Rabu, 07 Oktober 2015

Aspek Fisiologis Bahasa




Wujud “Fisik” Bahasa
Dalam linguistik, bahasa lisan adalah ‘rangkaian bunyi (bahasa) yang diujarkan (diucapkan) oleh penutur’. Mitra tutur mampu memahami bunyi bahasa yang diujarkan oleh penutur melalui hasil pendengarannya. Bertolak dari uraian tersebut, wujud fisik bahasa pada dasarnya adalah ciri-ciri fisik bahasa yang dilisankan atau diujarkan. Pembicaraan mengenai aspek fisik bahasa pada dasarnya mencakup tiga aspek. Pertama, bagaimana bunyi bahasa itu dihasilkan oleh alat bicara. Kedua, bagaimana ciri-ciri bunyi bahasa yang diujarkan itu. Ketiga, bagaimana bunyi bahasa itu dipahami melalui indra pendengaran. Dalam kerangka linguistik, aspek pertama disebut aspek produksi bunyi bahasa. Aspek kedua disebut aspek akustis bunyi bahasa. Aspek ketiga disebut aspek persepsi bunyi bahasa.
 
Produksi Bunyi Bahasa
Untuk memahami ciri fisik bahasa, yang pertama-tama perlu diketahui adalah darimana dan bagaimana bahasa itu dihasilkan (diproduksi). Sebuah instrumen musik yang disebut biola akan menghasilkan bunyi yang berbeda dari kelazimannya jika dawai-dawai biola itu dipetik seperti gitar. Walaupun sumber sumber bunyinya sama, yaitu dawai, jika cara menghasilkan bunyinya berbeda, ciri bunyi yang dihasilkan pun berbeda. Bunyi biola itu juga akan berbeda jika besar-kecilnya dawai, ketegangan dawai, atau bentuk badan biola serta lubang resonansi badan biola berbeda.
            Tidak berbeda dengan bunyi biola, bunyi bahasa juga ditentukan oleh sumber bunyi serta proses dalam memproduksi bahasa itu. Setiap manusia memiliki ‘suara’ yang berbeda antara satu dan yang lainnya. Perbedaan volume rongga mulut, volume rongga tenggorokan, perbedaan ciri fisik alat bicara, serta perbedaan  ciri fisik organ-organ tubuh lain yang terlihat akan menghasilkan bunyi yang berbeda pula. Ada orang yang memiliki suara yang kecil dan berbeda  tinggi; ada orang yang memiliki suara besar dan bernada rendah, dan sebagainya. Bagaimana hal itu dapat terjadi? Fonetik mampu menjawab pertanyaan itu secara ilmiah dan tentu saja bermanfaat.
            Untuk menghasilkan bunyi bahasa yang benar diperlukan (1) alat bicara yang normal (2) keterampilan dan kemampuan organ alat bicara dalam melakukan artikulasi (3) kemampuan mengatur pernapasan untuk mengalirkan udara ke rongga tenggorokan, mulur, dan hidung. Ilmu yang  mempelajari proses produksi bunyi bahasa disebut fonetik artikulatoris. Secara tradisional, Ladefoged ((1971:2) menjelaskan bahwa proses produksi bahasa melibatkan empat proses, yaitu (1) the phonation process ‘proses pembunyian’ (2) the airstream process ‘proses aliran udara’, (3) the articulatory process ‘proses artikulasi’, serta (4) the oro-nasal process ‘proses oronasal’. 

