PENYUSUNAN
KLAUSA
Pada subbab
2.3.3 telah dikemukakan bahwa klausa adalah satuan sintaksis yang bersifat
predikatif. Artinya, di dalam satuan atau konstruksi itu terdapat sebuah
predikat, bila di dalam satuan tidak terdapat predikat, maka satuan itu bukan
sebuah klausa.
Kedudukan predikat ini sangat penting, sebab jenis dan
ketegori dari predikat itulah yang menentukan hadirnya fungsi subjek (S),
fungsi objek(O), fungsi pelengkap, dan sebagainya. Umpamanya predikat yang
berupa verba membaca akan memunculkan
sebuah subjek (S) yang berkomponen makna (+ manusia) dan sebuah objek (O) yang
berkomponen makna (+ bacaan). Simak kalimat berikut ini:
-
Pak Lurah membaca Koran
(+ manusia) (+ manusia)
(+ bacaan) (+ bacaan)
Verba membacakan
yang memiliki komponen makna (+ manusia) dan (+ pelengkap) akan memunculkan
sebuah fungsi S yang berkomponen makna (+ manusia). Sebuah fungsi objek yang
berkomponen makna(+ manusia) dan (+ penerima), serta sebuah pelengkap yang
berkomponen makna (+ bacaan). Simak contoh berikut:
-
Ayah membacakan adik cerita lucu
S P O Pel
(+ manusia) (+ manusia)
- (+ pemberi) (+ penerima) -
- (+ bacaan) - (+ bacaan)
Contoh lain, verba mendarat
yang berkomponen makna (+ manusia) dan (+ tempat) akan memunculkan sebuah
fungsi S yang berkomponen makna (+ manusia) dan sebuah keterangan tempat ( Ket.
tempat). Perhatian contoh berikut:
-
Pasukan merinir itu mendarat di Pantai Cerita
S
P O
(+ manusia) (+ manusia) -
-
(+
tempat) (+ tempat)
Satu
contoh lagi, verba terjadi yang memiliki komponen makna (+ peristiwa),
(+ waktu), dan (+ tempat) akan memunculkan sebuah S
yag berkomponen makna (+ kejadian), sebuah fungsi Ket. yang berkomponen makna
(+ waktu), dan sebuah fungsi Ket. yang berkomponen makna (+ tempat). Simak
contoh berikut:
-
Tabrakan itu terjadi tadi malam di jalan solo
S
P Ket Ket
(+ peristiwa) (+ kejadian) - -
- (+ waktu) (+ waktu) -
- (+
tempat) - (+ tempat)
Jadi,
berbeda dengan konsep tradisional yang menyatakan fungsi yang harus ada pada
sebuah kalimat (klausa) adalah fungsi S dan P, maka di sini mengikuti konsep
Chafeh (1971), fungsi Ket. pun wajib hadir apabila fungsi P-nya menghendaki.
Kemudian,
berdasarkan kategori yang mengisi fungsi P itu dapat dibedakan adanya:
1.
Klausa verbal
2.
Klausa nominal
3.
Klausa ajektifal
4.
Klausa preposisional
5.
Klausa numerial
Bagaimana
penyusunannya akan dibicarakan berikut ini:
5.1 Penyusunan Klausa Verbal
Secara sematik ada tiga buah jenis verba,
yaitu verba tindakan, verba kejadian, dan verba keadaan. Dengan demikian kita
dapat membedakan tiga klausa verbal, yaitu klausa verba tindakan, klausa verba
kejadian, dan klausa verba keadaan.
Kemudian klausa verba tindakan bisa
dibedakan pula atas klausa verba tindakan bersasaran tak berpelengkap, klausa
tindakan bersasaran berpelengkap, dan klausa tindakan tak bersasaran.
5.1.1
Klausa
Verba Tindakan Bersasaran Tak Berpelengkap
Klausa
tindakan bersasaran tak berpelengkap dapat disusun dari sebuah verba
berkomponen makna (+ tindakan) dan (+ sasaran), sehingga klausanya memiliki
fungsi sintaksis S,P, dan O. Dalam hal ini berkomponen makna yang dimiliki
fungsi S dan fungsi O. Contoh:
-
Pak Lurah membaca Koran
S P O
(+ manusia) (+ manusia) -
- (+ bacaan) (+ bacaan)
- Kucing
itu makan dendeng
S P O
(+ makhluk) (+ makhluk) -
- (+ makhluk) (+ makanan)
Contoh lain:
-
Petani itu mencangkul lading
-
Mahasiswa sedang mengerjakan tugas
-
Polisi menangkap pencuri
-
Adikku membawa setumpuk buku
-
Pak guru membeli mobil baru
Secara tradisional
verba dalam klausa tindakan bersusun tak berpelengkap ini disebut verba monotransitif.
