Senin, 01 September 2014

STRUKTUR ATRIBUT FRASA BI



STRUKTUR FRASA


Dalam bab II ini di bahas tentang (1) struktur frasa terdiri atas: (a) struktur frasa nominal, (b) struktur frasa verbal, (c) struktur frasa ajektival, (d) struktur frasa preposisional, (e) struktur frasa numeral, dan (2) frasa atributif yang terdiri atas ciri dan bentuk struktur atributif dalam bahasa Indonesia.

  1. Frasa Nominal
 Frasa nominal merupakan frasa yng unsur pusat atau unsur intinya merupakan nomina atau frasa nominal. Frasa nominal dapat bersifat koordinatif, bersifat atributif, dan bersifat apositif. (Oka dan Suparno, 1994:200). Menurut Kridalaksana (1988:85) frasa nominal adalah frasa modifikatif yang terjadi dari nomina sebagai induk dan unsur lain yang mempunyai hubungan subordinatif dengan induk, yaitu ajektiva, verba, numeralia, demonstrativa, pronomina, dan frasa berpreposisi.
Frase nominal bersifat koordinatif apabila beranggotakan dua unsur pusat atau lebih yang semuanya merupakan nomina atau frasa nominal. Hubungan atau unsur pusat sering dieksplisitkan dengan tanda penghubung. Misalnya bapak ibu, meja kursi
      bapak dan ibu, meja dan kursi
Frase nominal bersifat atributif apabila memiliki unsur inti berupa nomina atau frasa nominal. Atribut dalam frasa nominal dapat berupa: a) ajektiva, contoh apel hijau; b) nomina, contoh meja kayu; c) verba, contoh orang berjalan; d) partikula, contoh si pengecut; e) numeral, contoh lima saudara; f) frasa propesional, contoh orang di jalan; dan g) frasa konjungsional, contoh rumah yang besar.
Menurut Gleason (1973:129) dan Sudaryanto (1987:7) frasa nominal atributif ialah frasa yang terdiri atas unsur pusat dan atribut. Unsur pusat dalam frasa nomina termasuk unsur yang diperikan sedangkan atribut dalam frasa nomina atributif (FNA) merupakan unsur pemeri. FNA termasuk frasa endosentris karena unsur pusat dan atributnya merupakan perilaku sintaktis yang sama, maksudnya dapat digunakan oleh unsur pusatnya.
Contoh:
se (satu)
buah
lagu
lama
dari
Koes Plus
numeralia
penggolong
nomina
ajektiva
preposisi
nomina
Atribut
Inti
Atribut

Dalam frasa nomina atribut dapat berada di sebelah kiri nomina/sebelum nomina dan sebelah kanan nomina/sesudah nomina. Hal ini dapat dibuat skema sebagai berikut:
           
 atribut prenominal                    numeralia
                                                   penggolong
                                                               negasi

atribut postnominal                    adjektiva
    determinatif     
    nomina
    verba
    aposisi        
frasa nomina atribut (FNA) memiliki dua jenis unsur pusat kategori nomina/frasa nomina. Dalam bahasa Indonesia terdapat pola frasa nominal sebagai berikut:
(1)   FN                   N1 + N2 maksudnya frasa nominal terdiri dari N1 berupa kata atau frasa nominal sebagai induk diikuti N2 berupa kata/frasa nominal sebagai induk/atribut. Jadi, semua unsur berupa kata/frasa nominal.  Contoh: ayah ibu, suami istri terdiri atas nomina yang keduanya berfungsi sebagai induk. Berbeda dengan contoh cincin emas, perusahaan batik terdiri dari cincin dan perusahaan sebagai induk sedangkan emas dan batik sebagai atribut.
(2)   FN                   N + V, maksudnya frasa nominal terdiri atas nomina sebagai induk diikuti verba sebagai atribut, contoh: Negara berkembang, orang bertopi, ruang tunggu.
(3)   FN                   N + Ajektiva, maksudnya frasa nominal terdiri atas nomina sebagai induk diikuti ajektiva sebagai atribut, contoh: petinju terbaik, anak nakal, air panas.

(4)   FN                   zN + Adverbia, maksudnya frasa nominal terdiri atas nomina sebagai induk diikuti adverbial sebagai atribut, contoh: Koran kemarin, orang tadi.
(5)   FN                   N + pron, maksudnya frasa nominal terdiri atas nomina sebagai induk diikuti pronomina sebagai atribut, contoh: ibu mereka.
(6)   FN                   N + Demonstrariva, maksudnya frasa nominal terdiri atas nomina sebagai induk diikuti demonstrative sebagai atribut, contoh: tahun ini.
(7)   FN                   N + Interogratif, maksudnya frasa nominal terdiri atas nomina sebagai induk diikuti interogratif sebagai atribut, contoh: buku apa.
(8)   FN                   N + numeralia/num + N, maksudnya frasa nominal terdiri atas nomina sebagai induk diikuti numeralia sebagai atribut/nomina sebagai induk didahului numeralia sebagai atribut, contoh: mereka bertiga, dua buah, enam penjahat.
(9)   FN                   N + preposisional, maksudnya frasa nominal terdiri atas nomina sebagai induk preposisioanal sebagai atribut, contoh: petunjuk di bawah.
(10)     Atribut berunsur pusat “yang
Contoh: kebijakan yang sentralistis
              Atr. Berpusat ‘yang
(11)     Atribut klausa relatif
Contoh: orang-orang yang sangat senang
Menurut Verhaar (1999:317-318) fleksibilitas semantis berada di antara induk dan atribut dalam frasa nomina. Dalam frasa nominal yang menarik perhatian adalah sifat struktur sintaksisnya, yaitu ada atau tidak alatnya “penyambung” untuk menyambung atribut dengan induk sehingga alat demikian disebut perangkai. Hampir semua bahasa memiliki perangkai dalam konstruksi tertentu, misalnya pronomina relatif untuk menyambung klausa relatif dengan induknya. Taraf hierarki keanggotaan kategorial atribut menurut penggolongan dapat dirinci:
(a)    Hierarki penyambungan;
(b)   Frasa dengan atribut anaforis, deiktis, interogatif, pembilang;
(c)    Frasa dengan atribut relatif;
(d)   Frasa dengan atribut adverbial;
(e)    Frasa dengan atribut adjektival atau verbal;
(f)    Frasa dengan atribut non-nominal rangkap serial;
(g)   Frasa dengan atribut non-nominal rangkap terkandung;
(h)   Frasa nominal tanpa induk;
(i)     Frasa nominal konjungsional.
Antara nomina induk dan atribut non-nominal penyambungan tersebut dapat bersifat sangat rapat sehingga konstituen perangkai tidak diperlukan sedangkan bila penyambungan tersebut tidak begitu rapat konstituen perangkai dipakai secara opsional atau bahkan secara wajib. Misalnya, dalam bahasa indonesia yang wajib hadir dalam contoh (18) tetapi yang tidak wajib hadir dalam contoh (19).
(1)            anak (yang) telah datang
(2)            anak *(yang) cerdas
Berdasarkan contoh frasa (18) perangkai yang wajib hadir karena tanpa yang ada konstruksi lain, yaitu kalimat anak telah datang. Sebaliknya frasa (19) anak (yang) cerdas menggunakan perangkai yang secara opsional. Sebagai perbandingan dalam bahasa Inggris pronominal realatif diperlikan dalam contoh (20) the present (which was) given to me tetapi dalam contoh (21) pronomina relatif tidak diperlukan. Hal ini tampak dalam contoh berikut:
(3)            (20) the present (which was) given to me 
(4)            (21) the present over there *(which was)
Dengan demikian, penggunaan pronomina relatif wajib digunakan pada contoh (20) sedangkan tidak waib digunakan pada frasa (21).
Semakin rendah frasa dalam hierarki semakin kurang rapat sambungan antara induk dan atribut sehingga perangkai dipakai secara opsional atau sebaliknya perangkai wajib digunakan. Hal ini tampak dalam bagan 2.7 sebagai berikut:
                                    7. nomina + artikel
Kurang            rapat               6. nomina + deiktik                         semakin rapat
Sambungannya            5. nomina + pron. Interg                 sambungannya
                                    4. nomina + pembilang                       
                                    3. nomina + ajektiva
                                    2. nomina + partisipan
                                    1. nomina + kl. relatif                     (Verhaar, 1999:319)

Berdasarkan pokok teori hierarki penyambung dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam setiap bahasa ada hierarki konstruksi bahasa frasa nomina +  non nomina. Semakin tinggi frasa dalam hierarki semakin rapat hubungannya antara induk dan atribut sehingga perangkai hanya dipakai secara opsional sebaliknya semakin rendah frasa dalam hierarki penyambungan semakin kurang rapat sambungan antara induk dan atribut sehingga perangkai dipakai secara wajib.
Contoh sebagai berikut:
(5)            meja (*yang) hijau itu                                             taraf 7
(6)            meja (yang) itu/ini                                                   taraf 6
(7)            alat (yang) mana?                                                   taraf 5
(8)            anak (yang) banyak                                                taraf 4
(9)            rumah (yang) indah                                                taraf 3
(10)        orang (yang) tak dikenal                                         taraf 2
(11)        orang (yang) datang terlambat                               taraf 1
Berdasarkan contoh (22) bahwa itu bersifat anaforis, artinya merujuk di dalam teks pada penyebutan nomina yang bersangkutan sebelumnya. Pemakaian itu pada contoh (23) bersifat endosentris, artinya merujuk sesuatu di luar teks sehingga pemakaian perangkai yang tidak diperbolehkan.
Selain bersifat koordinatif dan atributif, frasa nominal bersifat apositif terdiri atas unsur pusat nomina frasa nominal. Sifat apositif dalam pengucapan ditandai oleh jeda sebagai batas antara inti dan atribut sedangkan dalam bahasa tulis ditandai dengan tanda (,) seperti contoh berikut: Surabaya, ibu kota Jawa Timur.

  1. Frasa Verbal
Verba adalah istilah dalam tatabahasa yang secara tradiosonal mengacu pada kelas kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan. Deskripsi ini dikritik oleh banyak linguis karna ternyata ada verba yang tidak menyatakan tindakan atau perbuatan. Verba menjadi, adalah, ialah, tampaknya merupakan contoh verba yang tidak menyatakan tindakan. Definisi formal verba mengacu pada elemen yang secara morfologis dapat menyatakan kontras mengenai kala, aspek, mood, persona dan jumlah.

Yang dimaksud verba adalah salah satu kategori kata yang mengisi predikat pada kalimat verbal. Verba dapat dikenali melalui beberapa hal, antara lain bentuk, fungsi, sintaksis, dan semantik. Dilihat dari segi bentuk, verba menjadi dua jenis, yaitu verba tanpa tanda bentuk (verba tidak berafiks) dan verba dengan tanda bentuk (verba berafiks). Dilihat dari segi fungsi verba memiliki fungsi utama sebagai predikat dalam kalimat atau klausa dan berfungsi sebagai atribut (Alwi, 1998:87). Misalnya, kalimat ia akan mendaftar ujian terbuka, verba mendaftar berfungsi sebagai P (inti) sedangkan verba terbuka berfungsi sebagai atribut terhadap nomina kata ujian.
Verba lazim dikategorikan berdasarkan perbedaan transitif dan tak transitif. Verba tak transitif di dalam bahasa Indonesia dapat dipilah menjadi tiga jenis berdasarkan pada perilaku sintaksis. Jenis pertama adalah verba transitif yang tidak wajib diikuti oleh konstituen lain berupa NP atau frasa berpreposisi, contoh (29). Jenis kedua contoh (30) ialah verba transitif yang wajib diikuti oleh NP. Jenis ketiga ialah verba tak transitif yang wajib diikuti oleh frasa berpreposisi (contoh 31).
(12)        Petani itu bergembira.
(13)        a. Petani bertanam jagung.
b. Petani kehilangan sepeda.
(31)    a. Petani itu tidur (di gubug).
           b. Petani tiu tinggal *(di gubug).
Istilah frasa verbal memiliki dua pengertian. Pertama, frasa verbal secara tradisional mengacu pada kelompok verba yang secara bersama-sama memiliki fungsi sintaktik seperti verba tunggal. Dalam frasa verbal semacam ini inti frasa verba adalah verba sedangkan yang lain adalah subordinatnya. Dalam tatabahasa generatif frasa verbal memiliki definisi yang lebih luas, yakni meliputi semua bagian predikat kalimat. Dalam tatabahasa struktur frasa, sebuah kalimat dikaidahkan sebagai FN + FV. Frasa Verbal (FV) adalah semua bagian predikat.
Ciri dan bentuk verba menurut Alwi dkk. (1993) verba adalah kelas kata atau kategori kata yang ciri-ciri lengkapnya dapat diketahui dengan mengamati (1) bentuk morfologis, (2) perilaku sintaksis, (3) perilaku semantisnya secara menyeluruh dalam kalimat. Secara umum verba bahasa Indonesia dapat diidentifikasi dan dibedakan dari kelas kata yang lain terutama dari ajektiva.
Verba terutama mengadung makna keadaan, sering sulit dibedakan dari adjektiva karena kedua jenis kata itu mempunyai banyak persamaan. Ciri yang pada umumnya dapat membedakan keduanya adalah adjektiva dapat dibubuhi prefiks ter- yang berarti paling sedangkan verba tidak dapat. Ajektiva cantik dan kecil dapat dibentuk tercantik dan terkecil tetapi dari verba suka tidak dapat dibentuk tersuka.
Frasa verbal yang atributif terdiri atas unsur pusat verba atau frasa verbal. Frasa verbal dapat bersifat koordinatif dan bersifat atributif (oka dan Suparno,1994:201). Frasa verbal bersifat koordinatif apabila terdiri atas dua unsur inti atau lebih yang semuanya berkategori verba atau frasa verbal. Hubungan koordinatnya lazim dieksplisitkan dengan koordinator contoh pulang pergi. Pada frasa pulang pergi terdiri atas unsur inti pulang dan pergi.
Frasa verbal atributif terdiri atas unsur pusat verba atau frasa verbal dan atribut. Unsur atribut dapat berupa: 1) verba, contoh belajar menari; 2) frasa preposisional, contoh pulang dari pasar; 3) adjektiva, contoh berlari cepat; 4) frasa konjungsional, contoh pulang dengan berlari; 5) modal, contoh akan pulang.
Tipe verba Halliday (1985) menyatakan `bahwa sifat fundamental bahasa adalah memungkinkan manusia untuk membangun sebuah gambar mental dan realitas, memberi makna terhadap pengalaman mereka tentang apa yang terjadi di sekeliling dan di dalam nya. Konsepsi Halliday dikatakan bahwa realitas terdiri atas segala sesuatu yang sedang berlangsung, yakni tindakan, kejadian, perasaan, dan keberadaan. Sesuatu yang sedang berlangsung itu dupisahkan dalam sistem semantik dan dinyatakan melalui tata bahasa frasa.
Setiap bahasa memiliki cara yang berbeda dalam menyatakan proses relasional. Ketiga proses relasional itu adalah:
1.      Intensif  dinyatakan  dengan menggunakan verba kopula adalah, ialah, merupakan, dan menjadi. Verba kopula dapat dielipskan.
2.      Sirkumtansial dinyatakan verba kopula dan verba sirkumstansial seperti: berasal dari, menurut, dan sebagainya
3.      Posesif dinyatakan dengan verba yang menyatakan kepemilikan seperti: punya, milik.
Ketiga hal yang menyatakan proses relasional tersebut masing-masing dua tipe proses, yaitu: (1) mode atribut, (2) identifikasi. Hal ini tampak pada tabel 2.1 berikut:
Tipe

(1)   intensif
Mode Atributif
Identifikasi

Candra Kirana (adalah) Cantik sekali

Inu Kertapati adalah putra mahkota
(2)   Sirkumtansial

(3)   Posesif
Perlombaan itu berlangsung hari minggu.
Nenek punya keong emas.
Besok adalah hari minggu

Keong emas itu milik nenek.