Alat Bicara
Alat bicara merupakan perangkat anggota tubuh manusia yang berfungsi sebagai sumber bunyi. Sumber bunyi yang ada dalam tubuh manusia dapat dipilah menjadi tiga bagian, yaitu bagian rongga mulut, bagian tenggorokan dan bagian rongga badan. Alat bicara yang berada di rongga mulut disebut articulator (alat ucap). Dalam rongga hidung tidak terdapat articulator. Rongga hidung berfungsi sebagai saluran untuk mengalirkan udara. Di antara rongga mulut dan rongga hidung terdapat langit-langit lunak (velum)  yang berfungsi untuk membuka dan menutup aliran udara yang melalui rongga hidung. Alat bicara yang berada di rongga badan adalah paru-paru. Paru-paru ini berfungsi untuk memompakan udara dalam proses produksi bunyi. Aliran udara paru-paru ini disebut aliran udara pulmonic.
            Artikulator atau alat ucap yang berada di dalam rongga mulut berfungsi sebagai pengatur artikulasi dan volume ruang rongga mulut. Pengaturan volume ruang ini diperlukan untuk menghasilkan bunyi yang diinginkan. Artikulator dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu artikulator aktif dan artikulator pasif. Artikulator aktif adalah alat ucap yang secara aktif bergerak membentuk hambatan aliran udara. Artikulator pasif adalah alat ucap yang diam  (tidak aktif bergerak). Artikulator pasif ini berfungsi sebagai daerah artikulasi, yaitu lokasi tempat artikulator aktif menghambat atau menutup aliran udara.
            Yang termasuk artikulator aktif – dalam pembentukan bunyi bahasa-bahasa di Indonesia  -- adalah bibir bawah dan lidah. Yang termasuk artikulator pasif adalah bibir atas, gigi atas, gusi, langit-langit keras, dan langit-langit lunak. Langit-langit lunak yang juga melakukan gerakan secara aktif lebih cenderung sebagai atikulator pasif. Gerakan yang dilakukan oleh langit-langit lunak bertujuan untuk mengatur jalur aliran udara yang melewati rongga mulut dan/atau hidung. Pada pangkal tenggorokan terdapat pita suara (vocal folds) yang membentuk celah yang disebut glottis. Pita suara mengatur lebar-sempitnya glottis dan menjadi salah satu sumber bunyi yang bergetarakibat aliran udara dari paru-paru menuju ke tenggorokan. Proses yang terjadi di pita suara  ini disebut proses pembunyian (the phonation process).
Proses Produksi Bahasa
Secara garis besar, proses produksi bunyi bahasa adalah sebagai berikut.
1.      Udara keluar dari paru-paru melalui glottis (celah sempit/lebar) yang dibentuk oleh pita suara. Ukuran celah yang dibentuk oleh pita suara ini berperan dalam menentukan jenis bunyi yang dihasilkan. Jika glottis menyempit, aliran udara yang melewati celah yang dibentuk oleh pita suara ini mampu menggetarkan pita suara. Pita suara yang bergetar ini menimbulkan suara. Oleh karena itu, bunyi-bunyi yang dihasilkan dengan cara mempersempit glottis disebut bunyi berusara. Bunyi-bunyi bersuara ini antara lain adalah [i], [a], [b], [g], dan [m]. jika glottis terbuka lebar, aliran udara bahasa melewati pita suara. Dalam keadaan yang demikian, pita suara tidak bergetar dan tidak menimbulkan suara. Oleh karena itu, bunyi-bunyi yang dihasilkan dengan cara membuka glottis sepenuhnya disebut bunyi tak bersuara. Bunyi-bunyi tak bersuara ini antara lain adalah [s], [f], [p], dan [k].
2.      Getaran udara yang dihasilkan oleh celah dan getaran pita suara itu menuju ke rongga mulut atau hidung sesuai dengan posisi langit-langit lunak atau velum yang berfungsi sebagai pengatur jalur aliran udara.
3.      Jika langit-langit lunak membuka jalan aliran udara menuju ke hidung, artikultor yang berada di rongga mulut berfungsi menutup aliran udara. Sebagai akibatnya, udara sepernuhnya melewati rongga hidung. Perbedaan artikulator yang menghambat aliran udara melewati rongga mulut menghasilkan jenis bunyi yang berbeda.
4.      Aliran udara yang menuju ke mulut – di saat aliran udara ke rongga hidung tertutup – dapat bebas keluar dari mulut tanpa hambatan atau dihambat oleh artikulator yang ada di dalam rongga mulut.