5.1.2
Klausa
Verbal Tindakan Bersasaran Berpelengkap
Klausa tindakan
bersasaran berpelengkap dapat disusun dari sebuah verba berkomponen makna (+
tindakan), (+ sasaran), dan (+ pelengkap); sehingga klausanya memiliki fungsi
S,P.O dan Pel. Dalam hal ini tentu saja berkomponen makna yang memiliki P harus
sejalan dengan komponen makna yang dimiliki fungsi-fungsi lain.
Contoh:
-
Saya membukakan ayah pintu
S P Pel O
(+ manusia) (+ manusia) - -
(+ pembuka) (+ dibukakan) -
(+ bukaan) (+
bukaan)
Contoh lain:
-
Ibu membacakan adik cerita humor
-
Kakak membelikan ayah sebungkus rokok
-
Bibi menyuapi adik nasi tim
-
Pak lurah memberikan saya izin
-
Beliau meminjamkan kami buku baru
Secara tradisional
verba dalam klausa tondakan bersasaran berpelengkap disebut verba bitransitif.
Verba jenis ini dalam bahasa Indonesia jumlahnya tidak banyak verba ini
berciri, pada sebuah verba yang sebenarnya sudah berstatus transitif dibubuhi
pula sifiks –kan atau sufiks –i. simak!
-
Membeli membelikan
(transitif) (bitransitif)
-
Membaca membacakan
(transitif) (bitransitif)
Namun, banyak pula
verba yag sudah transitif bila diberi sufiks –kan atau –i tidak
menjadi bitransitif, melainkan tetap saja monotransitif, sebab –kan di situ merupakan bentuk singkat
dari preposisi akan.
Contoh:
-
Mengiring mengiringkan
(transitif) (transitif)
-
Menjual menjualkan
(transitif) (transitif)
5.1.3
Klausa
Verbal Tindakan Tak Bersasaran
Klausa verba tindakan
tidak bersasaran dapat disusun dari sebuah verba memiliki komponen makna (+
tindakan) dan (- sasaran); sehingga klausanya hanya memiliki fungsi S dan
fungsi P. Dalam hal ini tertentu saja komponen makna yang dimiliki P harus
sejalan dengan komponen makna yang dimiliki S. Contoh:
-
Anak-anak itu menari
-
Anjing itu menggonggong
-
Mereka sedang berlibur di Bali
-
Kami berjalan kaki dari rumah ke sekolah
Secara tradisional verba tindakan tak
bersasaran ini disebut verba inransitif.
5.1.4
Klausa
Verba Kejadian
Klausa verba kejadian
dapat disusun dari predikat verba yang memiliki komponen makna (+ kejadian).
Dalam hal fungsi sintaksis yang wajib hadir adalah fungsi S dan P. Fungsi S
nomina yang mengalami kejadian seperti disebutkan oleg predikat.
Contoh:
- Kompor gas baru itu meledak
S P
Yang mengalami kejadian
kejadian
Contoh lain:
- Tanggul
sungai Bengawan Solo jebol
- Gunung
Merapi meletus bulan lalu
- Lereng
di sepanjang jalan itu longsor
- Bom
meledak di perkebunan padat penduduk
- Tiba-tiba
pistol itu meletus
5.1.5
Klausa
Verbal Keadaan
Klausa verbal keadaan
dapat di susun dari prbal yang predikat verbal yang memiliki komponen makna ( +
keadan).Dalam hal ini fungsi sintaksis yang muncul hanyalah fungsi S dan fungsi
P.Fungsi S berupa nomina yang mengalami keadaan seperti yang disebutkan oleh
predikat. Contoh:
Kami malu dengan
kejadian semalam
S P
Yang mengalami keadaan
Contoh lain:
-
Sudah sebulan ini rumah ini kosong
-
Pintu kamarnya terbuka
-
Badannya mengigil kedinginan
-
Muatan truk itu penuh
-
Dinding kamarku bergetar
5.2
Penyusuan
Klausa Nominal
Klausa nominal hanya
memiliki fungsi wajib S dan P.Klausa nominal ini dapat disusun dari fungsi S
yang berupa kata atau frase berkategori nomina dan P yang berupa kata atau
frase berkategori nomina. Klausa nominal,antara lain,dapat disusun kalau:
(1) Nomina
yang berisi fungsi S merupakan jenis (spesifik) dari nomina pengisi fungsi P
(genetik).contoh:
-
Anjing itu binatang
S P
-
Kakap itu ikan
S P
-
Rumah adalah bangunan tempat tinggal
S P
-
Anggora itu kucing
S P
-
Mobil itu kendaraan darat
S P
Catatan :
a. Demonstrative
itu atau ini menjadi penanda sebuah subjek.
b. Batas
antara S dan P yang hanya berupa kata atau frase singkat boleh diberi kopula adalah boleh juga tidak.bila S atau P
berupa frase yang cukup panjang perlu disisipi kopula adalah itu.simak!