Tabel 2.1 Struktur Atributif Frasa Verbal
Dalam metode atributif, sebuah atribut dianggap berasal dari maujud baik sebagai kualitas (intensif), sebagai keadaan, tempat dan sebagainya. (sirkumtansial tidak langsung) atau sebagai pemilik (posesif). Secara struktural sebagai elemen proses dalam frasa atributif terdapat dua elemen, yaitu carrier dan atribut. Hal ini seperti dalam tabel berikut:

Carrier
Proses
Atribut
Atr.kualitas Sirkumtansial Posesif
Candra Kirana
Sang raja
Nenek
adalah
bertahta
punya
cantik sekali
di singgasana
keong emas

Tabel 2.2 Proses Frasa Atributif
Dalam metode identifikasi satu maujud digunakan untuk mengidentifikasi maujud lain. Hubungan antara maujud itu adalah hubungan tanda dan nilai (intensif) dari fenomena dan hubungan sirkumstansial waktu, tempat, dan penyertaan. Secara struktural selain elemen proses, dalam frasa identifikasi terdapat dua elemen, yaitu identified (yang diidentifikasikan) dan identifier (pengidentifikasi) Hal ini tampak pada tabel berikut:

identified
Proses
Identifier
Tanda-nilai/intensif sirkumtansial
Inu Kertapati
     Besok
adalah
adalah
Putra mahkota tanggal sepuluh.

Tabel 2.3 Elemen Proses Identifikasi
C.    Frasa Adjektival
Adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat (Alwi, 1998:71). Dengan kata lain, ajektiva yang memberi keterangan terhadap nomina berfungsi secara atributif. Keterangan itu dapat mengungkapkan suatu kualitas atau keanggotaan dalam suatu golongan. Hal ini ditemukan pada pemeri kualitas atau golongan, misalnya: kecil, berat, merah dan lain-lain.
Ajektiva lazim disubkategorikan atas predikat dan atribut. Sejumlah ajektiva dapat dipakai baik secara predikatif maupun secara atributif, misalnya kata kurus (32b), marah (33b) sedangkan ajektiva lain dapat digunakan secara predikatif dalam contoh (32a) dan (33a). Pemakaian kata marah secara atributif hanya terbatas dalam rangkaian dengan nomina tertentu, seperti data (33c).
(32) a. Anak itu kurus (predikatif)
        b. anak kurus itu (atributif)
(33) a. Anak itu marah (predikatif)
  b. anak *marah itu (atributif)
  c. rasa marah (atributif)
Sejumlah ajektiva seperti sedih dalam rangkaian dengan nomina tertentu hanya dapat digunakan secara predikatif tetapi dapat digunakan atributif  padacontoh (35b).
(34) a. anak itu sedih (predikatif)
        b. anak *sedih itu (atributif)
(35) a. lagu itu *sedih (predikatif)
  b. lagu sedih (atributif)
ajektiva selain berfungsi predikatif dan atributif dapat berfungsi sebagai predikat dan adverbial kalimat. Fungsi predikatif dan adverbial mengacu pada suatu keadaan. Contoh kata yang menunjukkan pemeri keadaan, yaitu mabuk, sakit, basah, baik dan sadar.
Ajektiva dapat dikategorikan atas ajektiva berperingkat dan tidak berperingkat. Ajektiva digunakan dalam contoh (36) termasuk jenis ajektiva berperingkat dengan tes dirangkaikan dengan kata lebih, dalam pemakaian frasa lebih sakit, lebih kecil, lebih luas, dan lebih panjang sedangkan ajektiva yang digunakan dalam contoh (37) termasuk jenis ajektiva yang tidak berperingkat. Contoh sebagai berikut:
a.       sakit
b.      kecil
(36) lebih                                 c.    luas
                                                d.   panjang
                                                e.   cepat
                                              
a.       sembuh
b.      asing
(37) *lebih                               c.   diam
                                                d.   kosong
                                                e.   penuh

Menurut Thesaurus dalam Purwo (1994:180)ada 11 ciri semantis ajektiva, yaitu: (1) cognition mencakup term relation to human cognition status, contoh kata yakin, ragu, (2) affection mencakup term describing human emotions, contoh kata marah, bahagia, (3) perception, seperti kata manis, wangi, halus, (4) state, seperti kata lapar, beku, (5) value, seperti kata suci, agung, keramat, (6) evaluation mengacu pada kata bagus, buruk, jelek, (7) judgement, misalnya kata praktis, sederhana, (8) color ,misalnya, kata merah, hitam, (9) shapelform, misalnya : lonjong, bulat,(10) measurement misalnya kata dekat, lambat, panas, berat, (11) categorial, yaitu bentuk akjektiva (tidak monomorfemis) yang dasarnya berupa nomina, misalnya alamiah, potensial.
Berdasarkan ciri semantis dapat disimpulkan bahwa ajektiva dapat dibedakan dengan kelas kata yang lain dengan menggunakan uji sintaktis sebagai berikut:
(a)    dapat bergabung dengan partikel tidak;
(b)   dapat mendampingi nomina;
(c)    dapat didampingi kata seperti lebih, sangat, dan agak.
Uji sintaktis yang dijelaskan oleh Purwo lebih lanjut dipaparkan oleh Sumadi (1995:6) bahwa ciri sintaktis ajektiva dapat diidentifikasi dengan memperhatikan kemungkinan dapat didahului oleh kata tau diikuti kata yang lain dalam tataran frasa atau klausa. Ada lima ciri sintaktis ajektiva, yaitu:
(1)   didahului kata agak
Contoh: agak bodoh, agak takut
(2)   didahului kata lebih
contoh: lebih kaya, lebih tebal
(3)   didahului kata paling
contoh: paling gemuk, paling miskin
(4)   didahului kata sangat
contoh: sangat kurus, sangat keras
(5)   diikuti kata sekali
contoh: mendongkol sekali, besar sekali
  1. Frasa Preposisional
Unsur inti dalam frasa preposisional sebenarnya bukan preposisi anggota frasa itu melainkan nomina atau frasa nominal yang menyertai preposisi. Nama preposisi lazim dicirikan sebagai kategori yang hanya diikuti oleh nomina atau frasa nominal.
Hal ini tampak pada contoh berikut:
(38) kepada ibu
(39) dari rumah
Berdasarkan kedua contoh tampak bahwa preposisi kepada dan dari mendahului unsur inti nomina.
Dalam bahasa Indonesia diperlihatkan adanya perubahan yang tengah berlangsung pada pemakaian preposisi dari dan bentuk yang lebih lama daripada. Perubahan yang dimaksud adalah penambahan makna yang glos Inggrisnya of pada makna yang lebih lama yang glos Inggrisnya from. Makna yang lebih lama mencakup beberapa aspek makna dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan from dan beberapa makna yang lain, seperti makna jarak dalam hal tempat dan waktu. Sejumlah makna dari diharapkan memarkahi “adjung” (adjunct) apakah makna verba pada contoh (40) dan (41) atau pada ajektiva pada contoh (43) dan (44) yang membuat problematic di dalam bahasa Indonesia dan contoh-contoh berikut dalam bentuk klausa. Selain itu dari juga memarkahi konstruksi adnominal (atributif) yang tidak berdiri sendiri seperti contoh (45) s. d (48) berupa frasa.
(40)     Ia menghindarkan dari wartawan.
(41)     Nyamuk ini berasal dari Afrika Timur
(42)     Kapasitas tersebut adalah lebih besar daripada kapasitas PLN
(43)     Masyarakat disini rata-rata bebas dari penyakit darah tinggi
(44)     Oven dari drum bekas
(45)     Air dari mata air
(46)     Polutan dari knalpot
(47)     Keterangan dari sumber ini
Frasa yang berinduk nomina plus frasa berpreposisi yang adnominal disebut rangkaian N1+N2. Lebih lanjut “N2” juga dimaksud sebagai nomina atributif tanpa preposisi, dan sebagai frasa berpreposisi dalam fungsinya yang merupakan adjung. Dengan kata lain, N2 tanpa perlu harus bergantung pada N1.
Pada contoh (40) s.d (47) merupakan asal dari N1 yang setara dengan status sebagai adjung seperti contoh (48) dan (49)
(48)            Indonesia akan mendatangkan pelatih renang dari Amerika
(49)            Kita menantikan laporan dari perwakilan kita di Jepang
Berdasarkan kedua contoh tidak ada kesetaraan absolut antara kata-kata sebagai adjung dan sebagai adnominal dari “dari” + frasa nomina. Hal ini tampak dari kemungkinan ekstraposisi frasa “dari” + frasa nomina seperti dalam contoh (50) dan (51) yang tidak mutlak kehilangan keatributan (N2).
(50)Dari Amerika Indonesia akan mendatangkan pelatih renang
(51)Dari perwakilan kita di Jepang kita menantikan laporan
Pada contoh di atas dari sebagai pemarkah atribut dalam pengertian yang lebih umum. Pemakaian adjungtif dari frasa nomina yang dimarkahi (daripada). Fungsi penting dari (pada) sebagai pemarkah atribut (N2) ialah untuk memarkahi N2 yang partitif dengan “induk penjangkah” (quantifying head) seperti pada kata beberapa, banyak, sedikit, sebagian, dan lain-lain. Dari (pada) hanya dapat dipakai untuk memarkahi komplemen yang dipilih dengan kendala tertentu seperti referen wacana, pronomina anforis (pada daripada, bentuk enklitik pronominal).
Contoh sebagai berikut:
(52)Beberapa dari mereka
(53)Beberapa daripadanya
(54)Banyak dari mereka
(55)Banyak daripada mereka
(56)Sedikit daripadanya
(57)Sedikit dari semen itu
Konstruksi dengan atribut yang dimarkahi dari (posesif, asosiatif, dan yang lain) digunakan secara struktural. Hal ini dibedakan menjadi tiga hal, yaitu: (1) memiliki N2 yang merupakan partikel yang direlatifkan atau merelatifkan dan diikuti oleh perelatifan (yang disebut N2 semu); (2) N2 terlalu dekat dengan N1 bagi persandingan (juxtaposition) untuk mempertahankan kemungkinan pemenggalan; (3) N2 terlalu jauh (TJ) dari N1 untuk mempertahankan kemungkinan pemenggalan tanpa pemerkahan dengan preposisi. N2 semu dalam contoh berikut:
(58)Arti *(dari) apa yang dicapai
(59)Sejumlah aspek *(dari) apa yang telah terjadi
(60)Pengaruh *(dari) yang bersangkutan
(61)Sebab-akibat *(dari) yang terjadi itu 
(62)Perilaku *(dari) yang dididik

Tidak satupun di antara konstruksi berikut yang dapat dipotong-potong tanpa dari (pada) dan pada.
Contoh:
(63) pertanyaan lainnya *(dari) wartawan
Fungsi dari itu sendiri terlalu kecil menurut ukuran fonologis untuk memisahkan pemilik dari termilik. Jenis lain perlunya “TJ” muncul dari struktural N2 sebagai salah satu seri dari dua atau lebih N atributif di dalam frasa nomina. Oleh karena itu, termasuk tipe [N1+Nx+N2]. Salah satu jenis konstruksi yang menarik dari tipe konstruksi ini terdiri atas N1 sebagai nomina tindakan yang diturunkan dari verba trasitif yang memiliki lebih dari satu atribut sebagai “argumen”. N2 yang harus dimarkahi dengan dari atau dengan beberapa preposisi lain yang sesuai dengan argumren N2 yang dipersoalkan (oleh atau mengenai atau menghadap). Perhatikan contoh berikut: (lihat Verhaar 1988:13) A: agen, P: pasien.
(64)Penuduhan lurah [P] oleh bupati [A]
(65)Penuduhan lurah [A] *terhadap bupati [P]
(66)Penuduhannya [A] (terhadap bupati [P]) Verhaar (2000:408).

