisan bahasa
Indonesia mengikuti ejaan fonemis, walaupun tidak sepenuhnya.
EYD
EYD ialah sistem dwitunggal ejaan yang merupakan hasil pembakuan dalam
bidang ejaan karena bahasa Indonesia berstatus bahasa negara atau
kebangsaan.
1. Ejaan fonemik sebagai basis EYD, menyatakan bahwa setiap huruf/grafem
melambangkan sebuah fonem setelah dibuat pengukuran bunyi, lagi pula
tidak diperlukan banyak tanda baca.
2. Ejaan etimologi, yaitu sistem ejaan yang mengatur setiap kata serapan
dalam bahasa Indonesia ditulis menurut bentuk aslinya terutama untuk
kata yang mirip atau saerupa bentuknya dengan kata Indonesia agar
perbedaan arti kelihatan dengan nyata.
Bab VIII
CIRI-CIRI PROSODI ATAU SUPRASEGMENTAL DALAM
BAHASA INDONESIA
A. Nada
Dalam kaitannya dengan pembedaan makna, nada dalam bahasa Indonesia
tidak fonemis. Walaupun demikian, ketidakfomenisan ini tidak berarti
nada tidak ada dalam bahasa Indonesia.
B. Tekanan
Tekanan dalam tuturan bahasa Indonesia berfungsi membedakan maksud dalam
tataran kalimat, tetapi tidak berfungsi membedakan makna dalam tataran
kata.
C. Durasi
Durasi atau panjang-pendek ucapan dalam bahsa Indonesia tidak fungsional
dalam tataran kata, tetapi fungsional dalam tataran kalimat.
D. Jeda
Jeda atau kesenyapan ini terjadi di antara dua bentuk linguistik, baik
antarkalimat, antarfrase, antarkata, antarmorfem, maupun antarsilaba.
E. Intonasi
Intonasi dalam bahsa Indonesia sangat berperan dalam pembedaan maksud
kalimat. Dengan dasar kajian pola-pola intonasi ini, kalimat bahsa
Indonesia dibedakan menjadi kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat
perintah.
Bab IX
PERUBAHAN BUNYI DALAM BAHASA INDONESIA
A. Asimilasi
Asimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang tidak sama menjadi
bunyi yang sama atau yang hampir sama. Hal ini terjadi karena bunyi
bahasa itu diucapkan secara berurutan sehingga berpotensi untuk saling
mempengaruhi atau dipengaruhi.
B. Disimilasi
Disimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda.
C. Modivikasi Vokal
Modivikasi vokal adalah perubahan bunyi vocal sebagai akibat dari pengaruh bunyi lain yang mengikutinya.
D. Netralisasi
Netralisasi adalah perubahan bunyi fonemis sebagai akibat pengaruh lingkungan.
E. Zeroisasi
Zeroisasi adalah penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya
penghematan atau ekonomisasi pengucapan. Peristiwa ini biasa terjadi
pada penuturan bahasa-bahasa di dunia, termasuk bahasa Indonesia asal
tidak mengganggu proses dan tujuan komunikasi. Zeroisasi ini ada tiga
jenis yaitu:
1. Aferesis adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih
fonem pada awal kata, contohnya kata tetapi menjadi tapi.
2. Apokop adalah proses prnghilangan atau penanggalan satu atau lebih
fonem pada akhir kata, contohnya kata president menjadi presiden.
3. Sinkop adalah proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih
fonem pada tengah kata, contohnya kata baharu menjadi baru.
F. Metatesis
Metatesis adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing.
G. Diftongisasi
Diftongisasi adalah perubahan bunyi vocal tunggal menjadi dua bunyi
vocal rangkap secara berurutan. Perubahan dari vocal tunggal ke vocal
rangkap ini masih diucapkan dalam satu puncak kenyaringan sehingga tetap
dalam satu silaba.
H. Monoftongisasi
Monoftongisasi ialah perubahan dua bunyi vocal atau vocal rangkap
menjadi vocal tunggal. Peristiwa penunggalan vocal ini banyak terjadi
dalam bahas Indonesisa sebagai sikap pemudahan pengucapan terhadap
bunyi-bunyi diftong.
I. Anaptiksis
Anaptiksis atau suara bakti adalah perubahan bunyi dengan jalan
menambahkn bunyi vocal tertentu di antara dua konsonan untuk
memperlancar ucapan.Bunyi yang biasa ditambahkan adalah bunyi vocal
lemah. Anaptiksis ini ada tiga jenis, yaitu:
1. Protesis adalah proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada awal kata, misalnya kata mas menjadi emas.
2. Epentesis adalah proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada tengah kata, misalnya kata kapak menjadi kampak.
3. Paragog adalah proses penambahan atau pembunuhan bunyi pada akhir kata, misalnya kata adi menjadi adik.