-
Rumah
adalah bangunan tempat tinggal manusia
S P
-
Yang harus kita lakukan sekarang
ini adalah
pembangunan
S P
(2) Nomina yang mengisi
fungsi S mempunyai nama pada nomina pengisi fungsi P. contoh :
-
Petani itu Pak Ridwan
S P
- Kucing itu Si Manis
S P
-
Pemain bola itu Abdul Kadir
S P
-
Komandan battalion itu Kolonel Ali
S P
-
Kepala sekolah kita Bu Susilowati
S P
Catatan:
a. Di
sini fungsi S harus didisi oleh kategori N yang bersifat definit, missal,
dengan diberi demonstratifa ini atau itu.
b. Batas
antara S dan P boleh diberi kopula adalah
boleh juga tidak jika berupa kata atau frase yang cukup singkat. Bila berupa
frase yang cukup panjang sebaiknya diberi kopula adalah itu.
(3) Nomina pengisi fungsi P adalah profesi
(jabatan, pekerjaan) bagi nomina pengisi fungsi S. Contoh:
-
Ibunya
dokter gigi di puskesmas itu
S P
-
Dulu ayahnya kepala SMP di Jakarta
S P
-
Dia
jaksa di kota kecil di Jakarta
S
P
-
Ayah kami buruh harian di Jakarta
S P
-
Temanku
pengacara di sana
S P
Catatan:
Di antara S dan P dapat disisikan kopula
adalah atau jadi (menjadi) sebagai batas penjelas fungsi S dan P itu. Simak!
-
Ibunya
adalah
menjadi dokter gigi di puskesmas itu
-
Temanku adalah Pengacar di sana
Jadi
(4)
Nomina pengisi fungsi P adalah bagi nomina pegisi fungsi S. Contoh:
- Orang yang botak
itu paman saya
S P
-Dokter di puskesmas itu ibu saya
S P
-Mereka itu murid Pak Rahmat
S P
-Wanita itu di
sana nenek Si komar
S P
-Pemuda itu menantu Pak Camat
S P
Catatan :
Di
antara fungsi S dan fungsi P dapat disisipkan kopula adalah untuk lebih jelas
member batas S dan P tersebut.
(5) Nomina pengisi fungsi S mempunyai cirri atau sifat khas yang
disebutkan oleh nomina pengisi fungsi S. Contoh :
-
Ubur-ubur binatang air
S P
-
Gajah
binatang berkelompok
S P
-
Kalong itu pelabuhan malam
S P
- Teluk
Bayur binatang
alam
S P
- Kereta
api kendaraan murah
S P
Catatan
:
Diantara
fungsi S dan fungsi P dapat disisipkan kopula adalah atau merupakan. Simak!
- Ubur-ubur
adalah
/ merupakan
binatang air
- Kereta
api adalah
/ merupakan
kendaraan murah
Sebagai catatan keseluruhan klausa
nominal, kata pemisah mana yang bisa digunakan adalah, menjadi (jadi), atau
merupakan dapat disimak pada
contoh-contoh berikut!
-
Orang itu adalah /*menjadi/*merupakan paman saya
-
Ibunya adalah /menjadi/*merupakan
dokter gigi di sana
-
Gedung ini adalah /*menjadi/merupakan
bantuan
Pemda
-
5.3
Penyusunan
Klausa Ajektival
Klausa ajektival memiliki fungsi wajib S dan
P. Klausa ajektival dapat disusun dari fungsi S yang berkatogari N dan fungsi P
yang berkategori A. Klausa ajektival ini dapat disusun kalau:
(1) Fungsi
P yang berkategori ajektival memiliki komponen makna (+ keadaan fisik). Contoh
:
-
Gadis itu tinggi sekali
S P
-
Anak itu sangat kurus
S
P
-
Rumah beliau cukup besar
S P
-
Rumah kami jauh dari sini
S P
-
Mobil pejabat
itu sangat mewah
S P
(2)
Fungsi P yang berkategori ajektival memiliki komponen makna (+ sifat bathin).
Contoh:
-
Mereka itu tidak jujur
S P
-
Murid-murid
itu memang malas
S P
-
Pemuda desa itu sangat berani
S P
-
Mereka riang gembira
S P
-
Suaminya kurang sopan
S P
(3) Fungsi P yang berkategori ajektival memiliki
komponen makna (+ perasaan bathin). Contoh:
-
Dia cemburu pada saya
S
P
-
Kami khawatir dengan keadaanmu
S P
-
Mereka bingung dengan peraturan ini
S P
-
Saya tidak benci kepadanya
S P
-
Beliau marah kepada kamu
S P
5.4
Penyusunan Klausa Preposisional
Klausa
preposisional adalah klausa yang fungsi P nya diisi oleh frase preposisional.