  1. Frasa Numeralia
  Numeralia adalah kategori yang dapat: (1) mendampingi nomina dalam konstruksi sintaksis, (2) mempunyai potensi untuk mendampingi numeralia lain, dan (3) tidak dapat bergabung dengan kata ‘tidak’ atau dengan kata ‘sangat’. Menurut Djajasudarma (1993:44) materi penelitian numeralia antara lain:
  1. Numeralia takrif, yaitu numeralia yang menyatakan jumlah tertentu. Hal ini dapat dikategorikan dalam:
(a)    Numeral cardinal meliputi:
(i)                 Bilangan penuh: satu, dua, tiga, empat
(ii)               Bilangan pecahan: ½ (setengah), ¼ (seperempat), dan seterusnya
(iii) Bilangan gugus yang menyatakan kelompok bilangan, misalnya likur (antara 20 dan 30, contoh: selikur = 21)
(b)   Numeralia tingkat, yaitu numeralia yang melambangkan jumlah dan berstruktur (tingkat) misalnya kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya.
(c)    Numeralia kolektif terjadi bila numeralia tingkat bergabung dengan nomina. Misalnya kedua orang itu…….
  1. Numeralia tak takrif, yaitu numeralia yang menyatakan jumlah tak tentu misalnya:
Beberapa                     pelbagai                       bebagai                        tiap-tiap
Segenap                       sekalian                       semua                          sebagian
Seluruh                        segala                          beberapa
Secara semantis numeralia mengacu pada kuantitas yang meliputi: bilangan, jumlah, tingkat, dan kumpulan. Numeralia atau kata bilangan adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya maujud (orang, binatang, barang) dan konsep. Frasa seperti lima hari, dua bulan, satu tahun merupakan frasa numeralia.
Dalam frasa numeralia pada umumnya dibentuk dengan menambahkan kata penggolong. Frasa numeral beranggotakan numeral atau frasa numeralia sebagai unsur pusat. Frasa numeral atributtif terkandung unsur atribut. Dalam hal ini unsur atribut berupa kata bantu bilangan. Contoh: dua ekor (kerbau), lima orang (penjahat), tiga buah (rumah).
Dalam bahasa Indonesia ada dua macam numeralia, yaitu (1) numeralia pokok dan (2) numeralia tingkat. Numeralia pokok adalah bilangan dasar yang menjadi sumber dari bilangan lain. Numeralia pokok terbagi menjadi: (a) pokok tentu, (b) kolektif, (c) distributif, (d) pokok tak tentu, (e) numeralia klitika, dan (f) numeralia ukuran.
Penggunaan numeralia pokok dalam bahasa Indonesia ditempatkan di depan nomina dan dapat diselingi dengan kata penggolong seperti orang, ekor, dan buah dengan urutan: [numeralia-penggolong-nomina]. Contoh: tiga orang penyunting, dua ekor burung, dan lima buah mangga.
Numeralia pokok dapat diubah menjadi numeralia tingkat dengan cara menambahkan ke- di muka bilangan yang bersangkutan. Contoh: kesatu atau pertama, kedua, ketiga, dan lain-lain.
Menurut Kridalaksana (1986:77-78) dalam bahasa Indonesia numeralia dibedakan atas (1) numeralia yang menyatakan bilangan tertentu dan (2) numeralia yang menyatakan bilangan tak tentu. Numeralia jenis pertama disebut Kridalaksana dengan numeralia takrif sedangkan jenis kedua disebut numeralia tak takrif
  1. Frasa Atributif
Pada penjelasan di awal telah diuraikan tentang atributif, struktur atributif dan distribusi atributif pada beberapa kelas kata. Sebuah kalimat terdiri atas kelompok substantif yang terbagi menjadi: (1) kelompok substantif yang tidak predikatif (atributif) dengan ciri tanpa jeda dan mempunyai tekanan pada bagian belakang, misalnya kotak cerutu, kotak merah dan (2) kelompok substantif + penjelasan (bersifat predikatif), misalnya ia berjalan, rumah kecil itu terbakar.
Sesuai dengan konsep bahwa atributif adalah konstituen penjelas yang menerangkan nomina dalam frasa nominal, frasa verbal, frasa ajektival atau kelas kata lain yang mempunyai fungsi menjelaskan. Letak atribut dapat berada di sebelah kiri inti, di sebelah kanan inti atau mengapit inti. Dengan kata lain, unsur tambahan itu dapat terletak sebelum atau sesudah unsur pusat. Menurut Kridalaksana (1982:17) atribut adalah kata berkelas lain yang mepunyai fungsi menerangkan nomina dalam frasa nominal. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Attributive is adjective (grammar) of adjectives; placed before the nouns they modify, “’red’ is an attributive adjective in ‘a red apple’”.

  1. Ciri dan Bentuk Struktur Atributif Frasa dalam Bahasa Indonesia
Pada konsep telah dijelaskan bahwa atributif adalah konstituen penjelas yang menerangkan nomina dalam frasa nominal, frasa verbal, frasa ajektival atau kata kelas kata lain yang mempunyai fungsi menjelaskan. Ada beberapa ciri dan bentuk atributif dalam bahasa Indonesia
  1. Struktur Atributif Frasa Nominal
Dalam bahasa Indonesia terdapat pola frasa nominal sebagai berikut:
  1. FN                   N1+N2+ …, maksudnya frasa nominal terdiri dari N1 berupa kata atau frasa nominal sebagai induk diikuti N2 berupa kata/frasa nominal sebagai induk. Jadi,  semua unsur berupa kata/frasa nominal. Contoh: asas Pancasila, meja kayu, tukang besi
  2. FN                   N+K, maksudnya frasa nominal terdiri atas N berupa induk diikuti K sebagai atribut. Contoh: hak memilih, batu bersurat
  3. FN                   N1+se-N2+ dan se-, maksudnya frasa nominal terdiri atas N1 berupa induk diikuti  se-N2 dan diikuti se- yang berfungsi atribut. Contoh: kawan separtai, undang-undang setempat, saudara-saudara sebangsa dan setanah air.
  4. FN                   N + yang + K + .., maksudnya frasa nominal terdiri atas N berupa induk diikuti  yang diikuti keterangan yang berfungsi sebagai atribut. Contoh: remaja yang mahasiswa, orang yang besar, harga yang ini.
  5. FN                   N+klausa relatif + …, maksudnya frasa nominal terdiri atas N berupa induk diikuti klausa relatif yang berfungsi sebagai atribut. Contoh: pegawai yang rumahnya di luar kota, remaja yang kena pengaruhnya itu.
  6. FN                   Num/F.Num + N ukuran+N/N + Num/F.Num+N ukuran, maksudnya frasa nominal terdiri atas N berupa induk didahului atau diikuti numeral/frasa numeral. Contoh: banyak orang                           orang banyak
  tiga liter air                            air tiga liter
 dua pucuk bedil                      bedil dua pucuk
  1. FN                   Atr+N, maksudnya frasa nominal terdiri atas nomina didahului atribut. Contoh: kaum buruh, kaum wanita, para guru
  2. FN                   Adv1+Adv2+N, maksudnya frasa nominal terdiri atas dua atribut berupa adverbial dan diikuti nomina. Contoh: bukan hanya mahasiswa.
Hubungan atributif ditandai oleh subordinator yang. Ada dua macam hubungan atributif, yaitu: (a) restriktif dan (b) takrestriktif. Klausa yang dihasilkan sering pula disebut klausa relatif dengan kedua macam hubungan di atas.
Hubungan atributif seperti ini dalam klausa relatif mewatasi makna dan nomina yang diterangkan. Dengan kata lain, bila ada suatu nomina yang mendapat keterangan tambahan yang berupa klausa relatif restriktif maka klausa itu merupakan bagian integral dari nomina yang diterangkan.
Misalnya: Pamannya yang tinggal di Bogor meninggal kemarin.
Klausa relatif yang tinggal di Bogor, ditulis di antara dua tanda mewatasi makna pamannya. Artinya pembicara mempunyai paman yang tinggal di Bogor.
Klausa subordinatif yang takrestriktif hanya memberikan tambahan informasi pada nomina yang diterangkan. Jadi, tidak mewatasi nomina yang mendahului karena itu dalam penulisannya klausa diapit oleh tanda koma. Penulisan klausa restriktif dan takrestriktif sebagai berikuta:
Misalnya: Istri saya yang tinggal di Bogor meninggal kemarin.
Klausa relatif yang tinggal di Bogor tidak diapit oleh tanda koma. (Alwi, 2000:412)
  1. Struktur Atributif Frasa Verbal
Dalam bahasa Indonesia terdapat pola frasa verbal sebagai berikut:
  1. FV aktif                                 V aktif  +N+K, maksudnya frasa verbal terdiri atas verba aktif diikuti nomina dan keterangan.
Contoh: menjahit baju, memukul genderang perang
  1. FV aktif                   V aktif + N +V lain, maksudnya frasa verbal terdiri atas verba aktif diikuti nomina dan verba lain.
Contoh: menyuruh orang membaca
  1. FV aktif                 V aktif + N1 + N2 – V aktif + N2 ± ({untuk, bagi, kepada} + N1), maksudnya frasa verbal aktif terdiri atas frasa verbal aktif diikuti N1 dan N2 bervariasi dengan verba aktif diikuti N2 dan N1.
Contoh: menjahitkan ayah baju ~ menjahitkan baju untuk ayah
              Mengirim adik surat  ~ mengirimkan adik surat
  1. FV pasif                           V pasif ± oleh + ~ oleh+N + V pasif
Contoh: dibeli oleh si miskin ~ oleh si miskin dibeli
  Terbaca oleh adik ~ oleh adik terbaca
  1. FV pasif                          V pasif ± (+ dengan Aj+oleh+N) ~ oleh+N+V pasif ± (dengan + Aj), maksudnya frasa verbal pasif berupa verba pasif diikuti atau opsional dengan ajektiva diikuti oleh dan nomina bervariasi dengan oleh diikuti nomina verba pasif opsional dengan ajektiva.
Contoh: dibeli dengan cepat oleh si miskin ~ oleh si miskin dibeli dengan cepat.
  1. FV pasif                         V pasif + V, maksudnya frasa verbal pasif terdiri atas verbal pasif diikuti verba
Contoh: diajak makan
  1. FV ergatif                 V ergatif + N, maksudnya frasa verbal ergatif terdiri atas verba-verba ergatif diikuti nomina.
Contoh: kecopetan dompet, kejatuhan bulan
  1. FV ergatif                 kena + V dasar, maksudnya frasa verbal ergatif terdiri atas kata kena diikuti verba dasar.
Contoh: kena marah, kena pukul
  1. FV antipasif                    V antipasif + N, maksudnya frasa verbal antipasif terdiri atas verba antipasif diikuti nomina.
Contoh: bertanam singkong
  1.  FV subordinatif                V intr + V lain, maksudnya frasa verbal subordinatif terdiri atas verba intransitif diikuti verba lain.
      Contoh: pergi membeli gula, bangkit berdiri
  1. FV koordinatif                 V1 + V2, maksudnya frasa verbal koordinatif terdiri atas V1 diikuti V2.
Contoh: pulang pergi, makan minum
  1. FV                V + Aj. ~ Aj. + V, maksudnya frasa verbal terdiri atas verba diikuti ajektiva bervariasi dengan ajektiva diikuti verba.
Contoh: berjalan cepat ~ cepat berjalan
  1. FV                   Adv +V, maksudnya frasa verbal terdiri atas adverb diikuti verba.
 Contoh: saling mencintai, akan pergi
  1. FV             V +F Prep, maksudnya frasa verbal terdiri atas verba frasa preposisi.
Contoh: ditarik ke atas
  1. FV             V tr tanpa me- + V, maksudnya frasa verbal terdiri atas verba transitif tanpa me- diikuti verba.
Contoh: cob abaca, tolong ambilkan
  1. Struktur Atributif Frasa Ajektival
Dalam bahasa Indonesia terdapat pola frasa ajektival sebagai berikut:
  1. FAj                  Adv + AJ, maksudnya frasa ajektival terdiri atas adverbia diikuti ajektiva.
Contoh: alangkah indah, kurang manis, belum pasti
  1. FAj                  Aj + Adv, maksudnya frasa ajektival terdiri atas ajektiva diikuti adverbia.
Contoh: cantik nian, sungguh elok
  1. FAj                  A + Adv ~ Ad + A, maksudnya frasa ajektival terdiri atas ajektiva diikuti adverbia atau adverbia diikuti ajektiva
Contoh: elok sungguh ~ sungguh elok, nikmat juga ~ juga nikmat
  1. FAj                  Adv1 + Adv2 + Aj, maksudnya frasa ajektival terdiri atas adverbia 1 diikuti adverbia 2 dan ajektiva.
Contoh: agak lebih baik, amat sangat mahal, masih belum pasti
  1. FAj                  Aj. + Num. + N, maksudnya frasa ajektival terdiri atas ajektiva diikuti numeralia dan nomina.
Contoh: setia setiap saat, muda sepanjang masa
  1. FAj                  Aj. + F Prep., maksudnya frasa ajektival terdiri atas ajektiva diikuti frasa preposisi.
Contoh: jauh di mata, dekat di hati
  1. FAj                  Adv + Aj. Interjeksi, maksudnya frasa ajektival terdiri atas adverbia diikuti ajektiva interjeksi.
Contoh: agak wah, sungguh asyik
  1. FAj               Adv + Aj. Denominal, maksudnya frasa ajektival terdiri atas adverbial diikuti ajektiva denominal.
Contoh: sangat ahli, lebih ilmiah, paling atas
Dengan demikian, dalam membicarakan struktur atributif frasa ajektival ditemukan ada delapan pola frasa ajektival.
              



















