Dalam
linguistik, bahasa lisan adalah
‘rangkaian bunyi (bahasa) yang diujarkan (diucapkan) oleh penutur’. Mitra tutur
mampu memahami bunyi bahasa yang diujarkan oleh penutur melalui hasil
pendengarannya. Bertolak dari uraian tersebut, wujud fisik bahasa pada dasarnya
adalah ciri-ciri fisik bahasa yang dilisankan atau diujarkan. Pembicaraan
mengenai aspek fisik bahasa pada dasarnya mencakup tiga aspek. Pertama, bagaimana bunyi bahasa itu
dihasilkan oleh alat bicara. Kedua, bagaimana
ciri-ciri bunyi bahasa yang diujarkan itu. Ketiga,
bagaimana bunyi bahasa itu dipahami melalui indra pendengaran. Dalam
kerangka linguistik, aspek pertama disebut aspek
produksi bunyi bahasa. Aspek kedua
disebut aspek akustis bunyi bahasa. Aspek
ketiga disebut aspek persepsi bunyi
bahasa.
Produksi Bunyi Bahasa
Untuk
memahami ciri fisik bahasa, yang pertama-tama perlu diketahui adalah darimana
dan bagaimana bahasa itu dihasilkan (diproduksi). Sebuah instrumen musik yang
disebut biola akan menghasilkan bunyi
yang berbeda dari kelazimannya jika dawai-dawai biola itu dipetik seperti
gitar. Walaupun sumber sumber bunyinya sama, yaitu dawai, jika cara
menghasilkan bunyinya berbeda, ciri bunyi yang dihasilkan pun berbeda. Bunyi biola
itu juga akan berbeda jika besar-kecilnya dawai, ketegangan dawai, atau bentuk
badan biola serta lubang resonansi badan biola berbeda.
Tidak berbeda dengan bunyi biola,
bunyi bahasa juga ditentukan oleh sumber bunyi serta proses dalam memproduksi
bahasa itu. Setiap manusia memiliki ‘suara’ yang berbeda antara satu dan yang
lainnya. Perbedaan volume rongga mulut, volume rongga tenggorokan, perbedaan
ciri fisik alat bicara, serta perbedaan
ciri fisik organ-organ tubuh lain yang terlihat akan menghasilkan bunyi
yang berbeda pula. Ada orang yang memiliki suara yang kecil dan berbeda tinggi; ada orang yang memiliki suara besar
dan bernada rendah, dan sebagainya. Bagaimana hal itu dapat terjadi? Fonetik
mampu menjawab pertanyaan itu secara ilmiah dan tentu saja bermanfaat.
Untuk menghasilkan bunyi bahasa yang
benar diperlukan (1) alat bicara yang normal (2) keterampilan dan kemampuan
organ alat bicara dalam melakukan artikulasi (3) kemampuan mengatur pernapasan
untuk mengalirkan udara ke rongga tenggorokan, mulur, dan hidung. Ilmu
yang mempelajari proses produksi bunyi
bahasa disebut fonetik artikulatoris. Secara
tradisional, Ladefoged ((1971:2) menjelaskan bahwa proses produksi bahasa
melibatkan empat proses, yaitu (1) the
phonation process ‘proses pembunyian’ (2) the airstream process ‘proses aliran udara’, (3) the articulatory process ‘proses
artikulasi’, serta (4) the oro-nasal
process ‘proses oronasal’.
Alat Bicara
Alat
bicara merupakan perangkat anggota tubuh manusia yang berfungsi sebagai sumber
bunyi. Sumber bunyi yang ada dalam tubuh manusia dapat dipilah menjadi tiga
bagian, yaitu bagian rongga mulut, bagian tenggorokan dan bagian rongga badan.
Alat bicara yang berada di rongga mulut disebut articulator (alat ucap). Dalam rongga hidung tidak terdapat articulator.
Rongga hidung berfungsi sebagai saluran untuk mengalirkan udara. Di antara
rongga mulut dan rongga hidung terdapat langit-langit lunak (velum) yang berfungsi untuk membuka dan menutup
aliran udara yang melalui rongga hidung. Alat bicara yang berada di rongga
badan adalah paru-paru. Paru-paru ini berfungsi untuk memompakan udara dalam
proses produksi bunyi. Aliran udara paru-paru ini disebut aliran udara pulmonic.