Contoh:
- Ibu dan ayah ke pasar
S P
- Mereka dari Medan
S
P
- Ayah dan kakek di
kampong
S P
- Uangnya di
bank
S P
Klausa preposisional ini lazim digunakan
dalam bahasa ragam lisan dan ragam bahsa nonformal. Dalam ragam formal fungsi P
akan diisi oleh sebuah verba dan frase preposisinya menjadi fungsi keterangan.
Simak!
- Ibu dan ayah pergi ke
pasar
S P Ket
- Mereka datang
dari medan
S
P Ket
- Ayah dan kakek berada di
kampong
S P Ket
- Uangnya disimpan di bank
S P Ket
5.5.
Penyusuan Klausa Numeral
Klausa
numeral adalah klausa yang berfungsi P nya diisi oleh frase numoral. Contoh:
- Gajinya dua
juta sebulan
S P
- Uangnya Seratus ribu rupiah
S P
- Anak Pak Amat lima orang
S P
- Mobil pejabat itu empat buah
S P
- Luas kebunnya Seribu meter
S P
Sama
dengan klausa preposisional, klausa numeral juga lazim digunaka dalam bahasa ragam
lisan dan bahasa ragam nonformal. Dalam ragam formal fungsi P akan diisi oleh
sebuah verba; dan frase numeral berubah fungsi menjadi keterangan. Simak!
-
Gajinya ada dua
juta sebulan
S P Ket
- Uangya sebesar seratus
ribu rupiah
S P Ket
- Luas kebunnya adalah seribu meter
S P Ket
- Anak Pak Amat berjumlah lima orang
S P Ket
5.6
Klausa
Bebasdan Klausa Terikat
Klausa-klausa
yang disusun di atas adalah klausa utuh dan bebas. Sebagai klausa utuh.
Artinya, fungsi-fungsi sintaksis yang harus dimilikinya adalah pelengkap. Lalu,
sebagai klausa bebas, maka kalau diberi intonasi final akan menjadi sebuah
kalimat bebas, kalimat yang dapat berdiri sendiri, dan tidak terikat pada
kalimat lain.
Di dalam praktik berbahasa klausa-klausa itu
saling berkaitan dan saling berhubungan satu sama lain, sehingga ada
kemungkinan adanya klausa yang unsur-unsurnya tidak lengkap, atau menjadi
sebuah klausa yang tidak bebas. Misalny dalam kalimat:
-
Saya ak dating kalau di undang
Kalimat tersebut
terdiri dari dua buah klausa, yaitu klausa:
-
Saya akan dating
Dan klausa
-
Kalau diundang
Klausa “saya
akan dating” unsure-unsur fungsinya lengkap, dan statusnya adalah sebuah klausa
bebas. Sebaliknya klausa “kalau diundang” adalah sebuah klausa yang tidak
lengkap karena tidak memiliki fungsi subjek. Begitu juga, statusnya adalah
sebuah klausa terikat, yakni terikat dengan klausa “ saya akan dating”.
Klausabebas di
dalam sebuah kalimat majemuk subordiatif disebut klausa atasan: dan klausa terikat disebut klausa bawahan. Di dalam peristilahan tata bahasa tradisional,
klausa atasan disebut induk kalimat, sedangkan klausa bawahan disebut anak
kalimat.
Pada
tingkat kalimat, sebuah klausa terikat dapat juga menjadi sebuh kalimat; tetapi
berupa kalimat terikat, yakni terikat dengan kalimat bebas lainnya. Simak
contoh terikat:
“Sekarang
di Riau sangat sukar mencari terubuk (1). Jangankan telurnya, ikannya pun sukar
diperoleh (2). Kalaulah ada harganya melambung selangit (3). Makanya ada
kecemasan masyarakat di sana bahwa terubuk
yang spesifik itu akan punah (4).
Wacana
tersebut dibangun oleh empat buah kalimat. Kalimat (1) adalah sebuah kalimat
bebas, yang tanpa kehadiran kalimat lain dapat berdiri sendiri. Sedangkan
kalimat (2), kalimat (3), dan kalimat (4) adalah kalimat terikat, yang terikat
pada kalimat (1).
Kalimat
(1) berasal dari sebuah klausa bebas; dan kalimat (2), (3), dan (4) berasal
dari klausa terikat.
sumber: Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia Pendekatan Proses. Jakarta: Rineka Cipta.