BAB III
FUNGSI ATRIBUTIF FRASA BAHASA INDONESIA

Pada bab ini diuraikan mengenai fungsi atributif frasa bahasa Indonesia dengan beberapa fungsi. Uraian mengenai fungsi atributif frasa didasarkan fungsi penting sebagai pernyataan dan dasar pemahaman terhadap berbagai kemungkinan adanya beberapa fungsi frasa bahasa Indonesia. Hal-hal yang berhubungan dengan (1) fungsi atributif frasa bahasa Indonesia, (2) struktur atributif frasa nominal dalam bahasa Indonesia. (3) struktur atributif frasa verbal dalam bahasa Indonesia, dan (4) struktur atributif frasa ajektival dalam bahasa Indonesia.
A.    Fungsi Atributif Frasa Bahasa Indonesia
Tiap kata atau frasa dalam kalimat memiliki fungsi mengaitkan kata dengan kata atau frasa lain yang ada dalam kalimat tersebut. Fungsi itu bersifat sintaksis, artinya berkaitan dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat. Fungsi sintaksis utama dalam bahasa adalah subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan.
Dalam bahasa Indonesia fungsi atributif menjelaskan unsur pusat/inti. Dalam konstruksi frasa ada unsur yang berlaku sebagai pusat/inti dan beberapa unsur lain sebagai atribut. Unsur pusat itulah yang menjadi konstruksi frasa baik dalam distribusi dan fungsinya.
Secara umum struktur frasa atributif dalam bahasa Indonesia mempunyai berbagai variasi dan corak. Misalnya simbol yang digunakan adalah A (untuk atributif) dan I (untuk induk). Dalam hal ini ditemukan adanya penggunaan struktur: (1) atribut mendahului pusat dengan struktur: A I /Atribut + Induk, (2) atribut dibelakang pusat dengan struktur: IA Induk+Atribut, (3) atribut terpisah/terbagi dengan struktur: AIA/Atribut+Induk+Atribut, dan (4) induk terpisah/terbagi dengan struktur: IAI/ Induk+Atribut+Induk.
Penggunaan keempat struktur atributif frasa bahasa Indonesia secara umum dapat dipaparkan seperti pada contoh dibawah ini.
(1)   Orang yang membuat (cikal bakal) desa Mojowarno adalah Kyai atau Ki Abisai Ditotruno. Ki Abisai Ditotruno dulu konon katanya adalah anak buah atau pengikut Pangeran Diponegoro yang melarikan diri dari kejaran kompeni Belanda. Mereka saban bulan mengadakan selamatan desa.
(2)    Mereka berjalan bertiga mengembara dan untuk mencari kayu dihutan, kemudian dalam perjalanan itu mereka merasa lelah kemudian menemukan sebuah dataran tinggi dan ditempat itu ternyata terdapat sendhang kecil yang airnya sangat jernih, karena mereka merasa haus sekali setelah mengadakan perjalanan yang panjang sehingga mengambil air itu dan meminumnya.
(3)   Sebab itu ada sebagian orang pada zaman dulu menganggapnya pohon angker. Tapi bagi orang yang yahan buahnya dapat mereka makan tanpa menimbulkan akibat yang tidak menyenangkan. Dengan memotong sebuah pohon Mahoni itulah…
(4)   Konon kata almarhum Ditotruno mendiang sebagai cikal bakal desa Mojowarno beliau juga sebagai cikal bakal dari berdirinya GKJW Mojowarno. Makam dari Ditotruno kurang lebih 200 m dari pasar Mojowarno dan hanya satu-satunya makam orang Kristen Jawa diseluruh Jawa Timur yang terawatt dengan baik.
Pada data (1) frasa saban bulan merupakan merupakan konstruksi frasa atributif dengan struktur: kata saban berfungsi sebagai inti. Dengan demikian, struktur atributif frasa saban bulan adalah AI/ Atributif+Induk. Berbeda dengan data (2) frasa haus sekali merupakan frasa atributif dengan struktur kata haus berfungsi sebagai induk yang mendahului sekali yang berfungsi sebagai atribut. Jadi, struktur atributif frasa haus sekali jika dibuat pola adalah IA/ Induk+Atribut. Pada data (3) dan (4) baik inti dan atribut masing-masing terpisah atau terbagi oleh dua induk atau dua atribut. Pada data (3) frasa sebuah pohon mahoni merupakan konstruksi frasa atributif dengan struktur kata sebuah berfungsi sebagai atribut yang terletak mendahului inti dan kata mahoni sebagai atribut yang berada di belakang kata pohon yang berfungsi sebagai inti. Dengan demikian, jika dipolakan menjadi AIA/ Atributif+Induk+Atributif. Pada data (4) frasa almarhum Ditotruno mendiang merupakan konstruksi frasa atributif dengan struktur kata almarhum berfungsi sebagai inti yang terletak mendahului kata Ditotruno sebagai atribut dan diikuti dengan kata mendiang yang berfungsi sebagai induk. Dengan demikian, pada data (3) dan (4) tampak adanya struktur atribut terbagi dengan pola IAI/ Induk+Atribut+Induk. Maksudnya, induk diikuti atribut dan diikuti induk.
Berdasarkan temuan data ditemukan pola frasa atributif dengan struktur sebagai berikut:
(1)   AI / Atribut+Induk
(2)   IA / Induk+Atribut
(3)   AIA / Atribut+Induk+Atribut
(4)   IAI / Induk+Atribut+Induk

B.     Fungsi Atributif Frasa Nominal Bahasa Indonesia
Frasa nominal merupakan frasa yang unsur inti berupa nomina atau frasa nominal. Frasa nominal bersifat atributif apabila unsur inti berupa nomina atau frasa nominal. Sebuah atribut dapat berada sebelum inti atau mengikuti inti.  Atribut dalam frasa nominal dibedakan: (1) nomina, (2) verba, (3) partikula, (4) numeral, dan (5) ajektiva.
1.      Unsur pusat N + atribut N
Struktur frasa nominal terdiri dari unsur pusat nomina dan atribut nomina. Hal ini ditemukan pada contoh berikut:
(5)   Pada pagi harinya menjelang subuh Liring kuning keluar berjalan-jalan karena mengantuk secara tidak sengaja telah menginjak jejak kaki kerbau dan akhirnya terjatuh.
(6)   Rumah gubug glandangan ini berada di pinggiran pesisir kali brantas.
(7)   Sedang di sisi lain, Rara Sumini yang putrid seorang Demang di daerah Kediri juga sangat ingin sowan dan berkenalan dengan orang tua Guna Sentika di Kutaraja Majapahit yang konon seorang pejabat di lingkungan istana, dan dekat dengan keluarga raja.
(8)   Ketika mengetahui ada yang terjun ke dalam air sendang adalah momongan putrinya, Rara Sumini, Ki Jaga Karya segera meminta kepada Guna Sentika agar memanggilnya dan menyuruhnya segera menepi, dengan alasan bahwa daerah tersebut masih termasuk wingit (baca: angker) maka mereka harus sedikit banyak berhati-hati.
(9)   Keesokkan harinya, rombongan yang dipimpin oleh Ki Jaga Karya hanya menemukan tumpukan pakaian Guna Sentika dan Rara Sumini, sedangkan mereka berdua seperti lenyap ditelan bumi.
Berdasarkan data (5) s.d (9) tampak adanya berbagai fungsi struktur atributif pada frasa nominal. Pada data (5) frasa kaki kerbau mempunyai struktur kaki sebagai inti sedangkan kerbau sebagai atribut. Fungsi atribut kata kerbau pada frasa kaki kerbau adalah menjelaskan inti frasa kata kaki. Data (6) rumah gubug mempunyai struktur gubug sebagai atribut yang menjelaskan rumah sebagai inti dalam frasa rumah gubug. Dengan demikian, fungsi atribut kata gubug adalah menjelaskan inti kata yang berada di depan. Begitu juga data (7) frasa keluarga raja memiliki struktur keluarga sebagai inti sedangkan raja sebagai atribut. Fungsi atribut kata raja adalah menjelaskan inti kata keluarga. Hal ini berlaku juga pada data (8) dan (9) yaitu pada frasa air sendang dan frasa tumpukan pakaian yang memiliki struktur inti diikuti atribut. Fungsi kata sendang sebagai atribut yang menjelaskan inti kata air. Hal ini sama seperti fungsi kata pakaian sebagai atribut menjelaskan inti kata pakaian. Dengan demikian, fungsi kata kerbau, gubug, raja, dan sendang sebagai atribut nomina adalah menjelaskan inti kata nomina dalam frasa nominal sehingga dapat dirumuskan dengan struktur I (N) + A (N). maksudnya, inti kata berupa nomina diikuti atribut nomina.

2.      Unsur pusat N + atribut V
Struktur frasa nominal mem[unyai unsur pusat nomina dan atribut verba. Hal ini ditemukan pada contoh berikut:
(10)  Utusan datang lagi ke Kyai Mochtar akan meminta lagi dan Kyai Mochtar       meminta utusan itu untuk membawa Kebo Kicak ke Banyuarang tetapi dijawab oleh utusan bahwa Kebo Kicak tidak mungkin dibawa karena untuk digerakkan saja sudah merasa kesakitan.
Hasil penelitian frasa nominal dengan struktur nomina diikuti verba hanya ditemukan satu data cerita rakyat. Berdasarkan data (10) tampak adanya penggunaan frasa nominal dengan struktur kata utusan berfungsi sebagai inti yang diikuti kata datang. Fungsi atribut  datang adalah menjelaskan inti kata utusan pada frasa nominal. Dengan demikian, sebagai atribut verba kata datang menjelaskan inti kata nomina pada frasa nominal jika dibuat struktur yaitu: I (N) + A (V).

3.      Unsur pusat N + atribut partikula
Struktur frasa nominal yang mempunyai unsur pusat nomina dan atribut partikula ditemukan pada contoh berikut:
(11)  Suatu ketika si perempuan ini sedang mandi di sungai brantas dekat desa itu.
(12)  Sedang beberapa jam kemudian sang laki-laki (mas nganten) mencari pinggiran sungai setelah tidak akan menemukan kemudian mencari di rumah-rumah tangga hingga sampailah ke rumah buaya putih berwujud manusia menanyakan di mana keberadaan istrinya.
Berdasarkan data (11) dan (12) tampak digunakan atribut partikula sebelum inti kata. Struktur kedua frasa pada data adalah fungsi atribut partikula (si dan sang) diikuti inti kata perempuan dan laki-laki. Fungsi atribut partikula pada kata si pada kata si perempuan adalah menjelaskan atau sebagai partikel dari inti kata yaitu kata perempuan. Hal ini berlaku sama dengan data (12) frasa sang laki-laki dengan atribut sang sebagai partikula yang mempunyai fungsi menjelaskan sebelum inti kata laki-laki. Dengan demikian, fungsi struktur atributif pada frasa nominal dengan atribut partikula dan inti nomina jika dibuat rumus yaitu: I (N) + A (partikula).

4.      Unsur pusat N + atribut numeralia
Frasa numeral beranggotakan numeral atau frasa numeral sebagai unsur inti. Struktur frasa nominal yang mempunyai unsur pusat nomina dan atribut numeralia ditemukan pada contoh berikut:
(13)  Pada zaman dahulu kala di sebuah desa di sebelah barat daya Mojopahit tepatnya sekarang di daerah kecamatan Mojowarno dan sekitarnya masih berupa hutan lebat dan hutan itu merupakan sebuah dataran tinggi yang orang dulu menyebutnya dengan puthuk dan di puthuk itu terdapat sendang (telaga) kecil yang airnya sangat jernih sekali.
(14)  Tersebutlah sepasang pengantin baru yang baru sepasar (Indonesia: lima hari) menikah bernama Guna Santika dan Rara Sumini.
(15)  Di sisi lain, ia juga merasa bahwa keselamatan kedua momongannya ini merupakan tanggung jawabnya (gambaran abdi yang setia menjalankan tugas dan kewajiban).
(16)  Pada zaman dahulu kala di sebuah desa di sebelah barat daya Mojopahit tepatnya sekarang di daerah kecamatan Mojowarno dan sekitarnya masih berupa hutan lebat dan hutan itu merupakan sebuah dataran tinggi yang orang dulu menyebutnya dengan puthuk dan di puthuk itu terdapat sendang (telaga) kecil yang airnya sangat jernih sekali.
(17)  Di sanalah lahir seorang anak perempuan yang diberi nama Wandan Manguri.
Pada contoh (13) s.d (17) tampak digunakan beberapa atribut nomina yang mewatasi unsur pusat nomina. Sebagai atribut nomina yang berupa numeralia berfungsi untuk mewatasi inti nomina. Pada frasa numeral yang bersifat atributif, unsur atribut berupa numeralia/kata bantu bilangan. Data (13) frasa sebuah memiliki pola sebuah sebagai atribut numeralia yang mewatasi inti kata desa. Begitu juga pada data (14) frasa sepasang pengantin memiliki struktur sebuah inti kata pengantin dengan diwatasi oleh atribut numeralia sepasang. Fungsi atribut numeralia kata sepasang mewatasi inti kata pengantin. Hal ini berlaku juga pada frasa (15) kedua momongannya memiliki struktur kata terdiri dari unsur kedua sebagai atribut numeral dan unsur inti momongannya. Fungsi atribut numeral kedua adalah mewatasi induk kata pengantin. Pada contoh (16) dan (17) frasa sebuah dataran dan frasa seorang anak terdiri dari unsur kata sebuah sebagai atribut dan kata dataran merupakan inti frasa. Begitu juga data (17) seorang anak terdiri dari dua unsur, yaitu unsur pertama atribut numeral kata seorang dan inti kata anak. fungsi atribut kata sebuah dan seorang adalah menjelaskan inti kata dataran dan anak. dengan demikian, jika dibuat pola fungsi struktur atribut numeralia pada frasa nominal adalah: A (numeralia) + I N.

5.      Unsur pusat N + atribut ajektiva
Struktur frasa nominal yang mempunyai unsur pusat nomina dan atribut ajektiva ditemukan pada contoh berikut:
(18)  Sumur yang ada di tengah-tengah desa itu dikatakan yang laki-laki dan yang dipojok desa adalah perempuan dan sumur itu disebut sumur Windu atau sumur kuno. (Sakdurunge aku ono iku wis mesti wis ono sumur iku).
(19)  Seiring dengan waktu Wandan Manguri tumbuh dewasa menjadi gadis cantik dan karena kecantikannya itu Wandan Manguri cepat tersohor.
(20)  Karena Kebo Kicak dari dulu mempunyai pikiran yang cerdas maka hampir semua ilmu Kyai Mochtar dapat diterima dan dicerna dengan baik.
(21)  Sepasang pengantin baru ini yang tengah dalam perjalanan menuju ke rumah orang tua Guna Sentika (Jawa: Sambang), yakni mertua Rara Sumini di Kutaraja Majapahit. 
(22)  Si perempuan tidak tahu kalau ada buaya putih di situ, kemudian si perempuan berubah wujud menjadi ayam betina putih mulus dan buaya putih tadi berubah wujud menjadi manusia dengan keberadaannya itu buaya putih berbaur di desa pinggiran sungai itu.
(23)   Konon di jaman Mojopahit daerah kecamatan Jogoroto dan sekitarnya masih berupa hutan lebat dan penuh dengan onak serta duri.
Berdasarkan contoh (18) s.d (23) ditemukan berbagai penggunaan atribut pada frasa nominal. Sebagai inti kata pada frasa ajektival tampak adanya struktur nomina sebagai inti diwatasi oleh atribut ajektiva yaitu kuno yang terdapat pada contoh: kuno (18), dan cantik (19), cerdas (20), baru (21), putih (22), dan lebat (23).
Sedangkan pada contoh (19) frasa sumur kuno terdiri dari dua unsur, yaitu unsur pertama kata sumur sebagai inti nomina dan unsur kedua kata kuno sebagai atribut ajektiva. Fungsi atribut kuno sebagai penjelas yang menjelaskan inti kata. Pada contoh (20) frasa gadis cantik terdiri dari dua unsur, yaitu unsur pertama kata gadis sebagai inti nomina dan unsur kedua kata cantik sebagai atribut ajektiva. Fungsi atribut kata cantik sebagai pewatas yang mewatasi inti nomina.
Hal ini berbeda jika contoh pada (20) frasa pikiran yang cerdas merupakan frasa dengan atribut ajektiva. Penyambungan antara nomina induk dan atribut non-nominal dapat bersifat rapat sehingga konstituen perangkai tidak diperlukan seddangkan bila penyambungan tersebut tidak begitu rapat maka konstituen perangkai dipakai secara opsional. Dan coba kita lihat pada contoh (20) pemakaian frasa anak yang cerdas menggunakan perangkai yang bersifat opsional karena tanpa menggunakan perangkai yang struktur frasa sudah berterima. Dengan demikian, jika dibuat pola fungsi atribut ajektiva yang menjelaskan inti kata nominal adalah: I (N) + yang + A (aj).
Demikian pula pada contoh (21) sampai dengan (23) mempunyai struktur sama, yaitu frasa yang terdiri dari dua unsur yaitu inti nominal dan atribut ajektiva. Hal ini dapat dijumpai pada contoh (21) pengantin baru terdiri dari dua unsur inti nomina kata pengantin dengan atribut ajektiva kata baru. Begitu juga frasa (22) buaya putih merupakan frasa nominal dengan inti nomina kata buaya dan atribut ajektiva kata putih. Dan contoh (23) hutan lebat merupakan frasa dengan unsur inti kata hutan dan atribut ajektiva kata lebat. Dengan demikian, jika dibuat pola fungsi struktur atribut pada frasa nominal adalah: I (N) + A (aj).

