Konsep Distribusi dan Arsitektur Kalimat
Beberapa definisi ...
Depdiknas (2005:588), konsep /konsép/ n adalah
1. rancangan atau buram surat dsb; 2. ide atau pengertian yang diabstrakkan
dari peristiwa konkret; 3. Ling gambaran mental dari objek, proses, atau
apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami
hal-hal lain.
Depdiknas (2005:270), distribusi adalah semua
posisi yang ditempati oleh unsur bahasa.
Depdiknas (2005:339), gatra n Ling adalah
lingkungan tertentu di dalam kalimat yang ditempati oleh suatu unsur bahasa.
Depdiknas (2005), arsitektur /arsitéktur/ n
adalah 1 seni dan ilmu merancang serta membuat konstruksi bangunan,
jembatan, dsb; 2 metode dan gaya rancangan suatu konstruksi bangunan.
Satuan-satuan bahasa
dikelompokkan berdasarkan hubungan antarsesama
satuan, berdasarkan kesamaan dan perbedaan bentuk, dan berdasarkan distribusi
antarsesama satuan.
Penentuan satu arsitektur
(bangunan atau konstruksi) kalimat pada umumnya didasarkan terdinya distribusi
sebuah bentuk atau satuan bahasa dengan bentuk atau satuan bahasa yang lain.
Konsep distribusi meliputi
penempatan di awal, di tengah, di akhir, berdampingan, berselingan, dan
berseberangan. Konsep distribusi diterapkan pada setiap tataran analisis
bahasa.
Frase atau kelompok kata
berdistribusi mengikuti salah satu unsur pembentuknya dalam sebuah klausa dan
kalimat.
Berdasarkan pengembangan dan
distribusi unsur-unsur pembentuk frase terhadap pusatnya.
Frase dibedakan dalam beberapa
arsitektur
¢
Frase nomina bahasa Indonesia dikembangkan dari
kiri ke kanan.
Misalnya: 1)
sepatu baru
1a)
sepatu yang baru
1b)
sepatu saya yang baru
2)
suami galak itu
2a)
suami yang galak itu
2b)
suami artis yang galak itu
¢
Pengembangan frase nomen dengan bilangan
berjalan ke kiri baik pada bahasa Indonesia (BI) maupun pada bahasa Inggris
(BIng).
¢
Misalnya BI:
Lima
orang anak bukan anak orang lima atau anak lima orang;
Banyak
pohon bukan pohon banyak;
Aneka
barang tambang bukan tambang barang aneka atau barang tambang aneka.
¢
Misalnya BIng:
Two
old dogs bukan dogs old two atau old dogs two;
Much
water bukan water much
¢
Bahasa Sikka (di Flores), pengembangan frase
dengan bilangan ke kanan secara konsisten.
Misalnya:
1) bia lima ‘lima orang’
(orang) (lima)
2) jarang hutu ‘empat
kuda’
(kuda) (empat)
3) manu rua ‘dua ayam’
(ayam)
(dua)
¢
Penelitian dan pendeskripsian arsitektur frase belum banyak dikaitkan dengan
fungsi-fungsi sintaktis.
¢
Konsep
distribusi dalam analisis sintaksis lebih dikenal dengan istilah perilaku
sintaktis (lihat TBBI).
¢
Perilaku sintaktis adalah distribusi unsur-unsur
kata dalam pembentukan frase dan pengembangan struktur kalimat.
¢
Konsep distribusi memegang peran yang penting
dalam analisis bahasa, siap pun linguisnya dan teori apa pun yang ia gunakan.
¢
Distribusi satuan-satuan bahasa tentu saja
berhubungan dengan makna. Makna merupakan pengertian yang diberikan kepada
suatu bentuk kebahasaan (lihat KBBI).
¢
Berbahasa adalah berkomunikasi secara manusiawi.
Jadi, untuk menyatakan keanekaragaman makna, satuan bahasa perlu didistribusikan?.
Perhatikan contoh di bawah:
Di tinggal saya kampung. (BI)
House painted student a the. (BIng)
Bagi penutur BI dan BIng, dua kalimat di atas
tidak bermakna karena tidak didukung oleh distribusi satuan bahasa yang
dilazimkan oleh mereka. Akan bermakna
jika disusun seperti saya tinggal di kampung dan a student painted
the house.
¢
Ini berarti ketatabahasaan selalu dikaitkan
dengan kebermaknaan (baca=makna) bagi pemakai bahasa. Ketatabahasaan yang tidak
dikaitkan dengan kebermaknaan bukanlah bahasa. Untuk contoh lebih lanjut
baca Parera:16-17.
¢
Salah satu fenomena bahasa yang belum banyak
disinggung dalam pembicaraan dan analisis tentang bahasa Indonesia ialah distribusi
fungsi keterangan dalam kalimat.
¢
Keterangan atau adverbia /advérbia/ n Ling
kata yang memberikan keterangan pada verba, adjektiva, nomina predikatif, atau
kalimat, misalnya sangat, lebih, tidak (KBBI).
¢
Menurut Alwi, dkk. (2003:197) dalam tataran
frase, adverbia adalah kata yang menjelaskan verba, adjektiva, atau adeverbia
lain. Perhatikan kata sangat dan selalu dalam contoh di bawah:
¢
Ia sangat mencintai ibunya.
¢
Ia selalu sedih mendengarkan lagu itu.