Artikulator atau alat ucap yang
berada di dalam rongga mulut berfungsi sebagai pengatur artikulasi dan volume
ruang rongga mulut. Pengaturan volume ruang ini diperlukan untuk menghasilkan
bunyi yang diinginkan. Artikulator dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu artikulator aktif dan artikulator pasif. Artikulator aktif
adalah alat ucap yang secara aktif bergerak membentuk hambatan aliran udara. Artikulator
pasif adalah alat ucap yang diam (tidak
aktif bergerak). Artikulator pasif ini berfungsi sebagai daerah artikulasi,
yaitu lokasi tempat artikulator aktif menghambat atau menutup aliran udara.
Yang termasuk artikulator aktif –
dalam pembentukan bunyi bahasa-bahasa di Indonesia -- adalah bibir bawah dan lidah. Yang
termasuk artikulator pasif adalah bibir atas, gigi atas, gusi, langit-langit
keras, dan langit-langit lunak. Langit-langit lunak yang juga melakukan gerakan
secara aktif lebih cenderung sebagai atikulator pasif. Gerakan yang dilakukan
oleh langit-langit lunak bertujuan untuk mengatur jalur aliran udara yang
melewati rongga mulut dan/atau hidung. Pada pangkal tenggorokan terdapat pita
suara (vocal folds) yang membentuk
celah yang disebut glottis. Pita suara mengatur lebar-sempitnya glottis dan
menjadi salah satu sumber bunyi yang bergetarakibat aliran udara dari paru-paru
menuju ke tenggorokan. Proses yang terjadi di pita suara ini disebut proses pembunyian (the phonation process).
Proses Produksi Bahasa
Secara
garis besar, proses produksi bunyi bahasa adalah sebagai berikut.
1. Udara
keluar dari paru-paru melalui glottis (celah sempit/lebar) yang dibentuk oleh
pita suara. Ukuran celah yang dibentuk oleh pita suara ini berperan dalam
menentukan jenis bunyi yang dihasilkan. Jika glottis menyempit, aliran udara
yang melewati celah yang dibentuk oleh pita suara ini mampu menggetarkan pita
suara. Pita suara yang bergetar ini menimbulkan suara. Oleh karena itu,
bunyi-bunyi yang dihasilkan dengan cara mempersempit glottis disebut bunyi berusara. Bunyi-bunyi bersuara ini
antara lain adalah [i], [a], [b], [g], dan [m]. jika glottis terbuka lebar,
aliran udara bahasa melewati pita suara. Dalam keadaan yang demikian, pita
suara tidak bergetar dan tidak menimbulkan suara. Oleh karena itu, bunyi-bunyi
yang dihasilkan dengan cara membuka glottis sepenuhnya disebut bunyi tak bersuara. Bunyi-bunyi tak
bersuara ini antara lain adalah [s], [f], [p], dan [k].
2. Getaran
udara yang dihasilkan oleh celah dan getaran pita suara itu menuju ke rongga
mulut atau hidung sesuai dengan posisi langit-langit lunak atau velum yang berfungsi sebagai pengatur
jalur aliran udara.
3. Jika
langit-langit lunak membuka jalan aliran udara menuju ke hidung, artikultor
yang berada di rongga mulut berfungsi menutup aliran udara. Sebagai akibatnya,
udara sepernuhnya melewati rongga hidung. Perbedaan artikulator yang menghambat
aliran udara melewati rongga mulut menghasilkan jenis bunyi yang berbeda.
4. Aliran
udara yang menuju ke mulut – di saat aliran udara ke rongga hidung tertutup –
dapat bebas keluar dari mulut tanpa hambatan atau dihambat oleh artikulator
yang ada di dalam rongga mulut.
5. Pada
saat aliran udara berhasil melewati rongga mulut atau hidung – yang diatur oleh
artikulator – bunyi bahasa terdengar. Bunyi yang dihasilkan dengan cara
mengalirkan udara melewati rongga mulut disebut bunyi oral. Bunyi yang dihasilkan dengan cara mengalirkan udara
melewati rongga hidung disebut bunyi
nasal.