C.    Fungsi Atribut Frasa Verbal Bahasa Indonesia
Verba adalah salah satu kategori kata yang mengisi P pada kalimat verbal. Verba dapat dikenali melalui beberapa hal antara lain: bentuk, fungsi, sintaksis, dan semantik. Dilihat dari segi bentuk verba dapat dikelompokkan menjadi verba berafiks dan verba tidak berafiks. Dilihat dari segi fungsi verba memiliki fungsi utama sebagai predikat dalam kalimat atau klausa (Alwi, 1998:87). Verba di samping itu mempunyai fungsi sebagai atribut. Misalnya: Ia akan mendaftar ujian terbuka, verba mendaftar sebagai inti sedangkan kata terbuka berfungsi sebagai atribut terhadap nomina ujian.
Frasa verbal memiliki unsur pusat verba atau frasa verbal. Dilihat dari strukturnya frasa verbal terdiri atas verba inti dan kata lain yang bertindak sebagai penambah arti verba.
Frasa verbal bersifat atributif jika terdiri dari unsur pusat verba dan atribut yang ditempatkan di muka atau belakang verba inti. Unsur atribut berupa: (1) verba, (2) ajektiva, (3) konjungsional, dan (4) modal dan aspek.

1.      Unsur pusat V + atribut V
Struktur frasa verbal yang mempunyai unsure pusat verba dan atribut verba ditemukan pada contoh berikut :
(24)     Setelah bangun mereka merasa kerasan atau betah tinggal disitu dan tidak bisa pulang lalu mereka berpamitan kepada keluarganya untuk kembali ke tempat itu.
(25)     Setelah kembali dari gunung Pucangan Surontanu kembali menemui Kebo Kicak dan menantangnya.
(26)     Berdasarkan kepercayaan sumur windu itu diyakini bisa digunakan sebagai pertolongan atau sebagai obat, siapa yang sakit atau terkena musibah bisa mengambil air di sumur itu untuk diminum dan bisa sembuh, orang yang meminum air itu tidak dari orang yang berada di desa itu saja tetapi dari daerah yang lain yaitu orang yang sakit dan mendapat mimpi atau ilham dari dewa yang diyakininya untuk mengambil air di sumur itu karna obat sakit itu ada disana, maka orang yang mengambil ilham itu pergi ke desa Kembang Sore.
(27)  Dengan tidak diakui bahwa ayam itu bukan miliknya buaya putih berwujud manusia itu menyembelih ayam tersebut memasak dan menghidangkan setelah jam 12 tepat, sang laki-laki menyantap makanan dengan lahap hingga ia memakan kaki ayam itu lalu ia melihat ada cincin kawin di kaki ayam tersebut dengan heran ia menanyakan pada pemilik rumah. Bukankah ini cicin kawin milik istriku?
Oleh karena itu, berdasarkan contoh diatas (24) dan (27) tampak digunakan atrubut verba pada frasa verbal. Fungsi atribut verba adalah mewatasi atau menjelaskan inti kata nomina. Hal ini tampak juga pada contoh (24) frasa betah tinggal memiliki struktur didahului atribut betah dan diikuti kata tinggal sebagai inti frasa. Begitu juga dengan contoh (25) frasa kembali menemui mempunyai struktur terdiri dari unsure verba kembali sebagai atribut dan unsur menemui sebagai unsur inti.
Sedangkan pada contoh (26) s.d (27) struktur frasa verba dengan pola atribut unsur verba berada mendahului pusat yang berunsur verba. Frasa bisa digunakan (26) terdiri dari dua unsur bisa sebagai atribut dan unsur inti digunakan. Pada data (27) frasa cincin kawin terdiri dari dua unsur, yaitu cincin sebagai inti diwatasi oleh kawin sebagai atribut. Dengan demikian, struktur atribut dapat menjelaskan unsur pusat yang mempunyai posisi dapat diawal dan diakhir sehingga ada dua pola yang ditemukan, yaitu: (1) I (V) + A (V) dan (2) A (V) + I (V).

2.      Unsur pusat V + atribut Aj (ajektiva)
Struktur frasa verba yang mempunyai unsur pusat verba dan atribut ajektiva ditemukan pada contoh berikut:  
(28)  Di suatu hari ada orang yang baru menikah (penganten anyar) perempuan (mbah nganten) dan mas nganten pria
(29)  Mereka berjalan bertiga mengembara dan untuk mencari kayu di hutan, kemudian dalam perjalanan itu mereka merasa lelah kemudian menemukan sebuah dataran tinggi dan di tempat itu ternyata terdapat sendhang kecil yang airnya sangat jernih, karena mereka merasa haus setelah mengadakan perjalanan yang panjang sehingga mengambil air itu dan meminumnya 
(30)  Setelah patah kemudian putri Cempa membawanya ke tukang emas itu bahkan setelah perhiasan itu diperbaiki dan sudah jadi kemudian dibawa pulang oleh putri Cempa namun dalam perjalanan pulang ketika sampai di pintu masuk desa itu putri Cempa mematahkan kembali perhiasan yang telah jadi tadi karena perasaan cinta kepada orang yang memperbaiki emas tadi
(31)  Seiring dengan waktu Wandan Manguri tumbuh dewasa menjadi gadis cantik dan karena kecantikannya itu Wandan Manguri cepat tersohor
(32)  Ia baru sadar bahwa dulu pernah memberikan Aji Ponco kepada Kebo Kicak tidak akan terkalahkan olehnya. Surontanu pergi ke gunung Pucangan untuk menemui gurunya Ki Gede Kates.
Jika kita memerhatikan pada contoh (28) sampai dengan (32) adalah contoh penggunaan frasa verbal  dengan unsur pusat verba dan atribut adjektiva. Hal ini tampak pada penggunaan data (28) frasa baru menikah memiliki susunan unsur atribut adjektiva baru mendahului unsur inti verba menikah dengan struktur A(Aj)+I (V).
Hal ini berbeda dengan contoh (29) frasa perjalanan yang panjang memiliki struktur terdiri dari dua unsur, yaitu unsur pusat kata perjalanan dan atribut kata panjang. Antara unsur pusat dan atribut dirangkaikan dengan kata penghubung yang. Sehubungan dengan kaidah penyambungan bahwa antara verba induk dan atribut non verbal dapat bersifat rapat sehingga konstituen perangkai tidak diperlukan sedangkan bila penyambungan tersebut tidak begitu rapat maka konstituen perangkai dipakai secara opsional.
Pada contoh (29) pemakaian frasa perjalanan yang panjang menggunakan perangkai yang bersifat opsional karena tanpa menggunakan perangkai yang struktur frasa sudah berterima. Dengan demikian, fungsi atribut adjektiva adalah menjelaskan inti verba.
Pada contoh (30) sampai dengan (32) frasa perasaan cinta memiliki struktur kata perasaan sebagai induk yang diikuti oleh kata cinta sebagai atribut yang mempunyai fungsi menjelaskan unsur pusat kata perasaan. Pada data (31) frasa cepat tersohor merupakan frasa dengan pola atribut mendahului unsur pusat verba. Begitu juga dengan pemakaian frasa baru sadar  memiliki struktur unsur pusat frasa verbal adalah kata sadar dengan atribut ajektiva kata baru. Dengan demikian, ada dua pola untuk unsur pusat V atribut ajektiva, yaitu:
A(Aj)+I(V) dan I(V)+A(Aj.)

3.      Unsur pusat V + atribut frasa konjungsional
Struktur frasa verbal yang mempunyai unsur pusat verba dan atribut frasa konjungsional ditemukan pada contoh berikut:
(33)  Sumur Windu berbeda dengan sumur-sumur seperti biasanya karena sumur Windu itu bagian bawahnya berbentuk persegi empat, dan terdapat keanehan pada sumur itu karena sumur itu tidak bisa ditutup dengan tanah atau dengan apa saja, meskipun sudah ditutup sumur itu tetap berlubang dan meskipun ditanami apa saja bisa tumbuh dengan subur serta di dalamnya terdapat benda logam berharga (emas), kalaupun benda berharga itu telah diambil orang maka di dalam sumur itu tetap ada benda berharga tersebut.
Pada contoh (33) tampak penggunaan frasa tumbuh dengan subur terdiri dari unsur verba tumbuh sebagai inti yang diikuti dengan frasa dengan subur sebagai atribut frasa konjungsional. Sebagai unsur inti atribut verba kata tumbuh dirangkaikan dengan atribut frasa konjungsional dengan subur. Dengan demikian, struktur frasa verba dengan unsur pusat verba dengan atribut konjungsi dapat dibuat pola struktur: I(V)+A (frasa konjungsional) yang artinya Induk verba diikuti atribut berupa frasa konjungsional. Hasil penelitian hanya ditemukan satu data dengan unsur pusat V + atribut frasa konjungsional.


4.      Unsur pusat verba + atribut model/aspek
Atribut berada di depan verba inti dinamakan atribut depan sedangkan atribut yang berada di belakang dinamakan atribut belakang. Atribut depan verba terdiri 3 kelompok, yaitu: (1) verba bantu, (2) modal/aspek, dan (3) pengingkar. Hal ini seperti dijelaskan oleh Alwi (1998:158) bahwa frasa verbal yang indosentrik atributif terdiri dari inti veerba dan pewatas (modifier) yang ditempatkan dimuka atau dibelakang verba inti. Pewatas yang ada didepan dinamakan pewatas depan sedangkan yang ada dibelakang dinamakan pewatas belakang.
Salah satu kata yang dapat berfungsi sebagai atribut depan adalah: akan, harus, dapat, bisa, boleh suka, ingin, dan mau. Dilihat dari urutan penggunaan atribut depan bersifat konsisten, misalnya akan selalu mendahului yang lain, kata harus mendahului dapat (bisa), boleh, suka, ingin, dan mau. Urutan atribut seperti pada tabel 3.1 berikut:
Verba bantu
1
2
3
akan
harus
Dapat
Bisa
Boleh
Suka
Ingin
mau