Adverbia dari segi bentuknya
¢
Adverbia tunggal; dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu adverbia yang berupa kata dasar, adverbia yang berupa kata
berafiks dan adverbia yang berupa kata
ulang (Alwi, dkk. 2003:199).
ADVERBIA TUNGGAL
¢
Yang berupa kata dasar hanya terdiri atas satu
kata dasar, karena jenis adverbia dasar tergolong ke dalam kelompok kata yang keanggotaannya
tertutup, maka jumlah adverbia yang berupa dasar itu tidak banyak. Berikut ini
adalah beberapa contohnya:
Baru sangat pasti
Hanya segera tentu
Lebih selalu
Hampir senantiasa
Saja paling
Adverbia yang berupa kata
berafiks
Diperoleh dengan menambahkan gabungan afiks
se-,-nya atau afiks –nya pada kata dasar.
Yang berupa penambahan gabungan afiks se-,-nya :
Sebaiknya
kita segera membayarkan pajak itu.
Sebenarnya
kami meragukan kemampuannya.
Saya
minta mereka untuk masuk kantor secepatnya.
Mereka
sesungguhnya tidak bersalah.
Yang
berupa penambahan –nya :
Agaknya
gurauan itu membuatnya marah.
Kalau
sudah begitu, biasanya ia akan menangis.
Kamu
ini pintar juga rupanya.
Rasanya
saya sudah melaporkannya kemarin.
Di dalam BI terdapat juga adverbia berafiks yang
dilihat dari segi bentuknya tidak termasuk ke dalam salah satu pola tersebut di
atas. Yang dimaksudkan adalah terlalu, terlampau, dan terkadang.
Pola ini memperlihatkan penambahan prefiks ter-
pada kata dasar, hanya berlaku untuk
ketiga adverbia tersebut. Namun, dalam konteks pemakaian tertentu kadang-kadang
digunakan teramat, yang juga merupakan adverbia.
Adverbia yang berupa kata ulang
Menurut bentuknya, adverbia yang berupa kata
ulang dapat diperinci lagi menjadi:
Pengulangan kata dasar, misalnya: diam-diam,
pelan-pelan, dan tinggi-tinggi.
engulangan kata dasar dan penambahan afiks se-
misalnya: setinggi-tinggi, sepandai-pandai, sesabar-sabar, dan segalak-galak.
Pengulangan kata dasar dan penambahan sufiks –an
misalnya: habis-habisan, mati-matian, dan gila-gilaan.
pengulangan kata dasar dan penambahan gabungan
afiks se-,-nya misalnya: setinggi-tingginya, seikhlas-ikhlasnya dan sekuat-kuatnya.
Adverbia gabungan
¢
Adverbia yang berdampingan, misalnya:
Lagi
pula rumahnya baru jadi minggu depan.
Hanya
saja kita harus mempersiapkannya secara matang.
Kami
hampir selalu bersama-sama ke kantor.
Adverbia
yang tidak berdampingan, misalnya:.
Kamu
hanya membuang-buang waktu saja.
Dia sangat
sedih sekali mendengar berita it u.
Bukan
frustasi saja, dia juga berani nekad bunuh diri.
Tipologi sintaksis yang sangat
menarik
SOV =
bahasa Korea
SVO =
bahasa Thai
VSO =
bahasa Welsh
VOS =
bahasa Malagasy
OVS =
bahasa Panare
OSV =
bahasa Nadeh
(Jae Jung Song dalam Parera,
2009:19)
Satu x adalah satu x
¢
Bloomfield memberikan patokan pengertian kalimat
sebagai “A maximum X is an X which is not part a large X”.
¢
Perhatikan contoh berikut (BIng dan BI):
Come! Ouch! Yes!
Fire! John ran away!
Pergi! Aduh! Baik! Orang lain tidak akan percaya
¢
Sebuah bentuk ketatabahasaan yang maksimal yang
tidak merupakan bagian dari sebuah konstruksi ketatabahasaan yang lebih besar
dan lebih luas adalah kalimat.
¢
Bagaimana menurut Anda?
Dapat diuji dengan contoh
berikut:
¢
(1) Ibu pergi ke pasar.
¢
(2) Pergi!
¢
Sesuai dengan patokan dan definisi tersebut di
atas, bentuk pergi dalam contoh (2) adalah kalimat karena ia adalah
bentuk ketatabahasaan yang maksimal dalam tutur tersebut. Manakala, bentuk pergi
dalam contoh (1) bukan kalimat karena ia merupakan bagian dari konstruksi
yang lebih besar dan lebih luas. Di sini, ia bagian dari konstruksi ibu
pergi ke pasar.
¢
Begitu juga halnya, dapat diuji pada contoh
berikut:
(3)
apakah kamu tidak tahhu akan hal itu?
(4)
tidak tahu!
¢
Pendeknya, setipa unit bahasa yang berstruktur
dan bermakna dapat menjadi kalimat, kecuali morfem terikat dan kelas-kelas kata
petugas/partikel.
¢
Lado dalam Parera (2009:22) mengatakan “The
smallest unit of full expression is the sentence, not the word. We talk in
sentence”. Bentu-bentuk seperti Stop! Go! John! Adalah kalimat.
¢
Untuk pemahaman lanjut baca Parera (2009:23-24).
Rujukan
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Hasan, Alwi; Soenjono Dardjowidjojo;
Hans Lapoliwa; dan Anton M. Moeliono. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Parera, J.D.
2009. Dasar-dasar Analisis Sintaksis.
Jakarta:Erlangga.