5.      Pada saat aliran udara berhasil melewati rongga mulut atau hidung – yang diatur oleh artikulator – bunyi bahasa terdengar. Bunyi yang dihasilkan dengan cara mengalirkan udara melewati rongga mulut disebut bunyi oral. Bunyi yang dihasilkan dengan cara mengalirkan udara melewati rongga hidung disebut bunyi nasal.
Untuk menghasilkan bunyi bahasa yang benar – menurut kaidah bunyi bahasa yang bersangkutan – seseorang mutlak harus mengetahui artikulator mana saja yang terlibat dalam proses artikulasi. Mengingat bunyi-bunyi bahasa dari sebuah bahasa ada yang tidak digunakan dalam bahasa lain., seorang yang menggunakan  bahasa asing perlu melatih keterampilan artikulasi alat ucap dalam merealisasikan bunyi-bunyi yang tidak biasa diucapkan. Secara garis besar, cara berartikulasi dapat dikelompokkan menjadi tujuh jenis artikulasi. Perbedaan cara-cara artikulasi ini ditentukan oleh jenis hambatan dan tempat artikulasi dilakukan. Jenis-jenis hambatan artikulasi berperan dalam penamaan bunyi-bunyi yang dihasilkan. Jenis-jenis hambatan artikulasi tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Letupan (plosive/stop)
Artikulasi ini dilakukan dengan cara menghambat total aliran udara oleh artikulator aktif dan melepaskan secara meletup.
2.      Geseran (ficative)
Artikulasi ini dilakukan dengan cara menghambat aliran udara sebagian (tidak total). Udara tetap dapat mengalir melalui celah sempit yang dibentuk oleh artikulator aktif dan artikulator pasif. 
3.      Paduan (affricative)
Artikulasi ini merupakan paduan antara artikulasi letupan dan geseran. Aliran udara yang dihambat secara total diletupkan melalui celah sempit yang dibentuk oleh artikulator aktif dan artikulator pasif.
4.      Sengau (nasal)
Artikulasi ini dilakukan dengan cara menghambat secara total aliran udara melalui rongga mulut oleh artikulator dan membuka jalur aliran udara menuju rongga hidung.
5.      Getaran (trill)
Artikulasi ini dilakukan dengan cara menyentuhkan artikulator aktif ke artikulator pasif secara beruntun sehingga membentuk  seperti getaran.  
6.      Sampingan (lateral)
Artikulasi ini dilakukan dengan cara menghambat  aliran udara di bagian tengah dan memberikan jalan aliran udara melalui samping-samping lidah.
7.      Hampiran (approximant)
Artikulasi ini dilakukan dengan cara mempersempit aliran udara di rongga mulut tanpa menghasilkan geseran. Artikulator aktif bergerak  ke artikulator pasif dan kemudian bergerak menjauh kembali di saat udara mengalir keluar.
Satuan Bunyi Bahasa
sama halnya dengan bahasa, tidak satu pun satuan bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara dilakukan dengan artikulasi yang sama. Perubahan proses produksi bunyi menghasilkan perubahan kualitas bunyi. Sebagai akibat proses artikulasi yang berbeda pada bahasa-bahasa di dunia ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan berbagai bahasa itu bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan berbagai bahasa itu pun berbeda.
Persepsi Bunyi Bahasa
Ketika seseorang berbicara atau bernyanyi, indra pendengaran kita mampu membedakan ciri bunyi yang satu dengan yang lainnya. Indra pendengaran mampu menangkap dan memahami rangkaian bunyi vokal dan konsonan yang membentuk sebuah tuturan, cepat-lambat tuturan, dan nada tuturan yang dihasilkan seorang penutur. Persepsi terhadap bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat  bicara dikelompokkan menjadi dua, yakni.
a.       Persepsi terhadap bunyi yang berupa satuan struktural, yaitu vokal dan konsonan
b.      Persepsi terhadap bunyi yang berupa cepat-lambat, kelantangan, tekanan, dan nada.

/Daftar Pustaka  
Kushatanti, Untung Yuwono dan Multamia RMT Laudaer. 2005. Pesona Bahasa Langkah Awal   Memahami Linguistik. (peny). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.