Table 3.1 Urutan Atribut Verba
pada tabel 3.1 tampak adanya urutan atribut verba yang bersifat konsisten. Kata akan berada di kolom (1) mendahului kata yang berada di kolom (2) kata harus atau kolom (3) kata dapat, bisa, boleh, suka, ingin, dan mau. Begitu juga kata harus yang berada di kolom (2) mendahului kata-kata yang berada di kolom (3). Penggunaan atribut depan yang berfungsi sebagai verba bantu hal ini sebagai berikut:
(34)  Berdasarkan kepercayaan juga bahwa siapa saja yang berasal dari Kembang Sore lalu berbuat kesalahan atau sampai mencemarkan nama desa Kembang Sore maka akan mendapat balasan atau bendhu dari pihak lain, dan barang siapa berbuat keonaran di desa itu maka akan celaka.
(35)  Beliau harus memberitahukan kepada mbah Pranggang bahwa raja Brawijaya mempunyai selir yang bernama Wandan Kuning karena mbah Pranggang dianggap sebagai orang yang bijaksana maka prabu Brawijaya menyerahkan selirnya Wandan Kuning kepada mbah Pranggang dengan harapan selirnya dirawat sebagaimana mestinya.
(36)  Seorang pemuda di desa lain yang bernama Joko Kapringan atau Sodo Diring bermain ke Dapur Kejambon. Kebetulan dia mengenal mbah Pranggang sehingga iapun dapat mengenal Wandan Manguri namun Sodo Diring tidak berani mengungkapkan perasaannya itu kepada mbah Pranggang juga kepada Wandan Manguri.
(37)  Dia akan harus dapat memperdalam ilmu kanuraga. Dia sering berburu dihutan-hutan. Setibanya di Dapur Kejambon dia mengenal mbah Pranggang sekaligus Wandan Manguri.
(38)  Kyai Mochtar mendesak Kebo Kicak agar mau pulang dengan mengatakan “Kamu harus pulang karena kamu demang.
(39)  Akhirnya Kyai MOchtar menyuruh utusan akan mengikat Kebo Kicak yang kemudian ditarik oleh 4 ekor kuda ke Banyuarang dan Kyai Mochtar menjelaskan bahwa itulah satu-satunya obat bisa menyembuhkan Kebo Kicak maka Kebo Kicak mau saja.
Berdasarkan contoh (35) dan (39) tampak fungsi atributif dengan pemakaian atribut verba akan yang berada di depan inti kata mendapat (35). Begitu juga pada data (39) frasa akan mengikat dengan atribut akan berada di depan inti. Fungsi atribut akan yang berada di depan seperti dikatakan oleh Alwi (1998:158) berfungsi sebagai pewatas di depan verba inti.
Seperti dijelaskan pada tabel 3.1 bahwa urutan atribut verba berada diurutan pertama sebelum verba inti sehingga jika dibuat pola adalah: A {verba bantu (akan)} + I(V).
Coba kita lihat pada contoh sebagai berikut (36) pemakaian frasa harus memberitahukan memiliki perilaku berbeda dengan contoh (35) dalam hal urutan pemakaian verba bantu dalam frasa. Sama dalam fungsi sebagai verba bantu pada contoh (36) dan (38) digunakan atribut harus sebagai pewatas sebelum inti kata memberitahukan. Sebagai atribut di depan inti frasa kata memberitahukan maka fungsi verba bantu adalah untuk penjelas inti kata. Begitu juga pada frasa (38) harus pulang memiliki unsur atribut verba harus dan inti kata pulang yang berkategori verba. Dengan demikian, jika dibuat pola adalah: A {V bantu (harus)} + I(V).
Sedangkan pada contoh (37) frasa dapat mengenal merupakan penggunaan frasa dengan atribut verba di depan inti verba. Frasa dapat mengenal terdiri dari dua unsur, yaitu atribut kata dapat dan unsur inti kata mengenal. Sesuai bagan urutan atribut verba maka atribut dapat menempati urutan kata ketiga setelah urutan atribut kata akan dan dapat. Dengan demikian, jika dipolakan adalah: A {verba (dapat)} +I(V).
Pada contoh (38) sebagai verba bantu digunakan kata dapat sebagai atribut yang mendahului inti kata mengenal dalam frasa verbal. Selain digunakan salah satu atribut pada contoh (38) juga dijumpai pemakaian ketiga verba bantu secara bersama-sama. Ketiga verba bantu akan, harus, dapat digunakan sebagai atribut mendahului inti kata memperdalam.
Selain verba bantu pada frasa verbal ditemukan adanya kelompok kata lain yang disebut aspek. Comrie mendefinisikan aspek sebagai cara berbeda dalam memandang konstituenti temporal suatu situasi. Situasi digunakan sebagai istilah umum yang dapat mengacu kepada keadaan (state), peristiwa (event), dan proses (proces) (Comrie, 1981:3). Menurut Samsuri (1983:252) bahasa-bahasa bukan fleksi seperti bahasa Indonesia tidak menggunakan perubahan morfologi untuk menyatakan aspek, melainkan partikel-partikel yang menunjukkan keadaan, peristiwa, atau perbuatan. Dalam bahasa Indonesia partikel yang menyatakan aspek adalah: telah, tengah, sudah, sedang, dan lagi. Dalam hal ini aspek bertindak sebagai atribut di depan verba yang bergabung dengan verba bantu seperti pada tabel 3.2 berikut:


Aspek
Sudah


Inti
Sedang
Telah
Tengah
lagi

Tabel 3.2 Urutan Aspek
Berdasarkan tabel 3.2 ditunjukkan adanya urutan atributif verba. Menurut Alwi (1998:157) ada kelompok kata lain dinamakan aspek yang bertindak sebagai pewatas di depan verba dan dapat bergabung dengan verba bantu. Kelompok aspek terdiri dari dua kata, yaitu sudah dan sedang. Kata telah, tengah, dan lagi dianggap varian stilistis dari kata sudah dan sedang. Penggunaan atribut verba tampak pada contoh berikut:
(40)  Siapa yang membimbing masyarakat kata Kyai mochtar? Dan ketika Kebo Kicak sudah pulang maka digantikan oleh anak perempuannya yang bernama Wandan Wangi hasil pernikahannya dengan Wandan Manguri.
(41)  Karena Kebo Kicak selaku Demang di Dapur Kejambon maka semua orang tengah mencarikan obatnya, tapi obat apapun tidak harus menyembuhkannya sehingga pada akhirnya anggota keluarga memintakan obat ke Banyuarang kepada Kyai Mochtar.
(42)  Dapur Kejambon lagi terkena wabah dan Kebo Kicak jatuh sakit.
Berdasarkan pada contoh (40) sampai dengan (42) tampak adanya beberapa penggunaan aspek yang berada sebelum inti. Sedangkan pada contoh (40) frasa sudah pulang terdiri dari dua unsur kata sudah yang memiliki fungsi sebagai atribut sedangkan kata pulang berfungsi sebagai inti frasa verbal. Sebagai inti frasa kata pulang didahului atribut depan yang dinamakan aspek. Begitu juga pada contoh (41) frasa tengah mencarikan memiliki struktur: tengah (aspek) + mencarikan (verba) dengan fungsi kata tengah sebagai atribut dan kata mencarikan sebagai inti frasa verbal. Hal ini ditemukan juga pada contoh (42) frasa lagi terkena mempunyai struktur: lagi (aspek) + terkena (verba) dengan fungsi kata lagi sebagai atribut sedangkan kata terkena sebagai inti frasa verbal.
Dalam kajian ini ditemukan adanya kombinasi antara pewatas verba bantu ddengan aspek yang berperan sebagai pewatas depan dan pewatas belakang. Hal ini tampak dalam data sebagai berikut:
(43)  Utusan datang lagi ke Kyai Mochtar akan meminta lagi dan kyai Mochtar meminta utusan itu untuk membawa Kebo Kicak ke Banyuarang tetapi dijawab oleh utusan bahwa Kebo Kicak tidak mungkin dibawa karena untuk digerakkan saja sudah merasa kesakitan.
Misalnya pada contoh (43) tampak bahwa ada dua kombinasi atribut yang digunakan sekaligus dengan struktur mendahului inti dan mengikuti inti. Dilihat dari fungsinya kata akan sebagai atribut awal diikuti verba inti kata meminta dan diikuti dengan kata kembali yang berfungsi sebagai atribut dalam hal ini berperan sebagai aspek. Dengan demikian, pada contoh (43) ditemukan kombinasi pemakaian atribut sehingga apabila dibuat pola struktur yaitu: A1 (akan) I(V) + A2 (lagi).
(44)  Dia akan harus dapat memperdalam ilmu kanuraga. Dia sering berburu di hutan-hutan.
Sedangkan pada contoh (44) sampai dengan (48) tampak digunakan frasa atributif pada frasa verbal. Dan pada contoh (44) frasa akan harus dapat memperdalam terdiri dari tiga unsur yang digunakan berurutan, yaitu akan, harus, dan dapat. Fungsi ketiga kata sebagai atribut yang mendahului verba inti memperdalam. Sesuai dengan urutan atribut verba ketiga kata yang berfungsi sebagai atribut digunakan secara berurutan sehingga jika dibuat pola struktur: A1 + A2 + A3 + I(V).
Berbeda dengan pemakaian frasa verbal pada data berikut:
(45)  Di Gresik nama Ditotruno adalah rujuk dan nama Ditotruno itu sendiri. Ia harus dapat mengelabuhi setelah ia berada di Ngoro, bahkan menjadi tangan kanan Coolen tetapi lama kelamaan Coolen menjadi ragu dan merasa tersaingi oleh kesaktian Ditotruno.
(46)  Masyarakat mulai berpikir untuk membangun desa atau pindah ke tempat yang lebih baik tapi tak semudah itu karena harus berjuang untuk merapatkan tempat itu akhirnya perjuangan itu dimenangkan oleh orang-orang.
(47)  Keadaan ini banyak membuat orang berpikir dua kali untuk melewati daerah ini meski harus memenuhi keperluan tertentu yang terkadang tidak bisa ditinggalkan.
(48)  Tetapi karena didorong hasrat yang kuat dari sepasang pengantin tersebut, pengantin pria merasa ia harus secepatnya ia harus memberitahukan orang tuanya di Kutaraja Majapahit (sekarang Trowulan) bahwa ia sekarang sudah menikah, karena pernikahan itu dilewati dengan tanpa terlebih dulu memberitahukan apalagi meminta izin kepada orang tua pengantin pria; Guna Sentika.
Hal ini berbeda dengan contoh (45) frasa harus dapat mengelabuhi didahului terdiri dari tiga struktur yaitu verba bantu harus dan dapat. Fungsi utama unsur inti verba kata mengelabuhi dan kata harus dapat berfungsi sebagai atribut. Struktur atributif frasa verbal jika dibuat dengan dua atribut yang mendahului inti adalah: A1 (harus) + A2 (dapat) + I(V).
Pada contoh (46) dan (47) frasa harus berjuang dan frasa harus memenuhi merupakan frasa yang sama-sama terdiri dari dua unsur, yaitu atribut dan inti verba. Pada frasa harus berjuang, kata harus berfungsi sebagai atribut dari inti kata berjuang. Begitu juga pada frasa harus memnuhi kata harus berfungsi sebagai atribut dari kata memenuhi yang berfungsi sebagai inti frasa.
Selain verba bantu dan aspek ada kelompok ketiga yang bertindak sebagai pewatas depan verba yang disebut dengan kelompok pengingkar yang terdiri dari kata tidak dan belum. Hal ini dikatakan oleh Hasan Alwi (1998:160) bahwa kaidah pengingkar mengingkarkan kata yang berada berdiri dibelakangnya dan tidak di depannya. Hal ini seperti pada tabel berikut:


Pengingkar
Tidak

Inti
Belum

Tabel 3.3 Urutan Pengingkar
Berdasarkan tabel 3.3 tampak adanya urutan pengingkar kata tidak dan belum sebagai atributif berada sebelum inti. Hal ini digunakan pada data berikut:
(49)  Pada pagi harinya menjelang subuh Liring Kuning keluar berjalan-jalan karena mengantuk secara tidak sengaja telah menginjak jejak kaki kerbau dan akhirnya terjatuh.
(50)  Karena Kebo Kicak selaku Demang di Dapur Kejambon maka semua orang tengah mencarikan obatnya, tapi obat apapun tidak harus menyembuhkannya sehingga pada akhirnya anggota keluarga memintakan obat ke Banyuarang kepada Kyai Mochtar.
(51)  Dan ternyata setelah sembuh. Meskipun telah jatuh Kebo Kicak harus tidak jera dan diapun menyerang kembali pondok Banyuarang untuk kedua kalinya Kebo Kicak menang.
(52)  Setelah berguru dengan Surontanu Liring Kuning diberi ilmu Kanuragan yang disebut dengan Aji Ponco Suryo. Ilmu ini intinya jika manusia yang memiliki tidak dapat mati diluar garis sebelum waktunya.
Ada beberapa alternatif penggunaan atribut verba dalam bentuk pengingkar yang ditemukan pada contoh (49) sampai dengan (52). Berdasarkan contoh (49) unsur tidak yang berada di depan verba berfungsi sebagai atribut dari kata sengaja yang berfungsi sebagai inti frasa verbal. Sebagai fungsi mengingkarkan maka fungsi atribut berada sebelum inti frasa verbal sehingga jika dibuat pola struktur: A (pengingkar) + (verba). Hal ini berbeda dengan contoh (50) frasa tidak harus menyembuhkan terdiri dari tiga unsur, yaitu kata tidak sebagai pengingkar kata harus sebagai aspek dan kata menyembuhkan sebagai inti frasa verbal. Sesuai dengan fungsinya kata tidak berfungsi sebagai atribut pengingkar sedangkan harus merupakan atribut kedua verbal dan kata menyembuhkannya yang berfungsi sebagai inti verbal. Pada contoh (50) tampak penggunaan dua atribut yang berupa pengingkar dan diikuti verba bantu harus diikuti inti verba sehingga jika dibuat pola struktur: A1 (pengingkar) + A2 (V bantu) + I(V). Pada contoh (51) harus tidak jera dikenai ingkar oleh kata tidak sedangkan yang dikenai ingkar kata jera. Pada data ini tampak adanya dua kombinasi atribut yang digunakan sebelum verba inti jika dibuat pola struktur: A1 (pengingkar) + A2 (verba bantu) + I(V). Dan pada contoh (62) frasa tidak dapat mati memiliki pola struktur: A1 (pengingkar) + A2 (V. bantu) + I(V).
Atribut pengingkar tidak dapat diletakkan dimana saja di antara verba bantu, aspek, atau di antara verba bantu dan aspek. Hal ini tampak pada data berikut:
(53)  Ia pun baru sadar bahwa dulu pernah memberikan Aji Ponco kepada Kebo Kicak tidak akan terkalahkan olehnya. Surontanu pergi ke gunung Pucangan untuk menemui gurunya Ki Gede Kates.
(54)  Ki Gede Kates menjelaskan kepada Surontanu bahwa Kebo Kicak tidak akan terbunuh jika antara kepala dan badan tidak dipisahkan.
(55)  Sedang beberapa jam kemudian sang laki-laki (mas Nganten) mencari pinggiran sungai setelah tidak akan menemukan kemudian mencari di rumah-rumah tangga hingga sampailah ke rumah buaya putih berwujud manusia menanyakan dimana keberadaan istrinya. Sang laki-laki dipersilahkan masuk dan duduk.
(56)   Tapi apa lacur, jawaban Ki Buyut Raga Jiwa justru hanya menaikkan adrenalin. Menurut Ki Buyut Raga Jiwa justru Ki Gedong yang tidak mampu menata wilayah tersebut sehingga sekarang ditimpa pageblug itu karena Ki Gedong yang haus akan kekuasaan dengan punya niatan untuk memperluas wilayahnya dan akan mencaplok batas-batas desa Jogoroto.
Berdasarkan contoh diatas (53) sampai dengan (56) tampak bahwa atribut pengingkar tidak diikuti atribut lain sebelum inti. Hal ini tampak pada contoh (53) frasa tidak akan terkalahkan merupakan frasa verbal yang memiliki dua fungsi sebagai atribut, yaitu kata tidak dan diikuti kata akan. Begitu juga pada contoh (54) frasa verbal tidak akan terbunuh memiliki fungsi sebagai atribut pertama kata tidak dan atribut kata kedua, yaitu kata akan yang mendahului kata terbunuh yang mempunyai fungsi sebagai inti verbal.
Fungsi dua atribut sebelum inti, yaitu tidak dan akan jika dibuat pola struktur adalah: A1 (tidak) + A2 (akan) + I(V). Hal ini berlaku juga pada contoh (55) frasa tidak akan menemukan merupakan frasa verbal yang terdiri dari unsur atribut dan inti. Berdasarkan fungsinya maka kata tidak dan akan berfungsi sebagai atribut pertama dan kedua dari inti kata menemukan yang berfungsi sebagai inti frasa verbal. Dan pada contoh (56) frasa tidak mampu menata merupakan frasa verbal dengan unsur kata mampu yang berfungsi sebagai inti frasa sedangkan fungsi kata tidak dan menata keduanya sebagai atribut. Kata tidak merupakan atribut pengingkar dari frasa mampu menata dengan fungsi menata sebagai atribut dari inti frasa verbal.