Untuk
menghasilkan bunyi bahasa yang benar – menurut kaidah bunyi bahasa yang
bersangkutan – seseorang mutlak harus mengetahui artikulator mana saja yang
terlibat dalam proses artikulasi. Mengingat bunyi-bunyi bahasa dari sebuah
bahasa ada yang tidak digunakan dalam bahasa lain., seorang yang
menggunakan bahasa asing perlu melatih
keterampilan artikulasi alat ucap dalam merealisasikan bunyi-bunyi yang tidak
biasa diucapkan. Secara garis besar, cara berartikulasi dapat dikelompokkan
menjadi tujuh jenis artikulasi. Perbedaan cara-cara artikulasi ini ditentukan
oleh jenis hambatan dan tempat artikulasi dilakukan. Jenis-jenis hambatan
artikulasi berperan dalam penamaan bunyi-bunyi yang dihasilkan. Jenis-jenis
hambatan artikulasi tersebut adalah sebagai berikut.
1. Letupan
(plosive/stop)
Artikulasi ini dilakukan dengan cara menghambat total
aliran udara oleh artikulator aktif dan melepaskan secara meletup.
2. Geseran
(ficative)
Artikulasi ini dilakukan dengan cara menghambat
aliran udara sebagian (tidak total). Udara tetap dapat mengalir melalui celah
sempit yang dibentuk oleh artikulator aktif dan artikulator pasif.
3. Paduan
(affricative)
Artikulasi ini merupakan paduan antara artikulasi
letupan dan geseran. Aliran udara yang dihambat secara total diletupkan melalui
celah sempit yang dibentuk oleh artikulator aktif dan artikulator pasif.
4. Sengau
(nasal)
Artikulasi ini dilakukan dengan cara menghambat
secara total aliran udara melalui rongga mulut oleh artikulator dan membuka
jalur aliran udara menuju rongga hidung.
5. Getaran (trill)
Artikulasi ini dilakukan dengan cara menyentuhkan artikulator
aktif ke artikulator pasif secara beruntun sehingga membentuk seperti getaran.
6. Sampingan (lateral)
Artikulasi ini dilakukan dengan cara menghambat aliran udara di bagian tengah dan memberikan
jalan aliran udara melalui samping-samping lidah.
7. Hampiran (approximant)
Artikulasi ini dilakukan dengan cara mempersempit
aliran udara di rongga mulut tanpa menghasilkan geseran. Artikulator aktif
bergerak ke artikulator pasif dan
kemudian bergerak menjauh kembali di saat udara mengalir keluar.
Satuan Bunyi Bahasa
sama
halnya dengan bahasa, tidak satu pun satuan bunyi bahasa yang dihasilkan oleh
alat bicara dilakukan dengan artikulasi yang sama. Perubahan proses produksi
bunyi menghasilkan perubahan kualitas bunyi. Sebagai akibat proses artikulasi
yang berbeda pada bahasa-bahasa di dunia ini, bunyi-bunyi bahasa yang
dihasilkan berbagai bahasa itu bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan berbagai
bahasa itu pun berbeda.
Persepsi Bunyi Bahasa
Ketika
seseorang berbicara atau bernyanyi, indra pendengaran kita mampu membedakan
ciri bunyi yang satu dengan yang lainnya. Indra pendengaran mampu menangkap dan
memahami rangkaian bunyi vokal dan konsonan yang membentuk sebuah tuturan,
cepat-lambat tuturan, dan nada tuturan yang dihasilkan seorang penutur.
Persepsi terhadap bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara dikelompokkan menjadi dua, yakni.
a. Persepsi
terhadap bunyi yang berupa satuan struktural, yaitu vokal dan konsonan
b. Persepsi
terhadap bunyi yang berupa cepat-lambat, kelantangan, tekanan, dan nada.
/Daftar
Pustaka
Kushatanti,
Untung Yuwono dan Multamia RMT Laudaer.
2005. Pesona Bahasa Langkah Awal
Memahami Linguistik. (peny). Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.