D.    Fungsi Atribut Frasa Ajektival Bahasa Indonesia
Frasa ajektival memiliki unsur inti ajektiva. Dilihat dari strukturnya frasa ajektival terdiri atas unsur inti ajektiva dan atribut. Ajektiva yang berfungsi atributif adalah ajektiva yang member keterangan terhadap nomina dalam frasa nominal.
Secara semantik ada dua tipe pokok ajektiva, yaitu ajektiva bertaraf yang mengungkapkan suatu kualitas dan ajektiva tidak bertaraf yang mengungkapkan keanggotaan dalam suatu golongan. Pembedaan ajektiva bertaraf dan ajektiva tidak bertaraf berkaitan dengan kemungkinan tidaknya ajektiva itu menyatakan berbagai tingkat kualitas dan berbagai tingkat bandingan.

1.      Frasa Ajektival Bertaraf
pada frasa ajektival bertaraf dapat dibagi atas: (1) pemeri sifat, (2) ukuran, (3) warna, (4) waktu, (5) jarak, (6) sikap batin, (7) cerapan. Struktur atributif frasa ajektival bertaraf dalam bahasa Indonesia tampak seperti pada data berikut:
(57)  Pada zaman dahulu kala di sebuah hutan di sebelah barat daya Mojowarno tepatnya sekarang di daerah kecamatan Mojowarno dan sekitarnya masih berupa hutan lebat.
(58)  Mereka berjalan bertiga mengembara dan untuk mencari kayu di hutan, kemudian dalam perjalanan itu mereka merasa lelah kemudian menemukan sebuah dataran tinggi dan di tempat itu ternyata terdapat sendhang kecil yang airnya sangat jernih, karena mereka merasa haus setelah mengadakan perjalanan yang panjang sehingga mengambil air itu dan meminumnya.
(59)  Orang yang melakukan segala sesuatu di desa Kembang Sore kalau dilakukan dengan rasa sombong maka orang itu akan rendah derajatnya, sebab terkena sumpahnya pendiri desa Kembang Sore.
Dalam hal ini bisa dilihat pada contoh (56) sampai dengan (58) adalah pemakaian data ajektiva bertaraf kualitas. Hal ini tampak pula pada contoh (56) frasa hutan lebat merupakan ajektiva ukuran karena menunjukkan ukuran. Kata lebat mengacu pada kualitas yang dapat diukur dengan ukuran. Frasa hutan lebat terdiri dari dua unsur yang mempunyai fungsi hutan sebagai inti frasa dan lebat berfungsi sebagai atribut.
Begitu juga pada contoh (57) frasa sendhang kecil merupakan ajektiva ukuran terdiri dari dua unsur kata sendhang yang berfungsi sebagai inti frasa ajektival dan kata kecil berfungsi sebagai atribut dari inti frasa sendhang kecil.
Berbeda dengan contoh (58) frasa rasa sombong merupakan frasa ajektival yang menyatakan sikap batin karena berkaitan dengan pengacuan suasana hati atau perasaan. Frasa (58) terdiri dari dua kata, yaitu rasa yang berfungsi sebagai inti frasa dan kata sombong yang berfungsi sebagai atribut. Dengan demikian, pola dihasilkan oleh adalah: IA/Induk + Atribut dan AI/Atribut + Induk.
Dilihat dari segi pemakaian ajektiva dapat menjadi ciri tingkat perbandingan. Menurut Quirk et.al. (1989:706) disebutkan bahwa hanya ada dua tingkat perbandingan dalam ajektiva, yaitu komparatif dan superlative. Lebih lanjut Quirk menyatakan bahwa tingkat perbandingan yang paling jelas digunakan dalam ajektiva dan adverb dalam bentuk fleksi dan perifrastis. Berbeda dengan pendapat Alwi (1999:180) dikatakan bahwa dalam ajektiva dikenal adanya pertarafan ajektiva. Ajektiva bertaraf dapat menunjukkan berbagai tingkat kualitas atau intensitas. Hal ni tampak seperti bagan berikut:


 


                      





Tingkat Positif
Tingkat Intensif
Tingkat Elatif
Tingkat Eksesif
Tingkat Augmentatif
Tingkat  Atenuatif
 

Tingkat Ekuatif
Tingkat Komparatif
Tingkat Superlatif
 
 
Bagan 3.1 Tingkat Perbandingan
                                                                        Ajektiva                                                                      

Menurut pendapat Keraf (1991) dan Quirk (1989) bahwa struktur atributif frasa ajektival secara khusus dapat ditempatkan dalam tingkat perbandingan (gradus comparationis)dengan tujuan untuk membandingkan suatu keadaan dengan keadaan lain atau membandingkan suatu nomina dengan nomina lain. Perbandingan itu dapat dilakukan dengan: a) tingkat biasa (gradus positivus), tingkat lebih (gradus comparativus) dan tingkat paling (gradus superlativus), dan tingkat elatif.
Dalam cerita naratif ditemukan penggunaan frasa ajektival yang menggambarkan tingkat positif yang dinyatakan dengan atribut kata tidak atau tak. Hal ini ditemukan pada data berikut:
(60)  Orang Jawa biasanya tidak berani mengucapkan kata yang mengandung arti yang berbahayayang ditakuti seperti harimau dinamakan Kiaine, ular disebut oyot dan sebagainya.
(61)  Kebetulan dia mengenal mbah Pranggang sehingga ia pun dapat mengenal Wandan Manguri namun Sodo Diring tidak sombong mengungkapkan perasaannya tiu kepada mbah Pranggang juga kepada Wandan Manguri.
(62)  Hal ini membuat hati Ki Gedong merasa tidak enak karena tetaplah Ki Buyut Raga Jiwa adalah saudaranya yang nota bene lebih tua, tapi itu dapat diluruskan kakaknya tersebut sehingga pada akhirnya hubungan mereka kembali membaik.
Berdasarkan pada contoh (60) sampai dengan (62) tampak penggunaan beberapa penggunaan frasa ajektival. Pada contoh (60) frasa tidak berani dan (61) frasa tidak sombong didahului oleh adanya atribut tidak sebelum inti kata berani dan sombong pada frasa ajektival. Begitu juga frasa tidak sombong diwatasi oleh tidak sebelum inti sombong. Frasa ajektival pada kedua frasa menyatakan tingkat positif atau menyatakan sikap batin bertalian dengan suasana hati atau perasaan. Fungsi kata tidak sebagai atribut dari inti ajektiva. Begitu juga dengan contoh (62) frasa tidak sombong terdiri dari dua unsur, yaitu kata tidak yang berfungsi sebagai atribut dari kata sombong sebagai inti frasa ajektival.
Penggunaan atribut tak frasa ajektival tampak ditemukan pada contoh berikut:
(63)  Utusan datang lagi ke Kyai Mochtar akan meminta lagi dan Kyai Mochtar meminta utusan itu untuk membawa Kebo Kicak ke Banyuarang tetapi dijawab oleh utusan bahwa Kebo Kicak tak mungkin dibawa karena untuk digerakkan saja sudah merasa kesakitan.
(64)  Karena merasa tak lama bertemu dengan gurunya Surontanu maka pada suatu ketika Kebo Kicak datang bersilaturahmi ke gurunya Surontanu lagi.
Berdasarkan contoh (63) sampai dengan (64) tampak digunakan tak sebagai atribut fungsi tak pada frasa tak mungkin sebagai atribut dari inti ajektival. Begitu juga dengan contoh (64) frasa tak lama terdiri dari dua unsur yaitu unsur atribut dan inti. Fungsi tak sebagai atribut dari inti kata pada frasa nominal. Dengan demikian, penggunaan frasa ajektival pada contoh (60) sampai dengan (64) dinyatakan dengan struktur: A (tak) + I (Aj). Yang menyatakan tingkat kualitas ajektiva.
Pada tingkat intensif frasa ajektival menekankan kadar kualitas atau intensitas yang dinyatakan dengan menggunakan atribut benar, betul, dan sungguh. Hal ini terdapat dalam contoh berikut:
(65)  Makam mbah Sam ada di tengah-tengah desa itu, barang siapa yang mengukur makam itu dengan jari (kilan) kalau pengukuran pertama sampai dapat lima kilan, pengukuran kedua dapat enam kilan, pengukuran ketiga dapat tujuh kilan dan pengukuran keempat kalau dapat delapan kilan maka akan terlampau mulya derajatnya benar, kalau telah mengukur keempat dan tidak sampai dapat tujuh kilan maka akan rendah derajatnya.
(66)  Tetapi bunga mawar itu kalau pagi warnanya putih sedangkan kalau sudah malam warnanya berganti menjadi merah sedangkan bunga melati kalau ada hujan maka harum betul baunya.
Saat ini bisa dilihat pada contoh (65) tampak digunakan frasa mulya derajatnya benar yang terdiri dari dua atribut yang digunakan secara bersama-sama, yaitu mulya (A) yang berada di awal  dan benar (A) di akhir. Fungsi kata mulya dan benar sebagai atribut di awal yang mengapit kata derajat sebagai inti frasa ajektival. Dengan demikian, jika dibuat pola dengan struktur: A+I (Ajektiva) + A. dengan kata lain, pada contoh (65) tampak adanya atribut terbagi.
Pada contoh (66) tampak digunakan frasa harum betul dengan struktur yang terdiri dari dua kata. Fungsi kata betul yang berada di belakang ajektiva merupakan atribut dari kata harum sebagai inti frasa ajektival. Dengan demikian, penggunaan frasa (65) dan (66) merupakan frasa ajektival yang berada pada tingkat intensif dengan penanda digunakan benar dan betul sebagai atribut. Pola yang dihasilkan pada struktur atributif terlihat pada contoh (65) da (66), yaitu: A (tidak/tak) + I(Aj.).
Dalam frasa ajektival yang menggambarkan tingkat elatif digunakan atribut sangat, amat, dan sekali yang diletakkan sebelum atau sesudah inti kata. Hal ini tampak pada data berikut:
(67)  Pada zaman dahulu kala di sebuah desa di sebelah barat daya Mojopahit tepatnya sekarang di daerah kecamatan Mojowarno dan sekitarnya masih berupa hutan lebat dan hutan itu merupakan sebuah dataran tinggi yang orang dulu menyebutnya dengan puthuk dan di puthuk itu terdapat sendang (telaga) kecil yang airnya sangat jernih.
(68)  Ketika meminum air itu mereka bertiga merasa air itu sangat segar sekali lalu kemudian mereka tertidur.
(69)  Hutan itu sangat jauh Ditotruno buka adalah hutan kracil yang letaknya dari Ngoro lebih kurang 17 k.
(70)  Orang amat sangat percaya bahwa setiap desa di Jawa memiliki “dhanyang yang membaureksa” yaitu “rokh-rokh” dipandang dapat melindungi desa dari bahaya.
Dalam contoh diatas yaitu (67) sampai dengan (70) tampak beragam penggunaan fungsi atributif frasa ajektival yang menyatakan tingkat elatif. Dan pada contoh (67) tampak adanya pemakaian frasa sangat jernih sebagai atribut ajektiva dengan struktur jernih sebagai induk sedangkan sangat sebagai atribut. Begitu juga pada contoh (68) frasa sangat segar sekali sebagai atribut ajektiva dengan struktur segar sebagai induk yang diapit oleh dua atribut, yaitu sangat dan sekali. Dengan demikian, struktur atributif yang terdapat pada contoh (67) dan (68) jika dibuat pola adalah A + I (Ajektiva).
Berbeda dengan contoh (69) frasa sangat jauh mengalami perpanjangan dalam hal pengucapan fonem. Fonem /ua/ seharusnya cukup diucapkan dengan /a/. perubahan dalam pemanjangan fonem membuat perubahan makna dalam hal tingkat perbandingan ajektiv a. dengan pemanjangan fonem akan mengubah tingkatan dari tingkat positif menjadi tingkat elatif. Dengan demikian, adanya pemanjangan fonemdalam frasa ajektival akan mengubah makna dan mengubah jenis tingkat ajektiva. Hal ini menunjukkan bahwa penutur terpengaruh dengan kosakata dalam bahasa Jawa, yaitu dengan cara memanjangan vocal untuk menyatakan makna sangat.
Frasa sangat jauh pada kalimat diatas merupakan perkecualian. Frasa sangat jauh berfungsi sebagai predikat bukan atributif. Ajektiva yang menjalankan fungsi predikat atau pelengkap dalam klausa dikatakan berfungsi predikatif.
(71)  Mereka berjalan bertiga mengembara dan untuk mencari kayu di hutan, kemudian dalam perjalanan itu mereka merasa lelah kemudian menemukan sebuah dataran tinggi dan di tempat itu ternyata terdapat sendhang kecil yang airnya sangat jernih, karena mereka merasa haus sekali setelah mengadakan perjalanan yang panjang sehingga mengambil air itu dan meminumnya.
(72)  Pada zaman dahulu kala di sebuah desa di sebelah barat daya Mojopahit tepatnya sekarang di daerah kecamatan Mojowarno dan sekitarnya masih berupa hutan lebat dan hutan itu merupakan sebuah dataran tinggi yang orang dulu menyebutnya puthuk dan di puthuk itu terdapat sendang (telaga) kecil yang airnya sangat jernih sekali.
Ada perbedaan penggunaan atribut dalam contoh (70) dibandingkan dengan yang terdapat pada contoh (72). Sedangkan pada contoh (70) frasa amat sangat percaya tampak adanya fungsi dua atribut yang digunakan secara berurutan dengan kombinasi penggunaan dua atribut sekaligus. A1 kata amat dan A2 kata sangat pada ajektiva berfungsi sebagai atribut inti kata percaya yang menggambarkan tingkat elatif menggambarkan kualitas atau intensitas tinggi. Dalam bahasa Indonesia didahului dengan atribut amat dan sangat.
Hal ini berbeda dengan contoh (72) digunakan dua atribut terpisah yaitu kata sangat sebagai atribut depan dan sekali sebagai atribut belakang yang mengapit inti kata ajektiva jernih. Dengan demikian, dapat dibuat adanya dua pola atribut, yaitu: 1)A1(amat)+A2(sangat)+I(Aj.) dan 2)A1(amat)+I(Aj.)+A2(sekali).
Pada masa ajektival yang menggambarkan tingkat eksesif digunakan atribut terlalu, terlampau dan kelewat yang diletakkan sebelum inti. Hal ini tampak pada data berikut:
(73)     Padahal menurut kepercayaan Jawa, sepasang pengantin yang baru menikah tidak boleh melakukan perjalanan terlalu jauh, lebih-lebih melewati hutan selama kurun waktu kurang lebih sepasar.
(74)     Jadi, meskipun berangkat dengan berbekal berat hati dari keluarganya di Kediri, sepasang pengantin baru ini nekat berangkat dengan niatan terlampau tulus bahwa mereka memang ingin nyambung balung pisah (Indonesia: bersilaturakhim).
Tingkat eksesif mengacu pada kadar kualitas atau intensitas yang berlebihan atau melampaui batas kewajaran dengan dinyatakan dengan pewatas terlalu dan terlampau. Pada data(73) dan (74) tampak fungsi atribut terlalu dan terlampau yang digunakan sebelum inti kata jauh pada frasa ajektival. Dengan demikian, jika kedua struktur dibuat pola yang menyatakan tingkat aksesif adalah: A (terlalu, terlampau)+I(Aj.).
Frasa ajektival yang menggambarkan tingkat augmentatif tidak ditemukan data penelitian. Tingkat augmentatif yaitu tingkat ajektiva yang menggambarkan naiknya atau bertambahnya tingkat kualitas atau intensitas.
Pada frasa ajektival yang menggambarkan tingkat atenuatif digunakan atribut agak atau sedikit yang diletakkan sebelum inti. Hal ini tampak pada data berikut:
(75)     Wajar saja kalau perjalanan mereka juga sedikit tersendat-sendat karena memberikan sedikit waktu lagi bagi mereka berdua untuk memadu kasih.
(76)     Tapi setelah Ki Jaga Karya agak keras dan memaparkan alasan-alasan yang masuk akal, Guna Sentika pun menerima dan segera beranjak untuk memanggil Rara Sumini yang tengah ciblon seperti layaknya bidadari Nawang WUlan yang tengah turun ke bumi.
(77)     Terdorong oleh udara bulan madu, melihat Rara Sumini yang tengah bermain-main di air dengan tubuh basah kuyub membuat jantung Guna Sentika segera berdegup agak kencang dan darahnya tersirap.
Pada tingkat atenuatif memerikan penurunan kadar kualitas atau pelemahan intensitas yang dinyatakan dengan memakai pewatas agak atau sedikit yang berstruktur atributif. Dengan digunakan kata sedikit, agak menyatakan adanya penurunan kadar kualitas atau pelemahan intensitas.
Dalam contoh (75a) dan (75b) tampak perbedaan penggunaan tingkat atenuatif. Pada contoh (75a) frasa sedikit tersendat-sendat memiliki fungsi kata sedikit sebagai atribut yang menjelaskan inti kata tersendat-sendat. Sedangkan contoh (75b) frasa sedikit waktu lagi memiliki fungsi dengan struktur atributif terbagi. Kata waktu sebagai inti diapit oleh dua atribut, yaitu: 1) A1 kata sedikit yang terletak di awal dan 2) A2 kata lagi yang berada di akhir inti frasa ajektival. Dengan demikian, ditemukan pola struktur atributif frasa ajektival tingkat atenuatif yaitu: A(sedikit, agak)+I(Aj.).

  1. Frasa Ajektival Bandingan
Pada tingkat ajektiva bandingan dalam wacana naratif ditemukan penggunaan frasa ajektival dalam tingkat komparatif. Frasa ajektival yang menggambarkan tingkat komparatif ditandai dengan penggunaan atribut kata lebih sebelum inti kata.
Pada tingkat perbandingan komparatif menerangkan bahwa keadaan nomina melebihi keadaan nomina lain. Hal ini tampak pada data berikut:
(78)     Masyarakat mulai berpikir untuk menbangun desa atau pindah ke tempat yang lebih baik tapi tak semudah itu karena harus berjuang untuk merapatkan tempat itu akhirnya perjuangan itu dimenangkan oleh orang-orang keramat.
(79)     Tapi setelah Ki Jaga Karya lebih keras dan memaparkan alasan-alasan yang masuk akal, Guna Sentika pun menerima dan segera beranjak untuk memanggil Rara Sumini yang tengah Ciblon seperti layaknya bidadari Nawang Wulan yang tengah turun ke bumi.
(80)     Di kala itu ada orang dari kerajaan Majapahit yang sakti yang konon sampai bisa mendatangkan jin, demit dan sebangsanya untuk membantu mengalahkan musuh di wilayah itu, dan musuhnya juga makhluk halus yang lebih lama tinggal di daerah atau wilayah itu.
Berdasarkan contoh pada (78), (79), dan (80) tampak adanya penggunaan penanda tingkat bandingan ajektiva menggunakan atribut lebih yang menggunakan tingkat perbandingan komparatif. Pada frasa lebih baik, lebih keras dan lebih lama dinyatakan adanya kualitas atau intensitas yang lebih atau kurang. Pada contoh (78) frasa lebih baik dengan fungsi kata lebih merupakan atribut dari inti kata baik pada frasa ajektival. Pada struktur ajektival atribut lebih mendahului inti ajektiva dengan struktur A+1 (ajektiva). Hal ini berlaku sama dengan yang ada pada contoh (79) da (80) dengan fungsi lebih sebagai atribut dari inti kata keras dan lama. Dengan demikian, pola struktur atributif tingkat komparatif, yaitu: A(lebih)+A1.
Penggunaan frasa ajektival bersifat atributif ditemukan pada tingkat perbandingan superlatif. Pada data berikut unsur yang menjadi atribut adalah adverbial perbandingan atau superlatif. Dalam hal ini ajektiva dalam frasa ajektival dapat didahului atribut paling yang berposisi di sebelah kiri (mendahului) inti seperti pada data berikut:
(81)     Beliau akan suka mamberitahukan kepada mbah Pranggang bahwa raja Brawijaya mempunyai selir yang bernama Wandan Kuning karena mbah Pranggang dianggap sebagai orang paling pandai yang bijaksana maka prabu Brawijaya menyerahkan selirnya Wandan Kuning kepada mbah Pranggang dengan harapan selirnya dirawat sebagaimana mestinya.
(82)     Semenjak Kebo Kicak sembuh di Banyuarang tidak mau pulang dan berguru kepada kyai Mochtar untuk menjadi santri. Sejak saat itu Kebo Kicak berpindah menjadi seorang Muslim yang paling taat dan oleh Kyai Mochtar diberi ilmu kanuragan sebagai bekal kehidupan sebagai umat Islam.
(83)     Semua kejadian ditanggung oleh orang-orang Kramat dengan beranak pinak suatu desa menjadi sempit pada akhirnya ingin mendirikan desa lagi di sebelah desa Tanggung Kramat tapi tempat yang harus ditempati paling banyak hewan (kreco) terpaksa harus ditimbun dengan pasir baru didirikan sebuah desa dan diberi nama Kleco.
(84)     Desa tersebut kala itu dipimpin oleh tetua kampung bernama Ki Gedong, nama sebenarnya kurang jelas, namun karena rumahnya yang paling bagus di antara penduduk yang lain maka tetua kampung tersebut dipanggil dengan sebutan Ki Gedong (dalam bahasa Jawa bermakna “gedung”, malah ada idiom ‘gedung magrong-magrong’ untuk menyebut bangunan yang mewah dan bagus).
(85)     Menurut versi yang lain, Ploso Kendal adalah memang Ploso itu nama sebatang pohon yang besar seperti pohon randu akan tetapi lebih besar dari pohon randu yang paling besar.
Pada contoh (81) sampai dengan (84) tampak penggunaan tingkat perbandingan superlatif ajektiva. Pada tingkat superlatif mengacu pada tingkat kualitas atau intensitas yang paling tinggi di antara semua acuan ajektiva yang dibandingkan. Tingkat superlatif pada data  dinyatakan dengan pamakaian atribut paling mendahului ajektiva. Pada contoh (81) frasa paling pandai terdiri dari dua unsur yaitu paling sebagai atribut dari inti kata pandai pada frasa ajektival. Pada contoh (82) s.d (84) berlaku sama dalam hal fungsi atribut yang menjelaskan inti frasa ajektival. Dengan demikian, struktur yang terdapat dalam contoh (81) s.d (84) adalah: A(paling) + I(Aj.).
Pada tingkat superlatif atributif frasa ajektival ditemukan dalam bentuk pengingkaran pada wacana naratif. Struktur atributif superlatif didahului oleh kata paling dikuti bentuk ingkar tidak dan diikuti oleh ajektiva. Hal ini dapat dijumpai pada contoh (85) dan (86) sebagai berikut:
(86)     Dialah orang yang paling tidak sombong di desa Kembang Sore.
(87)     Orang yang melakukan segala sesuatu di desa Kembang Sore adalah orang yang paling tidak sombong maka dan jika orang itu rendah derajatnya maka tidak terkena sumpah pendiri desa Kembang Sore.
Pada contoh (86) dan (87) tampak bahwa atribut kata paling yang berada pada tingkat superlatif mengacu pada kualitas yang paling tinggi di antara semua acuan ajektiva yang dibandingkan. Hal ini tampak pada contoh (86) bahwa paling berfungsi sebagai atribut pertama yang diikuti dengan bentuk ingkar tidak. Kata sombong berfungsi sebagai inti frasa ajektival dengan didahului oleh bentuk ingkar tidak. Dengan demikian, pada tingkat superlatif frasa ajektival dapat dibuat pola struktur: A1(paling)+A2(tidak)+I(Aj.).
Jika ditemukan atribut frasa ajektival lebih dari satu maka rangkaian struktur atributif frasa dihubungkan dengan kata yang. Hal ini tampak pada data berikut:
(88)     …diambil dari kata Danyangan/tepatnya Danyang sebab pedukuhan itu merupakan tempat paling angker yang menyeramkan sekali di hutan Kracil.
(89)     Makam mbah Sam ada di tengah-tengah desa itu, barang siapa yang mengukur makam itu dengan jari (kilan) kalau pengukuran pertama sampai dapat lima kilan, pengukuran kedua dapat enam kilan, pengukuran ketiga dapat tujuh kilan dan pengukuran keempat kalau dapat delapan kilan maka sangat mulya yang agung derajatnya sekali, kalau telah mengukur keempat dan tidak sampai dapat tujuh kilan maka akan rendah derajatnya.
(90)     Mbah Dewo yang mendirikan kemasan atau tukang memperbaiki (sepoh) emas, orang yang kerjanya memperbaiki emas yang ada di desa Kembang Sore sangat tampan sekali dan bahkan kalau dalam pewayangan disebut Arjuna karena tampannya melebihi 41 orang.
Pada contoh (88) tampak penggunaan dua frasa, yaitu frasa pertama (F1) paling angker + yang + (F2) menyeramkan sekali. Jika dibuat struktur: A+I(Ajektiva)+yang+I+A> Dengan kata lain, dua frasa dirangkaikan dengan penghubung yang dengan atribut (A1) paling dan (A2) sekali yang mendahului dan mengakhiri ajektiva. Mengingat atribut yang digunakan lebih dari satu maka rangkaian pewatas dapat dihubungkan dengan penghubung kata “yang”. Hal ini seperti tampak pada contoh (88) frasa paling angker yang menyeramkan sekali memiliki dua pewatas ajektiva yang terdiri dari frasa ajektival paling angker dan menyeramkan sekali yang keduanya berfungsi atributif sehingga dihubungkan dengan kata penghubung “yang”. Sedangkan dalam contoh (88) jika dibuat struktur adalah: A1+I (ajektiva)+yang+I(Ajektiva)+A2.
Begitu juga pada contoh (89) frasa sangat mulia yang agung derajatnya sekali mempunyai struktur atributif dengan pewatas sangat mendahului ajektiva mulia yang menyatakan adanya tingkat elatif sebab menggambarkan tingkat kualitas atau intensitas tinggi yang ditandai dengan penggunaan pewatas sangat dan dirangkaikan dengan frasa agung derajatnya sekali. Kedua frasa ajektiva tersebut dirangkaikan dengan pewatas yang. Dengan kata lain, ada kombinasi penggunaan dua atributif yang digunakan sekaligus dengan struktur atributif mendahului induk dirangkaikan dengan yang dan diikuti oleh atributif. Dan pada contoh (89) apabila dipolakan berstruktur: A1 (paling/sangat)+yang+I(Aj.)+A2 (sekali).
Berdasarkan temuan struktur atributif frasa ajektival dapat dibuat urutan relatif atributif frasa ajektival dalam bentuk kombinasi seperti tabel berikut:
Terlalu
Terlampau
Terlewat
Amat
Sangat
Ajektiva
Amat
Sekali
Benar
Betul
Sama sekali
Paling

Tidak
Tidak
Ajektiva
Sama sekali

Tabel 3.5 Urutan Atribut Frasa Ajektival
Berdasarkan tabel 3.5 tampak adanya urutan atribut frasa ajektival dengan posisi sebelum dan sesudah ajektiva. Ditinjau dari posisi sebelum ajektiva kata terlalu, terlampau, dan terlewat sebagai atribut mendahului ajektiva sedangkan amat sangat adalah dua atribut digunakan secara berurutan sebelum ajektiva. Kata sama sekali dan paling sebagai atribut digunakan sebelum ajektiva atau kata sama sekali dan paling dapat digunakan secara berurutan dengan kombinasi bentuk ingkar tidak.
Ditinjau dari posisi setelah ajektiva kata amat, sekali, benar, betul, dan sama sekali terletak setelah ajektiva. Dalam bentuk kombinasi kata sangat dan kata amat, benar, sekali, betul dan sama sekali dapat muncul sebagai kombinasi sebelum dan sesudah ajektiva. Begitu juga dalam bentuk ingkar kata tidak dapat berkombinasi sebelum dan sesudah ajektiva dengan kata sama sekali.

SUMBER: Sulistyowati, Heni. 2012. Mengenal Struktur Atributif Frasa Bahasa Indonesia. Malang: Madani.